Alin Aurelina. Siswi kelas X-1. Mungkin tak ada alumnus SMP Negeri 2 Petanjungan yang tak mengetahui namanya. Termasuk aku. Sebagai mantan ketua OSIS dan anak mantan kapolsek, reputasinya sudah melebar hingga ke luar sekolah.
Aku tak tahu berapa banyak lomba yang ia ikuti. Prestasinya yang paling terkenal adalah meraih medali perak OSN Fisika SMP, juara dua cabang pencak silat POPDA Kota Petanjungan, dan membawa SMP-ku menjadi juara umum Jambore Pramuka tingkat provinsi. Kalau disebut semuanya, daftarnya bakal lebih panjang daripada daftar belanja ibuku saat mau lebaran. Jadi cukup sampai di sini saja.
Soal popularitas, Alin dan aku bak langit dan lempung sawah. Baru masuk SMA saja ia sudah memecahkan rekor nilai tertinggi dalam tes masuk. Akan tetapi, yang paling membuatnya terkenal di seluruh penjuru sekolah adalah pidatonya saat penutupan MOS.[*]
[*MOS: Masa Orientasi Siswa]
Waktu itu ia mendapat penghargaan sebagai murid paling disiplin selama pelaksanaan MOS. Saat kakak kelas memintanya untuk memberikan kesan-kesan, ia berkata,
"Sejujurnya, saya tidak menyangka bisa mendapatkan penghargaan ini. Tapi melihat rendahnya standar kedisiplinan Kakak-Kakak sekalian selama pelaksanaan MOS, saya rasa ini wajar. Saya memang anak baru. Jadi wajar kalau saya baru tahu sedikit tentang peraturan di sini. Tapi sepertinya yang Kakak-Kakak ketahui malah jauh lebih sedikit lagi."
Setelah itu, Alin menjadi musuh nomor satu para senior di sekolah ini.
Di kalangan murid baru saja, pendapat para siswa mengenai Alin terbelah menjadi dua. Mereka yang pro-Alin menganggap bahwa Alin adalah seorang pahlawan yang berani menentang ketidakadilan yang dilakukan oleh kakak kelas selama MOS, sedangkan mereka yang kontra menganggap bahwa Alin hanyalah seorang pencari sensasi, sombong, elitis, dan merasa paling benar sendiri. Oh, ada juga golongan ketiga: siswa yang acuh tak acuh. Contohnya aku.
Kudengar reputasinya makin memburuk setelah masuk klub Jurik. Aku jadi penasaran, kenapa ia masuk klub semacam ini?
Aku kembali ke kelas untuk mengambil tas. Tak ada seorang pun di kelas X-2 kecuali aku. Untung pintunya belum dikunci.
"Ciri-ciri orang yang gampang dikucilkan: penentang, suka ngatur-ngatur, dan suka ikut campur urusan orang lain."
Beberapa siswi kelas sebelah masih belum pulang. Tampak cewek berbadan gembrot tengah membaca buku dengan rekan-rekannya. Ada pula seorang cewek berkepang dua dan tiga cewek berhijab. Mereka duduk di kursi panjang di depan kelas X-1.
"Kayaknya aku kenal orang yang sifatnya kayak gini."
"Siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan Alin."
"Eh, jangan disebut! Nanti kualat!"
"Emang dia Voldemort?"
"Pffft!"
Lalu mereka tertawa terbahak-bahak. Saat aku menghampiri mereka, mereka tak menghiraukanku dan tetap tertawa.
"Kalian lihat Alin? Apa dia sudah pulang?" tanyaku.
Tawa mereka berhenti. Kelimanya menatapku. Mereka tampak agak terkejut.
Si gembrot menggelengkan kepalanya. "Dia keluar kelas duluan sebelum yang lain keluar."
"Paling-paling dia lagi nangis di kamarnya," timpal si kepang dua.
"Kok bisa?" tanyaku lagi.
"Tadi dia habis dikerjain,"kata salah satu cewek berhijab. "Ada yang melumuri bangkunya dengan darah. Terus dia nggak sadar udah duduk di atasnya. Habis itu dia keluar tanpa bilang apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. I Project: Devil Must Die
Mystery / Thriller[Pemenang Watty Awards 2019 Kategori Mystery & Thriller] Orang bilang Klub Jurnalistik dijuluki "Klub Jurik" karena ruangannya berhantu. Kalau itu benar, sebagai anggota "gaib", aku adalah salah satu hantunya. Namaku Grey. Aku harus mencegah pembub...