Hari-hari sudah berlalu seperti tiupan angin. Berganti dengan bulan baru.
Selama itu pula aku tidak lepas dari senyuman karena melihat perubahan-perubahan Rian. Bila biasanya dia datang ke sekolah dengan wajah sedih, atau dengan luka-luka di sekujur tubuhnya, kali ini benar-benar lain. Dia datang ke sekolah dengan senyuman. Senyuman yang jarang sekali ia perlihatkan kecuali jika sedang bersamaku.
Tidak hanya itu, penampilan Rian juga banyak mengalami perubahan. Seperti contohnya hari ini, ketika ia menghampiri kelasku, kulihat dia menenteng tas baru berwarna hitam, tidak ada lagi tas berlubang atau tas yang ritsletingnya sudah jebol.
Wajahnya juga bersih. Tubuhnya juga tidak sekurus dulu, malah lebih berisi dan ototnya kekar.
Mungkin ini karena ayah kandungnya, entah iya ... entah tidak.
"Pris ...." sapanya penuh senyum. Ah, kalau begini perubahannya, sih, Rian jadi semakin menarik perhatian kaum hawa. Jadi banyak deh yang iri sama aku.
"Kamu kok seneng banget, Yan?" tanyaku sambil berjalan di sebelahnya.
Kami berbincang sambil berjalan menuju parkiran.
"Dia ayah yang baik, Pris." aku Rian. Sudah kuduga ini semua berkat Om Aryo. Ia mengurus Rian dengan sangat baik. "Kemarin dia membelikan aku sepatu ini." Rian menunjukkan sepatu Sketcher-nya yang berwarna hitam. Aku tahu harga sepatu itu tidak murah, karena Mama juga pernah membelikannya untukku, sayangnya aku tidak mau.
"Aku ikut seneng kalo kamu seneng," Aku tersenyum selebar mungkin.
"Feeling kamu itu salah besar, Pris." Rian berusaha mengingatkanku pada obrolan sewaktu aku bicara bahwa Om Aryo itu jahat.
"Iya ya, ternyata dia baik, dia ngebuat kamu berubah."
"Emang iya, ya aku berubah?" tanya Rian tidak sadar akan perubahannya.
Kami sudah sampai di parkiran, dan motor Rian pun letaknya tidak terlalu jauh dari pintu masuk.
"Iya tauuuu," jawabku manja. "Kamu berubah drastis, badan kamu jadi kayak model!"
"Wajahnya gimana?" tanya Rian sambil menaiki motornya.
"Uhhh apalagi! Jadi tambah ganteng," jawabku jujur, aku acak rambutnya sesaat. "Alona aja naksir sama kamu,"
Beberapa waktu lalu memang Alona dan Franda sempat berdiskusi di kelas ketika kelas Rian melewat ke lapangan, kebetulan lewat juga ke depan kelasku. Lalu mereka tak sengaja melihat Rian.
"I—Itu Rian?" tanya Franda kebingungan.
"Buseeet ganteng banget!" puji Alona. "Gue boleh nikung nggak?" Alon balik badan, berseru ke arahku yang langsung aku tabok.
Rian langsung ketawa ngakak saat itu juga. "Masa sih?"
"Udah deh nggak usah kegeeran," Aku mencubit pipinya.
"Terus kamu makin sayang dong sama aku?"
Pertanyaan Rian membuat pipiku bersemu merah. Mungkin sekarang sudah semerah tomat. "Apaan sih? Udah ah,"
"Yeuu jawab dulu!" Rian menahan aku yang hendak naik ke motornya. "Baru naik."
"Iya ... sayaaaaaaaaang banget! Puas?"
"Yang bener, Pris?" Rian tidak percaya.
"Iyalah gimana nggak tambah sayang orang kamunya aja kayak model gini," Aku malu mendengar pengakuanku sendiri. Ya memang sih kami sudah jujur satu sama lain tentang perasaan kami, tapi entah mengapa mengakui itu terang-terangan tetap terasa deg-degan.
Aku naik ke motornya, lalu aku peluk perutnya. "Ganteng sekali ya pacarku ini," kataku berbisik ke telinganya.
"Kamu juga cantik, Pricilla-ku,"
"Ya pokoknya aku beruntung bisa jadi milik kamu,"
"Aku lebih beruntung dong!"
"Ya enggak dong!"
"Aku lebih beruntung pokoknya,"
"Aku pokoknya,"
Kami terus berdebat sampai tidak sadar bahwa motor-motor lain sudah pada jalan kecuali motor kami, padahal kami tiba di sini lebih dulu. Beberapa siswa pun melihat miris ke arah kami. Dikira motor kami kehabisan bensin atau menunggu mengepakkan sayap ke langit.
"Malu ih, jalan, Yan."
"Oke. Kita kemana nih?"
"Lah anterin aku pulang lah,"
"Nggak mau jalan-jalan?" tawar Rian tidak seperti biasanya.
"Boleh, tapi ...,"
"Aku sekarang dikasih uang jajan sama Ayah, jadi nggak perlu khawatir." ujar Rian. "Kita ke bioskop yuk atau kemana kek kayak orang-orang pacaran pada umumnya,"
"Asyiik," Aku memekik senang. Ini pertama kalinya aku dan Rian jalan-jalan, maksudku ini kencan pertamaku dengan Rian. Biasanya kita hanya menghabiskan waktu di rumahku, atau di kantin sekolah. Akhirnya aku dan Rian bisa jadi pasangan normal!
"Siap, Tuan Putri?" tanya Rian, ia menstarter motornya.
"Let's go!"
Author's Note:
Cuma mau curhat dikit aja ... awalnya aku tuh nggak bakal lanjutin cerita ini😂 itu pemikiran aku pas sampai di part 15. Tapi setelah ngeliat apresiasi dari kalian jujur aja itu membuatku berubah pikiran dan memutuskan buat meneruskan cerita wkwkwk😂 aku juga gak pernah bosen ngeliat ratusan notifikasi yang isinya sama setiap hari; vote, komen, masukin ke RL. I'm soo happy wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EX FATHER
Romance18+ Enam tahun sudah berlalu, kini ia kembali mengusik hidup kami. Seri kedua dari My Step Father. Hak cipta dilindungi undang-undang.