Jam sudah menunjukan pukul depalan malam. Kini Nadila baru saja keluar dari taksi dan berjalan masuk ke sebuah cafe yang berada di dekat sekolahannya itu. Tapi sebelum masuk ke dalam cafe tersebut, Nadila membenarkan rambut dan make-up yang ia pakai.
Setelah tampilannya sempurna, ia masuk ke dalam dan mencari orang yang tadi mengajaknya ketemuan. Saat seorang cowok melambaikan tangannya senyum Nadila mengembang. Semoga saja cowok itu tidak merusak suasana hati Nadila.
"Hai Kak Elang," sapa Nadila dengan suara lembut.
"Haii,"
"Maaf yaa nunggu lama ya?" tanya Nadila tidak enak.
"nggak kok, baru 10 menit gue sampe," jawab Elang sambil senyum manis ke Nadila. Aduh adem bener ini senyuman, air dari kulkas kalah ini mah, batinnya.
"Oh iya, ada apa kakak ngajak aku ketemuan di sini?"
"Mau makan apa? Masa langsung to the point gitu, ga asik."
"Aku udah makan, minum aja deh." percaya atau tidak percaya Nadila mengucapkan itu hanya tidak ingin di lihat oleh Elang jika ia makan tidak pernah bisa rapih, huftt terlalu amat di manja jadi seperti ini.
Nadila dan Elang sama-sama memesan minuman, selang beberapa menit minuman yang ia pesan datang. Dengan rasa gugup yang menyelimutinya, Nadila meminumnya dengan tangan gemeteran.
Ah tidak bisa di ajak kompromi nih jantung kalo lagi sama Kak Elang, gerutu Nadila dalam hati.
"Bu Hani guru fisika gue, nyuruh Nabila jadi patner belajar gue untuk 4 hari kedepan, gue seneng banget anjir Dill." ucap Elang membuat Nadila tersedak oleh minumannya.
Sukses. Selamat Elang kau sukses membuat hati yang tadinya berbunga-bunga menjadi hujan badai. Bodoh, Nadila memang bodoh. Kenapa ia harus susah payah ke salon, membeli baju, dan bermake-up untuk menyempurnakan penampilan dihadapan Elang? Sedangkan yang di butuhkan Elang bukan dirinya melainkan kakaknya.
"Dil, hati-hati minumnya," Elang mengulurkan tissu dan dengan gerakan cepat Nadila mengambilnya.
"Sorry kak, terus lo seneng kan bisa ngabisin waktu sama Bila untuk empat hari kedepan?"
"Seneng banget, sebenernya sekarang gue belajar bareng dia, tapi dia ga bisa datang ada urusan katanya." sahut Elang lirih.
"mungkin Bila beneran sibuk Kak,"
"Dia emang ga pulang Dil?" tanya Elang penasaran.
"Udah ga pernah pulang,"
"Kok?"
"Kakak pasti liat kejadian di depan kantin,"
"Nab--" ucapannya terpotong ketika Nadila beranjak dari duduknya.
"Maaf kak, aku lupa Nazwa sama Liza mau main kerumah aku sekarang. Aku duluan," pamit Nadila pada Elang. Daripada hatinya tertusuk semakin dalam lagi, mending ia menghindar. Semakin lama semakin lelah juga melihat Elang tidak peka padanya. Make-up mahalnya terbuang sia-sia kalau gini caranya.
Saat ia ingin membuka pintu cafe, tiba-tiba pintu cafe itu sudah terbuka duluan. Dan betapa terkejutnya Nadila dipertemukan oleh musuh bebuyutannya disini. Ahh, ia sudah tak butuh Antares lagi.
Dengan kesal ia berjalan melewati Antares dan menyenggol kencang bahu cowok itu. Biar saja jin tomang itu marah padanya, Nadila sudah tak perlu lagi. Karna ia sudah menyerah pada Elang.
Entah apa yang membuat air matanya jatuh, kini Nadila sangat kesepian. Ia butuh teman, ia butuh teman untuk bersandarnya. Apakah ia begitu buruk untuk mencintai seseorang?
KAMU SEDANG MEMBACA
The twins troublemaker [Lengkap] ✔
Teen FictionKisah ini mengisahkan bagaimana sakitnya seorang Nabila menjalani kehidupan dengan takdir yang begitu menyakitkan, semenjak peristiwa masalalunya yang membuat keluarganya hancur dan kedua orang tuanya membenci dirinya. Diam, salah satu cara Nabila...