7. Obat dan Luka

22.4K 524 1
                                    


"Assalamualaikum." kata Rian sambil menutup pintu pagar.

Jadinya, tadi aku mengirim SMS pada dua sahabatku itu supaya mereka melempar tas ranselku dari jendela XI IPA 1. Kebetulan memang jendelanya menghadap ke arah bangunan kosong tersebut.

Rian bertanya apa tidak apa-apa jika aku bolos, aku bilang satu kali aja mungkin tidak apa-apa, asal jangan keterusan sampai sebulan.

Dan sekarang Rian mengemudikan motornya ke rumahku. Kebetulan rumah memang kosong, Clara dan Claudia masih sekolah, sementara Mama masih sibuk di kantor.

Aku membawanya ke kamarku. Lalu aku ambil kotak P3K dari kamar Mama.

"Aww ... awww ...." Rian meringis ketika aku mengoleskan obat merah pakai kapas. Ia terus saja meneriakkan kata 'aw' dan 'sakit'. Padahal aku sudah pelan-pelan. "Pelan-pelan dong, Bu Dokter,"

"Ini juga udah pelan-pelan! Emang kamunya aja yang lebay,"

Sesudah itu, aku menempelkan plester ke semua luka-lukanya. "Udah deh selesai, sekarang kamu jadi mumi." kataku sambil menutup kotak P3K.

Rian tertawa sebentar, kemudian dia menarik pinggangku, ia duduk di ranjang, sementara aku masih setia berdiri di hadapannya. Ia mencium bibirku, pertama pelan dan lembut, kemudian berubah menjadi ganas dan brutal.

Aku tahu dia sedang ingin.

Rian perlahan membuka kancing seragamku tanpa melepas kecupannya. Aku ikut membuka kancing seragam putihnya. Kemudian kulepas ritsleting rok abu-abuku. Sekarang aku hanya tersisa dalaman saja.

Rian berhenti, ia mengambil sesuatu dari dompetnya. Lalu memasang itu di kemaluannya.

"Yan, gak perlu."

"Aku gak mau ambil risiko, Pris."

Lalu ia kembali melanjutkan hubungan intim kami. Rian mendorongku ke ranjang, ia membuka celana dalamku dan lanjut menciumiku. Semakin lama semakin panas, apalagi ketika Rian memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Aku menjerit nikmat.

"Ouuuh,"

Rian menggerakkannya keluar-masuk, tambah cepat. Ia meremas payudaraku yang besar, walau ditutupi bra, tapi gerakkannya tetap nikmat.

Aku menikmati itu. Rian juga. Dia mengerang penuh sensasi.

"Ahhhh," Rian berteriak.

Kemudian ia membuka bra-ku, lalu ia mainkan putingku dengan giginya. Aku memegang kepalanya, menyuruh ia melakukannya lagi dan lagi. Rian begitu pintar membuatku terangsang. Ia tahu bagaimana cara melakukan aksi terbaik di ranjang.

"Terus Yann .... Ahhh, aku gak kuat." Kakiku menarik ujung seprei, kemudian aku mengangkang karena bagian tubuh Rian masuk semakin dalam.

Rian terus melakukan itu hingga kami berdua sama-sama lelah dan tertidur di ranjang dengan keadaan sama-sama telanjang. Pakaian kami tercecer sembarang di lantai.

***

"Yan, kamu yakin gak mau tinggal di sini dulu sementara? Lagipula kan di sini ada kamar kosong di lantai bawah. Nanti kamu izin aja sama Ayah kamu kalo kamu ada acara kemah atau apa gitu." saranku pada Rian ketika dia sudah memakai kembali seragam SMA-nya.

"Gak usah, Pris. Aku mau pulang aja." tolak Rian.

Ketika kami menuruni anak tangga, aku bertemu Mama. Tampaknya ia baru saja pulang dari kantornya. Tumben pulang jam segini, nanti aku akan tanyakan ada apa padanya selepas Rian pergi.

Wajah Rian tampak kebingungan, begitu juga dengan Mama.

Oh astaga, aku baru sadar kalau ternyata Rian dan Mama belum pernah bertemu sebelumnya, sebab jam waktu kerja Mama yang menggila semenjak kami pindah ke Bandung.

Aku cepat-cepat mencairkan suasana. "Ma, ini Rian. Rian ini Mama."

Mama menyalami Rian seperti anak sendiri.

"Ini temen sekolahnya Pricilla, ya?" celutuk Mama.

Rian memalingkan wajah sebelum menjawab pertanyaan itu. "I-iya, Tante."

"Sekelas?"

"Oh enggak."

"Sebelahan kelasnya?"

"Enggak juga Tante. Saya jauh di kelas sebelas IPS enam."

Mama nampak bingung. "Lah kok bisa saling kenal?"

"Waktu itu gak sengaja kenal pas ada lomba puisi, kan Pricilla jadi panitianya."

"Ooh." Mama ber-o panjang. "Tadi ngapain?" Mama melirik ke atas, tepatnya ke arah kamarku.

"Eeemm—" Rian kebingungan.

"Tadi abis belajar bareng, Ma." jawabku buru-buru. Ya, kami banyak 'belajar' di atas.

"Belajar bareng rupanya. Sekarang udah selesai?"

"Udah Tante, ini makanya Rian mau pamit pulang."

"Oke oke kalo gitu hati-hati ya,"

"Pulang dulu, Tante." Rian agak membungkuk. Lalu aku mengantarnya sampai ke depan pagar. Sampai motornya benar-benar pergi dan tak terlihat lagi karena motornya berbelok ke arah lain.

Aku pun masuk lagi ke dalam rumah ketika Mama bertanya, "siapa itu, Pris?"

"Temen, Ma." jawabku seperti biasa jika ada orang bertanya. Teman. Bisa dibilang juga friend with benefits.

"O-oh, pacar juga gapapa kok." Mama bergumam. "Cakep ya dia."



A/n:

Fun fact about mehhh adalah..................... kalian mau tau apa? Aku sebener-bener-benernya gak bisa nulis teenfiction guys.

Gatau kenapa tiap diriku nulis fiksi remaja apalagi yg temanya sekolah gitu (misal plot: tabrakan sama cogan, trs berakhir pacaran)... aku gak pernah bisa nulis kyk gitu 😭😭😭 author lain mungkin bakal bikin baper kali ya, tp yg aq buat malah boring gt.

Gatau ini feelnya dpt apa ga:v

MY EX FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang