"Nih, minum dulu."
Alona menyerahkan segelas air teh hangat ketika aku sampai di rumahnya. Aku masih sesenggukan sedikit, dan setelah minum teh hangat itu perasaanku sedikit membaik. Bundanya Alona—Tante Meliana— menerimaku di sini dengan baik, tidak keberatan jika aku menginap sehari, dua hari, atau seminggu.
"Gue—" ucapku yang langsung dipotong.
"Gak apa-apa kalo lo belum siap cerita." Alona mengambil gelas kosong dari tanganku dan meletakkannya di meja.
"Gue udah nggak punya muka lagi, Na!" Akhirnya aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan semenjak tadi. "Gue malu buat datang ke sekolah."
Alona memelukku. "Gue ngerti perasaan lo."
Aku sudah tidak kuat lagi memendam ini semua sendirian, jadi aku ceritakan kisah yang sebenarnya pada Alona. Terserah dia mau berspekulasi apa. Terserah jika dia satu pemikiran dengan Rian yang menganggapku perempuan tidak baik. Aku sudah tidak peduli lagi.
Aku lama-lama bisa gila jika menyimpan ini semua sendirian.
Alona terkesima dengan ceritaku, ia tidak menyangka kejadiannya seperti itu. Ketika aku selesai bercerita, ia memelukku tambah erat. "Ya ampun, Pris. Kenapa lo nggak cerita, sih sama gue? Atau sama Franda? Kenapa lo harus simpan ini sendirian?"
"Gue takut ... gue takut kalo kalian mikir gue pe—"
"Enggak." potong Alona cepat. "Gue malah berpikir kalau lo itu cewek yang kuat." Alona tersenyum.
"Oh, ya?" Aku terkejut.
Alona mengangguk. "Jarang ada cewek kayak lo. Berani mengorbankan diri demi orang lain. That's cool, don't you know?"
Aku tersenyum.
"Nah gitu dong, senyum." kata Alona. "Hidup ini indah tau."
Tante Meliana masuk ke ruang tamu dan duduk di sofa sebelahnya. "Nak Pricilla kalau mau menginap lebih baik ganti baju dulu. Masa tidur pakai baju seperti itu?"
Aku melihat ke arah bajuku seakan baru sadar aku masih memakai baju pesta. "Tapi saya nggak bawa baju ganti, Tante."
"Sudah pakai piyama punya Alona saja. Badan kalian kan tingginya sama, pasti muat." Tante Meliana tersenyum dan memberi kode pada Alona.
"Iya bener tuh, Pris. Lo pake baju gue aja, bentar ya gue ambil dulu," ucapnya lalu berlalu pergi.
"Nak Pricilla mau mandi dulu apa langsung tidur?" tanya Tante Meliana. "Kalau mau mandi, biar Tante siapkan air panas."
Aku berpikir sebentar, tapi ponsel di tas tanganku berbunyi. Ringtone yang menandakan ada SMS masuk. Aku pun mengambilnya.
Pris, Mama bakal pulang telat. Jaga Clara sama Claudia di rumah, ya.
-Mama
"Astaga!" Aku memekik tanpa sengaja. Tante Meliana yang berada tak jauh dariku ikutan kaget.
"Ada apa, Nak Pricilla?"
"Saya harus cepat-cepat pulang, Tante." Aku berdiri. "Saya nggak jadi nginep, ya Tante. Maaf merepotkan malam-malam begini,"
Alona tiba-tiba saja menghampiri ruang tamu. Ia membawa piyama miliknya. "Loh Pris, lo mau kemana?"
"Gue harus pulang, Na. Clara sama Claudia di rumah sendirian."
"Kalo gitu gue temenin lo ya. Bentar gue panggil Pak Ujang dulu," Alona pun pergi ke belakang buat memanggil sopirnya.
"Udahlah, Na, nggak usah. Gue naik taksi aja di depan."
Tante Meliana menyahut, "sudahlah Nak Pricilla bareng saja sama Alona. Bahaya anak gadis pulang larut malam seperti ini sendirian."
Ya sudahlah kalau sudah dipaksa seperti ini aku tidak bisa apa-apa lagi selain mengikuti apa yang dikatakan Alona dan Tante Meliana.
"Sekarang jam berapa, Tante?" Aku bertanya karena Tante Meliana punya jam melingkar di tangan kirinya.
"Hampir jam dua belas malam." jawab Tante Meliana yang langsung membuatku tambah panik.
"Priiis? Ayo!" Alona memanggil dari halaman depan rumahnya, ternyata mobilnya sudah keluar dari garasi.
Aku buru-buru menghampiri mobil itu, Tante Meliana menyusul dari belakang.
"Tante, saya pamit pulang dulu, ya." kataku lalu salim.
"Iya. Sampaikan salam Tante buat Mama dan adik-adik kamu."
"Pasti, Tante."
Alona ikut salim. "Bunda, aku pergi dulu ya."
"Iya Sayang, bilang ke Pak Ujang jangan kebut bawa mobilnya."
"Oke, Bunda. Assalamualaikum."
"Waalaikumsallam."
Kami pun masuk ke mobil itu. Dan Alona memberi tahu alamat rumahku.
Sepenjang perjalanan aku dirundung rasa takut, gelisah, semua perasaan negatif berkecamuk dalam dadaku.
"Gue takut, Na." ucapku.
"Udah lo tenang aja sekarang. Semua pasti baik-baik aja kok."
Aku mengembuskan napas berat, entah harus yangmana yang kupercayai ... perkataan Alona barusan, atau perasaan-perasaannegatif yang timbul dalam diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EX FATHER
Romance18+ Enam tahun sudah berlalu, kini ia kembali mengusik hidup kami. Seri kedua dari My Step Father. Hak cipta dilindungi undang-undang.