Setelah sampai, benar saja area sekolah sudah sepi.Yang kudengar sesudah mobilku diparkirkan adalah bunyi pohon rindang dan semilir angin. Aku melihat sekitar, di mana mereka? Aku cepat-cepat masuk ke dalam sekolah, ternyata Clara dan Claudia sudah di depan ruang guru bersama wali kelasnya.
Clara dan Claudia adalah adikku. Dan salah satu dari mereka adalah anakku.
"Aduuuh maafin ya Kakak telat jemput kalian, pasti kalian lama banget ya nunggunya?" ujarku pada mereka berdua sambil berlutut agar tinggi kami sama.
Clara dan Claudia cemberut, ia tampak kesal. Ah ini memang salahku dari awal. Jika aku dan Rian tidak melakukan satu ronde lagi, pasti aku tidak akan terlambat menjemput mereka.
"Bu maaf ya merepotkan, nanti saya tidak akan terlambat menjemput lagi." ujarku pada Bu Erin wali kelasnya Clara dan Claudia.
"Iya gapapa kok, saya senang menjaga mereka." Bu Erin tersenyum simpul.
"Kalau begitu saya duluan ya, Bu." kataku seramah mungkin. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku menggandeng kedua tangan kecil itu menuju mobil. Mereka berdua duduk di kursi belakang. Dan tiba-tiba tangis mereka pecah.
"Loh loh loh, kok adik-adik kecil Kakak nangis?" Aku berbalik badan , hendak memasang seat belt tidak jadi.
"Huhuhu," Clara menangis.
"Kenapa sih? Cerita sama Kakak."
"Tadi," Clara menarik napas, ia agak sesenggukan. "Tadi Leo ngejekin aku,"
Claudia menyambung, "iya ngejekin huhu, katanya kenapa kalo kembar lahirnya beda seminggu?"
"Terus bilang kalo aku anak pungut." Clara terus menangis.
Leo itu anak bandel di TK Melati, cowok itu sering mengusili Clara dan Claudia. Jadi, aku sudah tidak heran lagi sekarang. "Jangan percaya dong! Kalian itu emang kembar, tapi Claudia itu betah banget di perut Mama, jadi seminggu kemudian baru keluar deh."
Mereka tetap menangis. Haduh, aku harus gimana ini?
Ah aku punya ide.
"Gimana kalo Kakak beliin kalian es krim?"
Clara menghapus air matanya, "es krim?"
"Iya, mau gak? Yang gede itu loh, ada gambar panda."
"Mau, Kak!"
"Mauuu!"
Untunglah sekarang tangis mereka sudah berhenti. Jadi, aku melajukan mobil dengan kecepatan sedang ke arah Paris Van Java, di sana aku menggeret dua anak lucu ini masuk ke kedai es krim.
"Nah mau pada pesen apa?" tanyaku semringah pada mereka. Sementara si pelayan sudah menyodorkan menu bergambar dengan banyak pilihan rasa. Ia berdiri di sampingku, bersiap mencatat pesanan kami.
"Ini aja , Kak." Clara menunjuk ke arah menu bergambar boneka salju.
"Nomor tiga, Mbak." kataku pada si pelayan. "Kalo Udi mau apa?" Claudia masih terlihat bingung. "Samain aja?"
"Iya deh."
"Ya udah Mbak, nomor tiga nya tiga ya."
Tak perlu tunggu lama, akhirnya es krim pesanan kami pun datang. Es krim itu lucu bentuknya, berwarna putih salju, cocok buat jadi icon foto dan dipamerin di media sosial. Es krim ini tidak pakai mangkuk, tetapi pakai cone.
"Ara, Udi, makannya pelan-pelan ya."
Aku suka desain kedai es krim ini, tempatnya minimalis, dekorasinya juga sederhana, nggak terkesan ribet. Dari tempat duduk kami, aku bisa melihat ke area jalanan yang padat oleh kendaraan yang menunggu lampu merah.
Wajar saja, ini kan hari Sabtu, jadi pasti banyak manusia yang ingin pergi melepaskan penat kehidupan atau sekadar bermalam minggu bersama pacar. Tidak sedikit juga dari mereka yang memilih untuk berjalan kaki daripada kena macet, risikonya ya tertampar asap kendaraan.
Namun, ada yang ganjil ketika aku menengok ke arah trotoar sisi jalan.
Di situ ada seorang bapak-bapak yang sedang berjalan, ia berdiri sejenak memerhatikan graviti yang ada di sebelahnya. Lalu ia menengok ke arah Starbucks.
"Astaga!" Aku seketika memekik panik, dia kan Om Aryo?
"Kakak kenapa?" Clara bertanya.
Aku abaikan pertanyaan Clara, lalu beringsut menarik tangan-tangan mungil itu. Sampai es krim berbentuk boneka salju terjatuh ke lantai, aku menggumamkan maaf ketika si pelayan bilang, "terima kasih kunjungannya, silakan datang lagi."
"Kenapa sih?" Claudia tidak terima aku tarik secara paksa.
"Pokoknya kita pulang!"
Mungkin mereka bingung dengan sikapku yang tiba-tiba seperti ini. Tak apalah, aku akan menjelaskannya ketika mereka sudah dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EX FATHER
Romance18+ Enam tahun sudah berlalu, kini ia kembali mengusik hidup kami. Seri kedua dari My Step Father. Hak cipta dilindungi undang-undang.