Kamar Mas Diaz adalah tipikal kamar seorang otaku garis keras. Poster-poster bergambar gadis anime berambut hitam panjang tampak menghiasi dinding. Rak bukunya penuh dengan komik, sementara seprei dan sarung bantalnya mengandung gambar yang berpotensi disensor KPI. Meja belajarnya penuh dengan patung figurin tokoh anime dan tempelan-tempelan stiker yang semuanya berhubungan dengan anime.
Selain itu, di berbagai penjuru ruangan tersebar barang-barang elektronik seperti konsol video game, kaset, beserta controller-controller-nya. Di atas kursi, terdapat laptop dan kabel charger yang masih tersambung dengan stopkontak. Alin langsung membuka laptop itu begitu masuk kamar. Sepertinya ia lebih penasaran daripada aku.
"Azka, kamu tahu password laptop Mas Diaz?" tanya Alin ketika laptop di depannya sudah menyala.
Azka menggeleng.
"Duh." Alin membuka tudung jaket dan garuk-garuk kepala. Tangannya mencoba beberapa kombinasi. Selang lima belas menit, ia menyerah.
Ia berhenti mengotak-atik laptop dan mengalihkan perhatiannya pada lemari belajar. Buru-buru ia menggeledah isinya, entah mau mencari apa. Namun, apa pun yang ia cari, kelihatannya ia tak menemukannya. Ia lalu membuka lemari pakaian, mengintip ke kolong ranjang, dan menyuruhku minggir dari ranjang untuk menggeledah seprei. Usai menegakkan badannya lagi, ia membuka maskernya, sehingga tampak keringat membasahi wajahnya. Napasnya terengah-engah. Ia terlihat panik.
"Coba sini," ucapku mencoba mengisi kolom kata sandi laptop Mas Diaz. Ada satu ide konyol yang terlintas di kepalaku. Namun, tak ada salahnya dicoba.
1_f41l3D
Selepas mengetikkan kombinasi tersebut, kutekan enter. Tak lama kemudian pointer berputar dan laptop tersebut mengeluarkan musik pendek tanda masuk ke desktop.
Alin berhenti mengacak-acak kamar dan segera mendekatiku.
"K-kok kamu tahu password-nya?"
"Entahlah. Tebakan beruntung?"
Itu adalah kata sandi yang Mas Diaz kirimkan padaku Minggu kemarin—beserta tautan mencurigakan yang berisi catatannya tentang Kak Ratna. Sebenarnya aku juga tak menyangka bahwa itu juga kata sandi laptopnya. Karena itu, seperti yang kubilang, selebihnya adalah tebakan beruntung.
"Dasar aneh," kata Alin. Ia tak menginterogasiku lebih lama dan langsung berfokus pada laptop tersebut.
Untuk seseorang bertampang suram, laptop Mas Diaz penuh dengan warna-warna cerah seperti kamarnya. Wallpaper-nya bergambar—coba tebak—cewek anime yang memegang gitar. Icon-icon desktop-nya juga penuh dengan aplikasi-aplikasi yang tak kuketahui fungsinya serta game-game bergambar anime. Ada satu icon yang menarik perhatianku sekaligus tak menarik perhatianku. Icon tersebut bernama video bokep, tetapi gambarnya adalah lambang Internet Explorer.
Sebelum aku melihat isinya, Alin mengusir tanganku dan membuka jendela Windows Explorer. Ia kemudian menggeledah dokumen dan data-data, lalu membuka isi folder satu per satu. Yang ia temukan adalah anime, gambar anime, musik anime, game anime, beberapa aplikasi yang tak kuketahui fungsinya, serta dokumen-dokumen yang tidak penting. Aku berharap setidaknya Mas Diaz menyimpan data saat ia jadi sekretaris Klub Jurik tahun lalu. Entah ia sengaja menyembunyikannya di suatu folder, atau data itu memang tak ada di sini. Isi laptop ini terlalu polos untuk ukuran seorang hacker. Atau mungkin karena ia seorang hacker sehingga isi laptop ini terlalu polos.
Alin menghela napas berat. Ia berdecak lidah beberapa kali sambil mengklik-klik tetikus berharap mendapat informasi yang penting. Matanya yang biasanya tajam kini tampak sayu. Aku penasaran kapan terakhir ia tidur.
"Kau sudah selesai? Sekarang giliranku," ucapku sambil merebut tetikus dari tangan Alin. Kuperkecil layar Windows Explorer dan mendekatkan pointer ke icon Internet Explorer berjudul video bokep.
Alin menabok punggungku. "Grey! Jangan main-main! Kalau mau lihat gituan pulang aja sana!"
"Kau naif, Lin. Kaupikir cowok bakal meletakkan koleksinya di desktop yang berpotensi dilihat banyak orang, apalagi menamainya 'video bokep'? Cowok biasanya meletakkan koleksinya di tempat yang tak banyak menarik perhatian dan memakai nama yang membosankan," terangku. "Ini jelas mencurigakan."
Alin memandangku jijik. "Dih. Kamu nggak malu apa bilang gitu di depan cewek?"
Aku mengabaikannya dan membuka folder tersebut. Tak lama kemudian muncul beberapa gambar dan video.
Dugaanku meleset.
"Aaahh! Tutup! Tutup nggak! Kalau nggak tutup kucolok matamu!" bentak Alin sambil mendorong-dorong kepalaku sampai hampir membentur keyboard. Sementara tangan kanan Alin menutup kedua matanya.
"T-tunggu, Lin! Coba lihat dulu!"
"Lihat apaan dasar mesum!"
"Pemeran ceweknya! Sebagian pemeran cewek di koleksi video Mas Diaz memakai seragam sekolah kita!"
Memang benar ini folder video bokep. Namun, ini bukan koleksi video bokep biasa. Tak ada satu pun video yang pemeran ceweknya dari luar negeri. Rentang usianya juga tampaknya masih seumuran denganku. Dan tak salah lagi, beberapa cewek di video ini memakai seragam batik Smansa Petanjungan.
Pelan-pelan Alin membuka matanya meski masih tampak ragu-ragu.
"Eh, i-itu kan mantan pacar Kak Rendy."
"Benarkah?" tanyaku.
"Aku enggak begitu tahu yang lainnya sih. Tapi beberapa aku pernah lihat jalan sama Kak Rendy. Coba lihat, Grey. Apa ada cowok di video-video ini yang mirip Kak Rendy? Itu bisa jadi bukti buat membongkar kedoknya."
Alin yang tadinya malu-malu melihat bokep kini tampak antusias.
"Coba saja cari. Ada puluhan video di sini. Aku takut pertahanan bawahku jebol kalau melihatnya satu per satu."
Alin melotot dan mengernyitkan dahi. Apa boleh buat. Aku cowok.
"Lagi pula, aku ragu Rendy bakal seceroboh itu. Kelihatannya dia tipe orang yang sangat menjaga reputasinya," tambahku.
Pertanyaanku, dari mana Mas Diaz mendapat video-video ini? Ini bukanlah koleksi yang bisa didapat hanya dengan sembarang searching di internet. Aku sering mendengar skandal di lingkungan SMA-ku, tetapi baru kali ini aku melihat buktinya. Bukan cuma satu, tetapi puluhan. Selain itu, kualitas videonya lebih bagus daripada sekadar rekaman biasa, meski masih kalah dengan JAV. Seolah-olah semua ini memiliki skenario layaknya film bokep profesional.
Pada bagian akhir, masih terdapat beberapa folder lagi bernama Subjek 1, Subjek 2, Subjek 3, dan seterusnya.
Tiba-tiba aku mendapat firasat buruk.
Kubuka folder Subjek 1. Tidak ada video. Hanya ada foto cewek berambut pendek dengan seragam SMP. Beberapa di antaranya hanya foto biasa tanpa menampakkan sesuatu yang vulgar. Sisanya adalah foto-foto cewek tersebut dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Lokasi pengambilan gambarnya umumnya berada di toilet, kolam renang, atau ruang ganti. Dari sudut pandangnya, tampaknya gadis itu tak menyadari keberadaan kamera. Dengan kata lain, dia difoto tanpa izin.
"Grey," panggil Alin. Pupil matanya melebar.
"Aku tahu."
Itu adalah foto cewek yang pernah kutemui di kafe Re:Noir. Cewek yang juga ikut terlibat dalam kasus loker Alin kemarin.
Itu adalah foto Gita Mariska.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. I Project: Devil Must Die
Mystery / Thriller[Pemenang Watty Awards 2019 Kategori Mystery & Thriller] Orang bilang Klub Jurnalistik dijuluki "Klub Jurik" karena ruangannya berhantu. Kalau itu benar, sebagai anggota "gaib", aku adalah salah satu hantunya. Namaku Grey. Aku harus mencegah pembub...