Apa itu Gu?
Belum sempat aku berpikir, punggungku didorong.
"Woy! Pagi-pagi udah bikin ribut!" bentak cowok berambut botak bergaris-garis. Bondan. Ia mengangkat tangannya, bersiap-siap untuk menghajarku. Untungnya tindakannya dicegah oleh kedua rekannya.
"Sabar, Ndan," ucap Rustam, si muka rempeyek.
"Dia perlu diberi pelajaran!" Bondan berbalik padaku. "Udah enggak bantu bersih-bersih, malah mengotor-ngotori kelas!"
Tidak bantu bersih-bersih? Lalu siapa yang bersih-bersih saat kau cuma ngakak-ngakak soal cewek pada KTS hari pertama?
"Mengotori kelas?" tanya Red sebelum aku sempat memprotes. "Justru aku yang harusnya tanya, siapa yang menaruh benda menjijikan ini di laci Grey?"
"Oh, jadi kamu lebih memihak sampah itu daripada kami?" tanya Bondan sambil menunjukku.
"Hei! Siapa yang sampah?" Red kelihatannya makin terpancing.
"Cukup, Ndan," ucap cowok bertubuh jangkung. Ia menatapku sinis. "Biar mereka berdua membereskan kekacauan ini."
Ada yang tidak beres. Aku tahu aku yang menjatuhkan kaleng itu, tapi hei, bukankah seharusnya mereka mendengarkanku dulu?
"Tapi, Za," keluh Bondan pada cowok tinggi di sebelahnya. Kini aku ingat. Namanya Ilyasa Yunus Zakaria, biasa dipanggil Iza. "Mana mungkin aku bisa diam melihat bedebah ini bertindak seenaknya? Kamu tahu 'kan yang dia lakukan pada Poppy?"
Aku terperanjat. "Ada apa dengan Poppy?"
Bondan mencengkeram kerah bajuku. "Berengsek! Pura-pura tolol lagi!"
"Apa yang—"
Aku terdiam. Sayup-sayup kudengar bisikan-bisikan para penghuni kelas. Makin lama makin keras.
"Apa benar Grey bikin Poppy nangis kemarin?"
"Katanya dia enggak terima gara-gara ditolak, 'kan?"
"Serius? Ih, cowok kok gitu."
"Duh, kupikir Grey itu polos. Ternyata suka main kasar. Ewh, ilfeel."
"Dari tampangnya juga kelihatan kalau dia anak yang bermasalah. Mungkin itu alasan Pak Seta memasukkannya ke Klub Jurik."
"Belum seminggu di sana udah ketahuan busuknya."
Terima kasih atas komentarnya. Aku tak habis pikir. Bagaimana bisa pertemuanku dengan Poppy berkembang jadi gosip sekacau ini hanya dalam sehari?
"Semuanya sedang membicarakanmu, Grey. Fotomu dan Poppy terpampang di Mading Klub Jurik."
Keterangan Iza seolah menjawab pertanyaan batinku.
Mading Klub Jurik? Pertanda buruk.
Aku bergegas ke luar kelas. Sesampainya di luar, Red mengejarku. Namun, langkahnya dihentikan oleh teman-teman sekelas kami.
"Eits! Mau ke mana?" bentak Anisa, cewek berjilbab yang jadi ketua kelas kami.
Red berusaha mengelak. "I-ini pasti salah paham! Grey enggak mungkin melakukan itu!"
"Tetap harus ada yang membereskan kekacauan ini."
"T-tapi—"
"Bersihin!"
Maaf, Red. Aku mengandalkanmu.
Kupercepat langkahku hingga tiba di lorong tempat Mading Klub Jurik dipasang. Bau anyir tercium sampai sekitar sepuluh meter dari papan. Sambil menutupi hidungku, kudekati papan kayu reyot penuh sumpah serapah itu. Di tengah-tengahnya, terpampang kertas berukuran A2 berisikan fotoku bersama Poppy di belakang aula kemarin. Dilihat dari sudut pengambilan gambarnya, memang tampak seolah-olah aku hendak menampar Poppy dan membuatnya menangis. Padahal nyatanya aku cuma ingin merebut ponselku kembali. Ada tulisan besar di atas foto itu, mirip headline koran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. I Project: Devil Must Die
Mystery / Thriller[Pemenang Watty Awards 2019 Kategori Mystery & Thriller] Orang bilang Klub Jurnalistik dijuluki "Klub Jurik" karena ruangannya berhantu. Kalau itu benar, sebagai anggota "gaib", aku adalah salah satu hantunya. Namaku Grey. Aku harus mencegah pembub...