Sorenya, aku pergi ke kafe Re:Noir untuk menemui Gita. Aku kecewa yang menyambutku di meja resepsionis bukan Karina. Aku menanyakan keberadaan Gita. Dia bilang Gita tak di sini. Kutanya lagi di mana. Dia memberitahuku alamat Gita, di kos Merpati. Aku pun berterima kasih dan pergi. Dia tampak tak senang setelah tahu aku datang tanpa memesan.
Kos putri Merpati letaknya tak jauh di belakang kafe. Tak sulit menemukan Gita. Sejak aku melewati pintu gerbang, ia tampak sedang bermain catur di teras bersama Karina.
Mereka berdua tak menyadari kedatanganku meski aku telah berdiri di belakang Gita. Karina begitu fokus dengan permainannya. Ia tampak percaya diri melangkahkan bidak-bidaknya. Gadis berjilbab itu bahkan tak ragu mengorbankan kudanya untuk menyerang raja Gita.
"Itu jebakan," ucapku saat pion Gita hendak memakan kuda milik Karina. "Kalau kau memakannya, lajur benteng terbuka, dan kau bakal diskakmat oleh menteri."
"Kya!!!" Seketika Gita menoleh dan menjerit seperti anak kucing. Ia berdiri dan mundur beberapa langkah dariku.
"Grey! Mau apa kamu ke sini? Mau cari mati, hah?!" bentaknya sambil mengangkat sendal.
"Tidak, tidak, tenanglah," pintaku. "Aku ke sini cuma mau wawancara buat tugas klub."
"Tugas klub? Kamu enggak lihat kalau ini kos-kosan cewek?! Pasti kamu ke sini buat ngintip, 'kan? Aku tahu klubmu itu sarangnya stalker!"
"Aku tak melihat tanda cowok dilarang masuk di sini."
"Aku nggak peduli! Keluar!" Gita benar-benar melempar sendal di tangannya. Untung aku bisa menghindar.
"Kenapa marah? Karina juga tak keberatan," kataku sambil menoleh pada Karina. "Aku boleh main, 'kan?"
Karina mengangguk dengan ragu-ragu.
"Tuh."
"Terus kenapa? Ini tanah milik keluargaku. Karina cuma ngekos di sini. Kalau aku bilang pergi ya pergi!"
Kedua tangan Gita tampak gemetaran.
"Maaf, aku tahu kau benci cowok," ucapku. "Aku yakin kau juga makin membenciku jika aku mengungkit-ungkit soal masa lalumu, tapi aku tak punya pilihan. Klub kami dalam bahaya sekarang. Aku tak mau ada korban lagi. Kau tahu, 'kan? Tolonglah, aku butuh bantuanmu."
"Umm ... Git, mending kita bicara di dalam aja deh," sela Karina.
"Aku belum ngizinin dia masuk," tolak Gita sambil tetap menatapku. "Masa laluku? Kamu ke sini cuma mau tanya soal itu? Aku udah diwawancarai berkali-kali sama orang-orang dari klubmu sejak belum masuk Smansa sampai mulutku berbusa. Daripada buang-buang waktumu ke sini, tanya aja sama senior-seniormu."
"Ya, tapi bukan soal surat pengaduan yang kaukirim," sanggahku. "Ini soal Phantom Club."
Ada sedikit perubahan dari mimik muka gadis berambut pendek itu.
"Phantom Club? Klub konyol apa lagi itu?"
"Kau tahu tentang mereka?"
"Maaf, enggak tahu," ujarnya sambil melenggang masuk.
"Tunggu." Aku menunjukkan kartu aneh yang Roy berikan padaku. "Aku juga anggota Phantom Club. Ini kartu anggotaku. Kau tak perlu sungkan bicara denganku."
"Penipu. Phantom Club enggak pernah ngeluarin kartu anggota."
"Ah, rupanya kau memang tahu sesuatu tentang Phantom Club."
Gita menatapku tajam. "Kamu emang cari mati."
Aku tersenyum.
"A-anu, k-kayaknya aku harus pergi," ucap Karina sambil beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. I Project: Devil Must Die
Mystery / Thriller[Pemenang Watty Awards 2019 Kategori Mystery & Thriller] Orang bilang Klub Jurnalistik dijuluki "Klub Jurik" karena ruangannya berhantu. Kalau itu benar, sebagai anggota "gaib", aku adalah salah satu hantunya. Namaku Grey. Aku harus mencegah pembub...