Aby melirik jam yang ada di dinding ruangannya. Pukul empat sore. Jam pulang kantor masih satu jam lagi tetapi ia merasa tubuhnya sudah benar-benar lelah. Kepalanya terasa berdenyut-denyut dan Aby pikir ada yang tidak beres dengan tubuhnya.
Ia menyandarkan kepalanya pada bantalan kursi dengan satu tangan yang memijit- mijit dahi dan matanya yang terpejam.
Pikirannya mulai berkelana memikirkan waktu yang terlalu cepat berlalu. Sudah satu minggu berlalu yang itu artinya sudah dua minggu Millen pergi meninggalkan dirinya. Karena sampai saat ini Millen belum juga mau pulang ke Jakarta.
Saat kemarin ia ke Bandung, Aby menginap di sana selama tiga hari. Meskipun mereka tinggal di villa yang sama, Millen selalu mengurung diri di kamar.
Tidak sekali pun ia berbicara pada Aby. Ia seperti menganggap ada keberadaan suaminya di sana. Dan Aby, ia tidak ingin kembali ke Jakarta sebelum istrinya mau pulang bersamanya.
Namun niatannya itu harus batal saat ia menerima telepon dari atasannya yang marah dan mengatakan bahwa pekerjaannya sudah menumpuk dan mengatakan dirinya tak profesional.
Tentu saja atasannya marah besar karena ia bolos kerja selama tiga hari tanpa keterangan yang akhirnya membuat semua pekerjaannya menjadi berantakan.
Dan karena tak ingin memperparah keadaan ia pun akhirnya pamit kembali ke Jakarta dengan sebelumnya mengatakan pada Millen bahwa ia akan kembali ke Bandung menjemputnya.
Namun sampai saat ini ia belum sempat kembali ke Bandung yang lagi-lagi disebabkan oleh pekerjaannya yang masih menumpuk.
Setengah jam berselang, pintu ruangan Aby terbuka lebar menampilkan Bagus yang melangkah masuk ke dalam sambil membawa map berwarna hitam.
Ia mengernyitkan dahi saat melihat sahabatnya yang tengah meletakkan kepala di atas meja dengan kedua tangan yang dilipat menjadi bantalannya.
Selama dua minggu ini Bagus memang selalu melihat wajah sahabatnya yang kacau, kusut, stress, berantakan, tak bersemangat dan lain sebagainya. Dan tanpa bertanya pun ia tahu apa yang menyebabkan Aby menjadi seperti itu.
Tentu saja karena masalahnya dengan Millen yang masih belum menemukan titik terang.
“By, kenapa lo?” ia menepuk bahu Aby
Aby yang sejak tadi memejamkan mata membuka matanya lalu mengangkat kepalanya yang terasa semakin berdenyut-denyut. Bagus sedikit terkejut melihat wajah Aby yang memerah dan terlihat seperti sedang menahan rasa sakit, “lo sakit?”
“badan lo panas banget” ia menempelkan tangan di dahi Aby yang langsung ditepis oleh Aby. “Ayo cepet gue anterin pulang sekarang”
“gue bisa sendiri”
Aby menyambar kunci mobil kemudian mencoba berdiri, ia sedikit terhuyung namun tangannya langsung cepat berpegangan pada kursi.
“ya emang lo bisa pulang sendiri. Tapi gue yakin lo nggak akan sampe rumah tapi malah sampe ke rumah sakit. Sini kuncinya”
Bagus merebut kunci mobil di tangan Aby kemudian berjalan lebih dulu keluar ruangan. Ia akan mengambil tasnya terlebih dulu.
Sementara Aby tak membantah ucapan Bagus lagi karena ia sendiri pun tak yakin akan tiba dengan selamat jika menyetir mobil dengan kondisi seperti ini.
Di perjalanan pulang, Bagus menginjak pedal rem saat lampu berubah warna menjadi merah. Ia menolehkan kepalanya menatap Aby yang terlihat makin tidak beres.
Aby menyandarkan kepalanya ke bantalan kursi dengan mata terpejam. Tangannya ia lipat di dada seperti memeluk dirinya sendiri. Bagus paham sahabatnya itu sedang kedinginan, ia pun berinisiatif mematikan AC mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Love [Completed]
Narrativa generaleSemua terasa membingungkan bagi Milen. Aby yang setahun lalu meminta putus secara tiba-tiba datang bersama keluarganya untuk melamar Millen. Belum cukup sampai disitu, Millen pun merasa ada yang aneh saat melihat kedekatan antara Aby dan Aksen--anak...