4. Rumah Rian

41.3K 711 6
                                    

Bel pulang sekolah sudah berdering sejak lima belas menit yang lalu. Aku masih setia menulis tulisan-tulisan yang bertebaran di papan tulis. Tinggal sepuluh kata lagi, dan satu kata lagi, aku pun selesai.

Aku memasukkan semua buku-buku, mengecek loker apakah ada barang yang tertinggal atau tidak, lalu bersiap pulang. Keadaan kelas lumayan gaduh. Tapi ada juga beberapa temanku yang bersiap pulang.

Kucek ponsel, ah Rian kemana ya? Tumben tidak mengirim SMS padaku.

"Na, gue duluan ya." kataku pada Alona yang duduk persis di belakang kursiku. Aku pun memutuskan untuk pulang sendiri.

"Oke, hati-hati." balas Alona.

Tiba-tiba saja Franda berteriak dari pintu kelas. "Priiss, ada Rian noh!" Franda berteriak keras, otomatis aku dan seisi kelas menengok ke depan pintu. Dan benar Rian sudah menggendong tas ransel hitam dengan sebelah tangan. Dia berdiri santai.

"Ceee elahhh, emang udah jadian ya lo berdua?" Alona dari belakang berseru usil.

"Apa sih, berisik." Aku memanggul tas pink dan menghampiri Rian di depan kelas.

Aku memang tidak mau memublikasikan hubunganku dengan Rian pada orang-orang, cukup kami saja yang tahu hubungan ini, toh yang menjalani kita juga. Bukan mereka. Biarkanlah hubungan ini mengalir seperti air.

"Duluan Fran," kata Rian, ia melambaikan sebelah tangannya.

Franda di ambang pintu balas melambai dan bilang hati-hati.

Aku dan Rian berjalan berdampingan. Lelaki itu lebih tinggi dariku, aku cuma sepundaknya. Yang aku suka dari Rian itu, wajahnya enak dipandang, cakep.

Di parkiran, Rian bicara, "oya, Kak Flara ngajakin makan siang, mau gak?"

"Loh, bukannya dia lagi di Yogyakarta?"

"Dia lagi pulang ke Bandung sebentar, baru nyampe tadi malem pake pesawat." Rian menjelaskan. "Terus nyuruh ngajak kamu makan siang di rumah."

"Pake pesawat apa?"

"Garuda, penerbangan terakhir." Rian menjawab mantap.

Aku pun mengangguk pada Rian sebagai tanda mau. Sudah lama juga aku tidak bertemu dengan Kak Flara, bagaimana ya kabarnya sekarang?

"Nih." Rian menyerahkan helm, lalu ia memakaikannya ke kepalaku karena aku tidak mau memakai sendiri. "Manja banget sih," celutuk Rian.

"Biarin," Aku mengeluarkan lidahku.

"Cepet naik,"

Rumah Rian dari sekolah itu cukup jauh, tapi tidak terlalu jauh juga sih seperti rumah Alona. Aku sudah pernah ke rumah Rian tujuh kali, bertemu dengan ayah tirinya sekitar tiga kali. Kebanyakan, ayah tiri Rian tidak mau bertemu denganku, entah ke seluruh tamu seperti itu atau hanya terhadapku.

Udara Bandung jam tiga siang tiba-tiba saja menyejuk. Aku bisa merasakan keringatku yang dikeringkan oleh angin. Aku mengeratkan pelukanku di perut Rian, menumpu kepala di bagian pundaknya.

Rian memang banyak dibicarakan oleh orang-orang, tapi aku nggak peduli, aku cuma percaya sama dia.

Akhirnya kami tiba di rumah Rian. Aku turun dari motor dan melepaskan helm. Kedatanganku langsung disambut oleh Kak Flara. Ia memelukku dan mencium dua pipiku sekilas.

"Kangen banget sama kamu, Pricilla. Lama ya kita gak ketemu." ucap Kak Flara. Ia seperti biasa tampil cantik walau dengan make up tipis. "Terakhir empat apa lima bulan yang lalu, ya?"

"Iya, Kakak apa kabar? Kuliahnya gimana di Yogyakarta?"

"Alhamdulilah, lancar-lancar aja. Doain ya, sebentar lagi Kakak udah mau skripsi."

"Amiin, Kak, didoain supaya cepet lulus."

Aku diajak masuk dan langsung disugihi berbagai makanan di meja makan. Aku melirik sekitar, ayah tirinya Rian belum juga kelihatan. Sementara itu Rian baru masuk dan melepaskan sepatu, ia habis memarkirkan motornya di garasi.

Rian duduk di meja makan dan langsung mencomot makanan yang tergeletak di piring. Jelas Kak Flara menegur, "Rian! Cuci tangan dulu!" Kak Flara lalu menjauhkan tangan Rian dari kumpulan makanan.

"Males ah,"

"Ih jangan jorok, cepetan cuci tangan, kalo gak, gak boleh makan." ancam Kak Flara galak.

Rian masih bergeming di tempat. Kak Flara menyuruhku untuk membujuk Rian.

"Rian cuci tangan." kataku pelan, mengikuti apa yang Kak Flara titahkan.

Awalnya Rian hanya diam, tapi akhirnya dia menurut juga. "Iya Tuan Putri,"

Kak Flara menyelutuk, "tuh kan kalo kamu yang suruh cepet,"

Aku tertawa.

Rumah Rian tidak ada yang berubah semenjak pertama kali aku ke sini. Letak barang-barang artistiknya masih tersimpan rapi di tempatnya berada. Struktur temboknya pun masih terbuat dari batu bata, serta bercat putih bersih.

Ketika Rian kembali ke posisi duduknya, keadaan menegang, sebab ayah tirinya Rian tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar. Ia membawa koran dan berjalan hingga duduk di sofa sebelah meja makan.

Kak Flara tetap melakukan pekerjaannya; memasukkan nasi putih ke dalam piring, lalu menawarkan lauk pauk yang kami mau.

"Mau sup, ayam goreng, atau sayur asem?" Kak Flara menawarkan dengan wajah semringah.

"Ini Kakak semua yang masak?" Aku bertanya.

"Iya, semoga suka ya."

"Masih kecil kok udah pacar-pacaran. Sekolah aja dulu yang bener supaya gak nyusahin orang lain."

Itu suara ayah tirinya Rian, ia berdeham sambil membaca koran mingguan. Aku tahu kalimat itu diucapkan untukku. Dan aku tahu ayah tiri Rian tidak menyukai kehadiranku di sini. Air wajahku berubah murung.

"Papa yang sopan dong, ada tamu juga." Kak Flara menegur.

Dari dulu, Rian memang ingin mempunyai orangtua sungguhan. Ia ingin bertemu dengan ibunya yang entah kemana itu. Aku pun cukup prihatin dengan kondisinya saat ini.

***

"Kamu gapapa, Yan?" kataku ketika kami sudah sampai di depan rumahku.

Jam di tangan kiriku berkata sudah jam delapan malam. Tadinya aku ingin naik taksi saja pulangnya, tapi Kak Flara bersikeras supaya aku diantar. Katanya jam-jam segini rawan penculikan, apalagi anak perempuan sepertiku. Aku pun mengiyakan diantar pulang oleh Rian. Di jalan kami tidak mengobrol tentang apa pun. Hingga sekarang aku membuka suara.

Rian tersenyum, "gapapa."

"Dasar sok tegar."

Aku meraih lehernya dan melingkarkan dua tanganku di sana, agak canggung juga karena Rian masih memakai helm dan ia tidak turun dari jok motor. Aku memeluknya tanpa perlawanan, Rian menaruh kepalanya dipundakku.

"I love you, Pricilla." kata Rian ketika aku melepas pelukan.

Mata kami bertemu, kuperhatikan lingkaran hitam di dalam matanya, warnanya cokelat, bukan hitam.

Lalu aku masuk ke dalam.

A/n: By the way Rian itu nama mantan aku pas SMA 😂 wkwk kalian punya mantan namanya Rian juga gak?

MY EX FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang