Bagian 38: Fitnah

2.1K 499 64
                                    

Usai mendapat celana ganti, aku dipanggil kepala sekolah. Beliau menanyaiku berbagai macam hal terkait fitnah yang tertulis di mading Klub Jurik kemarin, apa aku menyerang Poppy, kenapa aku berkelahi dengan Jerry, lalu ke mana aku pergi setelah berkelahi. Aku pun menjelaskan semuanya kecuali kepergianku ke hutan dan desa Balongan. Kubilang aku difitnah dan diserang duluan oleh Jerry, tetapi kurasa kepala sekolah punya pendapat lain. Ia berceramah tentang siswa seharusnya begitu dan begini sampai bel pergantian jam pelajaran berbunyi.

Aku malas menceritakannya. Ini lebih membosankan daripada mendengar gosip Red.

Keluar dari ruang kepala sekolah, aku berpapasan dengan Ivan. Ia memasuki ruangan dengan terburu-buru dan ekspresi marah. Setelah Ivan masuk, aku tetap berdiri di depan pintu. Kudengar ia cekcok dengan kepala sekolah.

"Ayah baca berita hari ini, 'kan? Mereka sudah membunuh Diaz. Selanjutnya pasti aku yang mereka incar!"

"Bicara apa kamu?"

"Jangan pura-pura tidak tahu! Sejak Kak Ratna meninggal, anggota klub sering diancam. Lihat yang terjadi sekarang?"

"Itu karena kamu tidak becus dalam mengawasi anggotamu! Bukannya sudah Ayah bilang, jangan ungkit-ungkit kasus itu lagi!"

"Tidak becus? Ayah yang memaksaku jadi ketua klub bobrok itu, lalu membiarkan pembunuh itu berkuasa di sekolah ini. Siapa yang tidak becus, hah? Bukannya Ayah cuma cari muka agar keluarga Rendy mau menaikkan posisi Ayah?"

"Ivan! Jaga mulut kamu!"

"Kalau begitu cepat lakukan sesuatu! Apa Ayah lebih peduli pada bisnis Ayah daripada keselamatan anaknya sendiri?"

Hening sejenak.

"Ayah belum lupa dengan janji Ayah, 'kan? Pokoknya kalau aku jadi ketua OSIS, Ayah harus mengeluarkan Rendy dari sekolah ini!"

"Ivan!"

Terdengar langkah kaki mendekati pintu dengan cepat. Aku pun cepat-cepat bersembunyi di balik tembok terdekat.

***

Sekolah bukan lagi menjadi tempat yang damai bagiku. Di kelas, aku diolok-olok. Saat istirahat di kantin, seseorang melempar bola tenis ke mangkuk sotoku. Setiap aku berjalan, ada saja yang mencoba menjegalku, menghentikan langkahku, merampas makananku, sampai aku harus bersembunyi di kebun belakang sekolah pada jam istirahat kedua agar tak diganggu.

"Grey, dicari ke mana-mana ternyata di sini."

Red membuyarkan lamunanku.

"Jarang-jarang kau makan es tung-tung sampai tanganmu belepotan begitu."

Begitu sadar, es tung-tung yang kubeli sudah mencair. Aku pun cepat-cepat membersihkan tanganku dan memakan sisanya.

"Aku sudah mendengarnya," ucap Red. "Kau diganggu fans Poppy, 'kan?"

Aku tak membalas.

"Aku tahu kau tak salah, Grey. Kau bisa curhat padaku kalau kau mau."

Red duduk di sisiku.

"Aku punya sifat yang buruk," ujarku. "Saat difitnah begini, yang kupikirkan cuma bagaimana cara agar pelakunya menderita."

"Bisa dimaklumi. Aku juga begitu saat melihat Alin diganggu."

Aku bergeming.

"Apa kau ingin membersihkan namamu?" tanya Red.

"Nah."

"Apa kau ingin menemukan pelakunya dan menghajarnya?"

"Percuma. Selama lumbungnya masih ada, membasmi satu tikus tidak akan membuat sekolah ini bersih."

Mr. I Project: Devil Must DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang