9. Memenuhi Ajakan Bertemu

19K 466 0
                                    


Sesuai isi SMS yang dikirimkan Rian, aku akhirnya menuruti pertemuannya di hari Sabtu sore, aku sudah titip pesan supaya Clara dan Claudia tetap diam di kamar, jangan kemana-mana sampai aku atau Mama pulang.

Aku memakai kaus putih tanpa lengan dengan dua renda di kedua sisinya. Juga celana panjang hitam yang membalut dua kakiku yang jenjang. Sambil memakai sepatu adidas, aku turun dari taksi dan berdiri di depan rumah minimalis tersebut.

Aku lirik ke dalam, gelap sekali. Aku tak berani masuk, aku takut pada ayah tirinya Rian yang terkenal galak. Lagipula kenapa juga Rian menyuruhku buat datang ke sini. Kan bisa di taman, atau istirahat sekolah Senin nanti. Tapi, seperti nya ini penting sekali sampai menyuruhku buat tidak terlambat.

"Inget ya, jam lima. Jangan telat." kata Rian di telepon siang tadi.

Aku juga kalau tidak keberatan ingin bercerita soal Om Aryo, yah mungkin dengan bercerita bisa sedikit meringankan bebanku.

Aku mengirim SMS kepada Rian.

Aku: Aku di depan.

Baru saja SMS itu terkirim, namaku sudah diteriakkan oleh Rian yang berada di ambang pintu. Ia menyuruhku buat masuk, aku menurut.

Di dalam kondisinya ternyata memang gelap, aku ingin ia menyalakan lampu, tapi urung ketika melihat di sana ada ayah tirinya sedang mencuci piring. Aku masuk mengucap salam dan mengikuti Rian yang duduk di sofa.

"Kamu mau ngomong apa, sih?" kataku membuka percakapan. Sebenarnya ingin juga bilang, 'kenapa juga harus di sini ngomongnya?', tapi lagi-lagi urung ketika mendapat tatapan tajam dari ayah tirinya Rian.

"Aku akhirnya ketemu sama orangtua aku, Pris!" seru Rian gembira. Ia memegang kedua pundakku, lalu mengguncang-guncangkannya. "Sama ayah kandung aku."

"Ayah kandung?" Aku membulatkan mata.

"Ternyata selama ini ayah aku belum meninggal. Dia ada di penjara dan sekarang udah bebas."

Aku terkejut dengan pengakuan Rian.

Lelaki itu berbalik badan dan melihat jam dinding besar yang terus berdetik nyaring. "Dan sebentar lagi dia datang ke sini." Jeda. "Aku ingin kamu orang pertama yang aku kenalin ke Ayah." tambah Rian.

"Siapa yang kasih tau kamu kalau itu ayah kamu?" Mungkin pertanyaan ini tidak sopan, tetapi aku sudah di sini, dan belum melontarkan kalimat apa pun, kecuali yang tadi.

"Ayah tiri aku. Jadi ayah kandung aku dulu nitipin aku di sini sama beliau."

Kulirik ayah tirinya Rian, ia sedang berjalan dari arah tempat cuci piring ke luar, kemudian masuk ke dalam kamar.

"Akhirnya aku bebas, Pris." Rian memelukku sambil membisikkan kalimat itu.

Aku sedikit takut dengan ciri-ciri yang diberikan Rian. Bagaimana kalau ...? Ah, yang di penjara bukan cuma dia Pricillaaa, yang di penjara itu banyak, dan harusnya aku senang dong Rian ketemu sama orangtua kandungnya? Sebagaimana yang dia harapkan sejak lama. Dan itu artinya bagus kan karena dia tidak akan tinggal lagi dengan ayah tirinya yang jahat itu.

Tapi tetap saja aku curiga, "nama ayah kandung kamu siapa, Rian?"

"Namanya," Rian menjeda ucapannya, mungkin berusaha mengingat. "Namanya Jeri. Jeri Ahmadi, persis kayak nama belakang aku."

Oh syukurlah. Aku mengelus dada.

Tuh kan Pris beda, batinku menghapus pikiran praduga yang ternyata memang salah sejak awal.

MY EX FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang