BAGIAN 3

16.9K 1K 10
                                    

Allah tidak pernah salah dalam menakdirkan sesuatu. Karena di balik sebuah takdir, ada takdir lainnya yang akan menyusul. Baik atau buruk takdir itu, tergantung dari diri manusia itu sendiri.

* * *

TAK BERHAK

Rahman berdiam diri di samping halaman rumah setelah membantu Marni menyelesaikan pekerjaannya. Ardi yang sedang tak ada jadwal mengajar di pesantren pun mendekat padanya.

"Kenapa kamu melamun?," tanya Ardi, pelan.

Rahman tersentak sesaat, lalu tersenyum pada Ardi.

"Kamu lagi mikirin apa? Kok sampai kaget karena kutegur?," goda Ardi.

Rahman sangat mengenal sifat konyol Kakak iparnya itu dengan baik.

"Aku mau tanya sesuatu, kalau A' Ardi tidak keberatan menjawab," ujar Rahman.

Ardi pun ikut duduk di samping Rahman sambil menikmati angin sore.

"Tanyakan saja. Saya ini Kakakmu juga, jadi jangan segan-segan untuk bertanya. Kapan pun itu," ujar Ardi.

Rahman menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.

"Saya menyukai seseorang A'...," ujar Rahman, jujur.

Ardi menatapnya.

"Tapi entah kenapa, saya jadi takut sama perasaan saya sendiri. Saya takut diri saya ini akan mengecewakan dia, jika dia tahu bahwa saya menyukainya."

"Apakah saya mengenal wanita itu?."

"Ya..., Aa kenal, tapi saya belum mau memberitahu siapa wanita yang saya maksud."

"Sejak kapan kamu suka dia?."

"Sejak awal bertemu dengannya dan sejak awal bicara dengannya."

Ardi tahu betul bagaimana perasaan Rahman saat ini.

"Saya juga pernah merasakan hal yang sama seperti kamu Dek..., saya pernah seperti itu terhadap Kakakmu. Tapi satu pesan saya, jangan terlalu lama kamu simpan perasaan itu. Kalau kamu memang menyukai wanita itu, katakan padanya dan ajak dia menikah. Jangan sampai terjadi fitnah antara kamu dan dia. Atau yang lebih parah, jangan sampai dia sudah lebih dulu dilamar orang dan kamu terlambat," saran Ardi.

Deg!!!

Rahman tak pernah berpikir sampai di situ. Ia menatap Ardi.

"Allah lebih menyukai orang-orang yang berani berterus terang ketimbang orang-orang yang menyembunyikan sesuatu. Dalam urusan perasaan, setan bisa saja menyusupi hatimu sehingga kamu lupa akan norma-norma agama. Dan jika kamu lupa, maka akan terjadilah yang namanya perzinahan," jelas Ardi.

Rahman mendengarkan dengan baik.

"Begitupula dengan masalah lain yang akan datang akibat kamu yang terus menyembunyikan perasaanmu itu. Jika ada orang yang melamarnya duluan kepada Orang tuanya, maka sudah jelas tertutup lah jalan untukmu, dan kamu tidak bisa menikah dengannya. Lalu apa masalahnya??? Dendam! Kamu akan merasakan dendam yang amat dalam di hatimu, sehingga kamu akan dibisiki oleh setan dan berbuat yang lebih buruk dari perzinahan. Maka dari itu, jika memang kamu yakin dengan perasaanmu padanya, katakanlah..., dan ajak dia menikah," Ardi meyakinkan.

Rahman menatap Ardi sekali lagi.

"Tapi bagaimana jika ternyata dia menolak perasaanku padanya?," tanya Rahman, sekali lagi.

Ardi tersenyum.

"Itu tandanya, dia bukan jodohmu."

* * *

Risya POV

Aku hendak menghampiri Suamiku dan Rahman ketika akhirnya aku mendengar apa yang mereka bicarakan.

Aku sangat mengerti jika Rahman tak memiliki rasa percaya diri untuk mengatakan perasaannya pada wanita yang ia sukai.

Masa lalu keluarga kami lah yang menjadi acuannya. Ya..., kelamnya masa laluku, sulitnya hidup kami di bawah penindasan Almarhum Bapak, dan juga identitas mantan narapidana yang dipikul oleh Rahman setelah ia membunuh Bapak, meskipun itu adalah bagian dari pembelaan diri.

Mantan narapidana, ya tetaplah mantan narapidana. Wanita mana yang mau menerima seorang pria dengan identitas sejelas itu? Dan Orang tua mana yang mau menikahkan puterinya pada pria yang sudah tercoreng dalam kelamnya masa lalu?

Hatiku mendadak kembali merasa perih apabila kembali mengingat semua itu. Di sudut hatiku yang paling dalam, aku sangat penasaran tentang siapa wanita yang Rahman sukai?

Apakah wanita itu shalehah? Apakah wanita itu tidak akan menyakiti hati Rahman dan mengungkit masa lalunya? Apakah Rahman akan benar-benar di terima atau wanita itu hanya akan berpura-pura menerimanya?

Ku dekap Zulfa dalam pelukanku. Aku mengingat setiap momen di mana Ardi selalu melindungiku, mencintaiku, dan bahkan mengikatku dalam kehidupannya tanpa membahas masa laluku.

Apakah Allah menciptakan satu lagi manusia yang memiliki sifat seperti Ardi? Apakah Adikku akan mendapatkan pendamping yang benar-benar menerimanya seperti Ardi menerimaku apa adanya?

Satu sentuhan lembut di pundakku membuat aku tersentak. Wajah Ardi yang tersenyum seraya menatapku pun terlihat jelas di depan mataku. Ia mengecup keningku dengan hangat dan mengecup pipi Zulfa dengan penuh kasih sayang.

"Jalan-jalan yuk..., biar Zulfa sama Ummi nggak bosan karena berada di rumah terus seharian," ajaknya.

Aku membalas senyuman itu lalu mengangguk setuju. Ardi pun segera memberi tahu Ibu dan Rahman agar mereka bisa ikut.

Ya..., begitulah Ardi. Dia mengajakku dan Zulfa untuk jalan-jalan tapi takkan pernah melupakan Ibu dan Rahman. Salah satu hal yang tidak akan pernah berubah darinya.

Sekali lagi, aku menatap Rahman dan dengan penuh harap, aku berdo'a untuknya agar wanita yang dia sukai tidak pernah menolaknya dan akan selalu bisa menerimanya jika mereka ditakdirkan untuk berjodoh.

Amin.

* * *

Imam Pilihan Allah [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang