27. Kejar!

11.7K 388 17
                                    

Di jalan raya, aku melihat Om Aryo sedang memaksa Clara dan Claudia buat masuk ke mobilnya. Aku sangat mengenal mobil itu sebab Om Aryo pernah membawa mobil itu ke rumah Rian, bahkan aku juga sempat naik mobil itu.

"Clara!!! Claudia!!!" teriakku nyaring, sebagian pengendara melihat ke arahku.

"Cepat masuk!" Om Aryo mendorong badan mereka berdua supaya segera masuk ke dalam mobil. Akhirnya mereka pun kalah oleh tenaga Om Aryo dan mobil itu melaju dengan segera.

"Astaga!" pekikku. "Mobil, Na! Cepet bawa mobil lo ke sini!"

"Oke, gue ke parkiran dulu," Alona buru-buru berlari ke parkiran. Tak lama, mobil Aphard-nya pun sampai. Aku dan Franda buru-buru masuk. Aku mengisi kursi depan, sementara Franda sendirian di kursi belakang.

Mobil sudah bergerak sebelum kami benar-benar duduk. "Kejar, Na!" Franda berteriak histeris. Aku takut jika kami ketinggalan jejak.

Di depan adalah perempatan jalan, Alona menyetir dengan kecepatan maksimal. Tapi sialnya kmai terkena lampu merah. "Sial! Kena lampu merah!" Alona menekan klakson keras-keras. Alat penghitung waktu di atas menghitung mundur, mulai dari angka 60. Sementara aku melihat mobil Om Aryo menjauh santai.

"Maju ajalah, Na!" perintahku cepat sebelum kami tertinggal lebih jauh lagi.

Alona pun menginjak pedal gas. Beberapa mobil dan motor menekan klakson seraya kami menerobos perempatan jalan itu. Tanpa kami sadari ada mobil polisi yang mengejar kami. Aku menengok ke belakang, keadaan lalu lintas jadi kacau karena mobil kami melanggar rambu.

"Na, lo punya SIM, kan?" tanya Franda panik.

"Nggaklah, gue kan masih enam belas." jawab Alona gusar.

Franda dan aku menyikut Alona dengan keras. Aku semakin ketakutan, aku tidak mau berurusan dengan pihak kepolisian lagi.

Alona banting setir ke kiri, di mana itu merupakan jalan berliku dan jika tidak konsentrasi sedikit saja, nanti pasti polisi itu akan kehilangan arah. Benar saja, polisi itu ternyata kehilangan arah.

"Pinter lo." puji Franda.

Mobil kami berputar lagi ke arah utara, semakin cepat karena jalan raya di sana sepi. Hanya ada mobil Om Aryo berplat D 4RY0 serta mobil Alona yang terus berkejaran. Alona mengklakson mobil di depannya supaya menyerah dan berhenti. Tetapi mobil sialan itu mempercepat lajunya.

Clara dan Claudia dari jendela belakang melambai ke arah kami, minta diselamatkan. Untunglah mereka masih dalam keadaan bernyawa. Aku mengelus dada. Jangan sampai sesuatu terjadi kepada mereka.

"Eh, kok ini malah jalan ke kawasan Kawah Putih, ya?" Alona bertanya panik. Mau apa Om Aryo di Kawah Putih?

"Loh? Iya bener ini Kawah Putih!" seruku.

Aku bingung. Sebenarnya apa rencanamu Haryono?

Mobil Om Aryo ternyata benar-benar masuk ke Kawah Putih. Bau belerang langsung berlomba memasuki hidungku ketika aku membuka kaca jendela. Mobil kami terus mengikuti mobil Om Aryo, mobil itu belok kanan, kami pun ikut belok kanan, mobil itu belok kiri, kami pun ikut belok kiri.

Dari jauh aku melihat bahwa Om Aryo tidak sendirian di dalam mobil itu, ia melakukan rencana ini bersama orang lain. Siapa? Mungkinkah ... Rian?

Mobil itu berhenti. Aku, Alona, dan Franda buru-buru keluar dan menutup pintu mobil keras. Kami sekarang berada di ujung Kawah Putih, tepat di mana mobil Om Aryo berhenti ada jurang yang dalam.

Selain bau belerang yang menyengat, kondisi di sini juga sepi dan dingin. Malam mendadak menjadi menyeramkan serta lebih hitam.

Om Aryo keluar bersama temannya yang bermasker hitam serta memakai tudung kepala.

MY EX FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang