Jam sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam. Nabila sedang mengayuh sepeda menuju rumahnya, tadi sepulang sekolah ia tidak langsung pulang, melainkan ke cafe tempatnya kerja. Sudah pernah di bilang bukan jika Nabila bekerja sebagai pelayan cafe?
Sampai depan rumahnya ia melihat sebuah mobil jazz berwarna hitam yang sepertinya Nabila tahu siapa pemiliknya. Jika tahu kedua orang tuanya sedang berada di rumah, ia tidak akan pulang sekarang.
Nabila melangkah kakinya masuk ke dalam rumah. Ia tidak menoleh sedikit pun ke arah ruang keluarga yang mendapatkan kedua orang tuanya yang seperti biasa sedang berdebat entah apa yang mereka perdebatkan Nabila tidak peduli.
"saya pulang bukan untuk bertengkar," ucap Hadi tegas sambil memijat pangkal hidungnya.
"kamu berubah mas, semenjak kejadian itu terjadi," suara Tyas mulai bergetar menahan isakan yang sampai detik ini masih ia tahan.
"saya pergi," pamit Hadi meninggalkan ruang tamu. Tyas mengejarnya dengan air mata yang ia tahan sejak tadi sudah membasahi pipinya.
"kemana lagi? Kamu lupa besok bapak sama ibu mengundang kita untuk datang kerumahnya? Mas kita bisa memperbaiki semuanya jangan seperti ini,"
"besok saya jemput, saya ada urusan sekarang,"
Sepergian Hadi- suaminya ia masuk ke dalam rumah dengan tangisannya tidak mau berhenti. Nabila yang sejak tadi memperhatikan pertengkaran kedua orang tuanya hanya diam ditempat. Tidak ada gerakan sedikitpun dari Nabila untuk menenangkan mamanya. Dari tangga atas Nadila berlari memeluk mamanya erat. Nabila yang melihatnya hanya tersenyum miris.
Bukan ia tidak ingin mendekatkan mamanya, hanya saja ia tahu apa yang akan terjadi nantinya. Nabila pernah berusaha menenangkan Mamanya saat sedang bertengkar alhasil sebuah caci makian yang keluar dari mulut mamanya. Itu yang membuat Nabila lebih memilih terdiam dan memperhatikannya.
Tyas melihat Nabila yang sedang memperhatikannya lalu ia beranjak dari duduknya berjalan menuju Nabila yang sedang memandangnya tanpa ekspresi.
"semua gara-gara kamu! Jika kamu tidak seceroboh itu tidak mungkin Papamu pergi! Puas udah jadi penyebab utama kehancuran keluarga kita?! Dasar anak membawa sial!" bentak Tyas yang langsung melangkahkan kakinya ke dalam kamar.
Nabila mengembuskan nafas kasar, ia tidak sama sekali mengindahkan ucapan Mamanya itu. Sudah sering menurutnya mendengarkan ucapan pedas dari kedua orang tuanya. Malah sepertinya ia sudah tidak bisa merasakan sakit hati lagi.
Nadila menghampiri Nabila yang sedang menatap kosong lantai rumahnya. Ada rasa sakit di hatinya, sepertinya ia akan terbiasa juga merasakan seperti ini jika Nabila selalu tersakiti.
"Kak gue mi-,"
"lo salah apasi sama gue? Ampe tiap hari gue denger lo minta maaf mulu sama gue, udah ga usah deket-deket gue nanti lo kena sial," selanya cepat lalu menaiki tangga menuju kamarnya.
Sampai kamar Nabila membersihkan dirinya yang memang sangat lengket karna keringat. Setalah beberapa menit ia bermanja di kamar mandi, ia keluar dengan handuk masih berada di kepalannya.
Sebuah nada dering dari ponsel membuat Nabila berjalan menuju meja belajarnya. Ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelfonnya. Panggilan masuk dari Bang Sinoy.
"Hallo?"
"..."
"Gue baru banget balik Bang, belom istirahat sama sekali,"
"..."
"Depan rumah? Gila lo, yaudah sebentar gue ngambil perlengkapan dulu,"
"..."
KAMU SEDANG MEMBACA
The twins troublemaker [Lengkap] ✔
Teen FictionKisah ini mengisahkan bagaimana sakitnya seorang Nabila menjalani kehidupan dengan takdir yang begitu menyakitkan, semenjak peristiwa masalalunya yang membuat keluarganya hancur dan kedua orang tuanya membenci dirinya. Diam, salah satu cara Nabila...