20. Menjauh

11.3K 296 2
                                    


Rian: Bby.

Tiga hari dari pertengkaran tidak jelas itu, satu SMS dari Rian masuk ke ponselku pagi ini.

Ini hari Sabtu jam sembilan pagi. Aku baru bangun dari tidur yang nyenyak-tidak-nyenyak semalam. Ya bagaimana bisa nyenyak kalau Rian semenjak pertengkaran kami kemarin sama sekali tidak menghubungiku? Ya ampun! Demi loker Davy Jones, apa kek ... do something! Datang ke rumah bawa bunga? Atau spam calls? Atau kirim ribuan SMS supaya aku memaafkannya?

Tetapi ini? Cuma satu dan isinya singkat pula!

Siapa yang tidak kesal coba punya pacar seperti ini?

Di sekolah pun, aku sedang sibuk-sibuknya dengan berbagai ulangan, PR, kena marah guru, kena omel Mama karena boros, dan banyak lagi masalahku di sini. Aku benar-benar pusing sekarang dengan kehidupanku. Belum pula besok harus berangkat untuk melayani si ... you know who he is.

Dan SMS selanjutnya berisi ajakan dari Rian soal jalan-jalan sore hari ini. Aku berpikir sebentar. Mau nggak ya?

Namun, SMS itu tidak aku balas. Malah aku biarkan begitu saja. Kangen sih sama cowok itu, tapi ... gengsi ah! Aku kan ceritanya lagi marah!

Sampai sorenya, tiba-tiba saja Rian benar-benar datang ke rumahku. Kebetulan Mama ada di rumah, katanya sih kerjaan lagi nggak banyak makanya bisa pulang cepat. "Nak, keluar bentar, tuh ada temen kamu di bawah." kata Mama, ia mengetuk-ngetuk pintu kamarku.

"Siapa sih, Ma?" tanyaku malas.

"Rian."

"Ih kok Mama biarin masuk, sih?"

Akhirnya aku turun ke bawah, sudahlah tidak perlu dandan rapi-rapi atau pakai baju bagus. Rambut aku biarkan tergerai sampai sepunggung. Kaus pun sudah dua hari nggak ganti.

Di bawah ternyata Rian sedang asyik mengobrol dengan Clara dan Claudia. Mereka terlihat senang karena baru saja dibelikan es krim oleh Rian.

"Makasih ya, Kak, ice cream-nya." Claudia mengucapkannya dengan tulus. Dari sini aku lihat mulutnya belepotan cairan berwarna vanila tersebut.

Rian mengelap sudut bibir Claudia dengan lembut. "Sama-sama." Lalu tersenyum.

"Kakak Ganteng siapanya Kak Pricilla, sih?" Kali ini Clara yang bertanya, ia menjilati es krim Cornetto rasa cokelat.

"Kakak itu ... temannya kakak kalian." Rian mengaku. Baguslah dia bilang begitu. Pokoknya baik Claudia atau Clara tidak boleh diperkenalkan pada dunia cinta sebelum mereka remaja.

Rian pun menoleh ke arahku, nampaknya ia baru menyadari keberadaanku di sini. "Pris? Baru bangun tidur, ya?" sapanya halus.

Aku diam saja, lalu menghampirinya.

"Kalau gitu saya duluan ya, Tante. Saya izin pinjam Pricilla-nya bentar." pamit Rian pada Mama.

"Iya silakan Nak Rian, Tante titip Pricilla ya." kata Mama lalu bergerak dari dapur ke arah kami. Begitu melihatku, ia tampak terkejut. "Loh, Sayang? Kamu nggak ganti baju dulu? Masa keluar pake baju gini? Malu dong sama Nak Rian yang sudah datang rapi ke sini."

"Nggak usahlah, Ma. Lagian ini cuma bentar." ujarku sembari memerhatikan pakaian yang dikenakan seorang Riantori Ahmadi. Kemeja lengan panjang, celana jins, dan kelihatan habis mandi. Sementara aku? Hanya memakai pakaian rumahan; kaus sleeveless dan celana pendek jins setengah paha. Rambut juga tergerai asal-asalan.

Mama mau mengkritik lagi soal penampilanku, tetapi dipotong oleh Rian. "Tidak apa-apa kok Tante, saya sudah terbiasa dengan tingkah laku Pricilla yang begini."

"Ya sudahlah kalau begitu." Mama akhirnya menyerah.

"Assalamualaikum Tante." kata Rian sambil menyeret tanganku.

"Waalaikumsallam. Hati-hati, ya kalian berdua."

MY EX FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang