22. Pisah

11.6K 324 6
                                    

Pelajaran biologi lagi-lagi mendapatkan jam kosong. Bu Sri sepertinya masih berduka, belum lagi masih sibuk mengurus pemakaman dan pengajian buat jenazah suaminya. Kalau dipikir-pikir kasihan juga, Bu Sri ditinggalkan dalam keadaan memiliki tiga orang anak, yang mana semuanya masih kecil-kecil.

Kelas 11 IPA 3 bersorak. Bagaimana tidak? Bu Sri adalah tipe guru yang apa-apa memberikan tugas. Apa-apa memberi hukuman pada murid jika tidak mengerjakan tugas. Lumayan sih killer guru seperti itu, aku akui.

Sebagian besar, teman-temanku menghabiskan waktu buat menonton orang yang sedang main basket di lapangan. Sebagian lagi ada yang sibuk membaca buku atau mengerjakan PR buat pelajaran selanjutnya. Lain lagi dengan aku, Franda, juga Alona, kami bertiga sibuk berbincang.

"Kasian ya, Bu Sri, ditinggal suami, padahal baru menikah empat tahunan," ceplos Alona, wajahnya menunjukkan ekspresi kasihan.

"Iya bener. Anaknya juga kan masih kecil-kecil," balas Franda yang sama sedihnya. "Gimana kalau kita jenguk siang ini?"

"Emang pemakamannya jam berapa?" tanya Alona.

"Katanya sih sore, jadi masih keburu lahhh,"

"Lo ikut kan Pris?"

"Pris???"

"Hellowwwww Pricilla Debora???"

Lamunanku terbuyar seketika mendengar nama lengkapku dipanggil. "Eh ... kenapa?"

"Ih malah ngelamun! Gue nanya lo mau ikut nggak nyelayat ke rumahnya Bu Sri?"

"Kapan?"

"Siang ini. Lo kemana aja dari tadi? Gak merhatiin kita ngobrol, ya?" Franda menyikut pundakku gemas.

"Gu—Gue ikut kok." jawabku. Ya sudahlah, daripada aku berpikiran yang bukan-bukan. Lebih baik aku menyibukkan diri dengan dua sahabatku ini.

"Tumben kalian nggak pernah keliatan bareng." cecar Alona, ia melihat ke arah lapangan. Memerhatikan seseorang yang memang tidak ingin aku lihat.

"Siapa?" tanyaku tidak mengerti.

"Gak usah sok polos deh."

"Gue putus." jawabku pelan.

Mereka pun menimbulkan reaksi kaget dan mengirimkan ribuan pertanyaan kepadaku secara serentak. Aku pun pusing mau menjawab yang mana terlebih dahulu. Terutama Alona yang volume suaranya sudah lepas kontrol.

***

Beberapa hari yang lalu ...

Seperti biasa aku melayani Om Aryo sesuai keinginannya. Aku pun memakai kembali pakaianku serta menyalipkan tas selempanganku. Rencananya hari ini aku mau langsung pulang, mengerjakan pekerjaan rumah, membantu Mama beres-beres rumah, juga bermain bersama kedua adikku.

Namun, langkahku ditahan oleh Om Aryo. Dia menjegal tanganku. Mau apa lagi sih dia?

"Mau apa lagi?" tanyaku dengan perasaan was-was.

"Jauhi Rian."

"Kenapa harus?"

"Aku baru tahu kalau kalian berdua pacaran," Kulihat dagunya mengeras, ia kelihatan kesal. "Aku pikir kalian hanya teman baik,"

"Ya memangnya kenapa? Toh kami saling mencintai,"

"Itu tidak boleh terjadi, Pricilla Debora! Kamu itu hanya milikku! Tidak boleh ada seorang pun yang memilikimu selain aku!" Om Aryo membentakku, ia mendekat ke arahku dan menempatkan kedua tangannya di antara tubuhku. Kondisi yang tidak memungkinkan aku untuk kabur. "Jadi, jauhi Rian. Bocah ingusan itu sama sekali tidak pantas untukmu."

MY EX FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang