BAGIAN 28

10.9K 825 4
                                    

Hamba-hamba yang berserah diri akan selalu ada dalam naungan ridha-Nya.

* * *

PADA AKHIRNYA

Ria sangat frustasi dengan apa yang sedang ia hadapi. Pencarian jejak Tio tak mendapatkan hasil apapun. Pria itu seakan menghilang tanpa jejak. Sudah banyak tempat ia datangi, bahkan ke tempat keluarga pria itu, namun tetap tak ada hasil.

"Tio bukan keluarga kami!!! Kalau pun dia datang ke sini maka kami tidak akan pernah menerimanya!!! Anak dari perempuan muslim itu sudah merusak nama baik keluarga kami!!! Gara-gara Ibunya, Adik kami berpindah agama dan memilih menjadi muslim!!!," kata Pamannya

"Pergi sana!!! Cari saja di tempat lain!!! Mungkin dia sudah mati di kolong jembatan!!!," kata Bibinya.

Sudah tak ada daya dalam diri Ria untuk menemukan pria itu. Kini semua orang akan mencemoohnya karena telah menolak jodoh.

'Bagaimana jalan hidupku selanjutnya?.'

* * *

"Bismillahirrahmanirrahim..., saya nikahkan, Tio Maulana bin Axel Lim Xian dengan Amira Shadiqqa binti Fajar Darmawan, dengan mas kawin berupa delapan gram perhiasan emas, serta seperangkat alat shalat dan Al-Qur'an dibayar tunai karena Allah ta'ala."

Tio menarik nafasnya dalam-dalam.

"Saya terima nikahnya Amira Shadiqqa binti Fajar Darmawan, dengan mas kawin berupa delapan gram perhiasan emas, serta seperangkat alat shalat dan Al-Qur'an dibayar tunai karena Allah ta'ala."

Penghulu bertanya kepada para saksi beberapa saat.

"Sah!!!."

Semua orang mengangkat tangan mereka untuk berdo'a.

"Barakallah laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fil khair."

"Amin!!!."

Segenap hati bertasbih menyebut namanya, memasrahkan diri dan berserah diri kepada Allah. Menjalani takdir yang telah tertulis. Melangkah dengan pasti di jalan-Nya yang penuh dengan kebahagiaan.

Subhanallah...

* * *

Tio akhirnya selesai mengantar pulang para tamu yang hadir di rumahnya hari itu. Mereka turut berbahagia atas pernikahannya dengan Mira, wanita pilihan hatinya.

Ketika ia menutup pintu rumahnya, Mira pun keluar dari dalam kamar untuk membereskan sisa-sisa piring dan gelas kotor untuk dicuci. Dia tak mengenakan niqob-nya, sehingga Tio bisa dengan bebas memandangi wajahnya.

Cup!

Mira terpaku di tempat saat Tio mengecup pipi kanannya dengan cepat. Tio begitu menyukai wajah Mira yang melukiskan semburat merah di kedua pipinya. Ia tak pernah bosan akan hal itu.

"Ummi istirahat saja, nanti biar Abi yang beresin," ujar Tio.

"Jangan Bi..., masa Abi mau cuci piring," balas Mira, yang masih gugup.

Tio tersenyum.

"Tapi Abi boleh masak kan ya???," tanya Tio.

Mira tersenyum sambil membawa setumpuk piring kotor ke arah dapur.

"Memangnya Abi mau makan apa? Bilang saja, biar nanti Ummi yang masakin," tanya Mira.

"Abi suka chinese food..., Ummi bisa masak chinese food nggak?," Tio memberi tes.

"Insya Allah bisa Bi...," jawab Mira.

"Yakin???," Tio menggoda.

"Iya..., yakin."

Tio mengeluarkan beberapa bahan dari dalam kulkas dan segera meracik bumbu.

"Kita masih dapat jatah cuti satu minggu kan? Besok kita jalan-jalan ya Mi...," ajak Tio.

"Memangnya Abi mau ke mana?," tanya Mira.

"Kemana aja..., yang penting sama Ummi," jawab Tio, seraya tersenyum.

Kedua pipi Mira terasa hangat saat mendengar apa yang Tio katakan. Bibirnya membentuk sebuah senyuman tanpa bisa ia tahan.

Mira selesai mencuci piring dan segera meletakkannya ke dalam rak piring. Tio sudah menyalakan kompor gas dan bersiap menumis bumbu yang sudah ia racik.

"Loh..., kok Abi malah beneran masak? Nanti Ummi yang masak buat Abi..., Abi lebih baik mandi dan ganti baju," bujuk Mira.

Tio terkekeh sambil menatap isterinya. Wajah itu kembali memerah seperti pertama kali saat Tio menatapnya waktu itu.

"Mi..., Abi tahu Ummi capek. Jadi..., biar Abi yang masak dan Ummi duduk sambil menunggu di sini," ujar Tio seraya menyodorkan sebuah kursi dari sudut dapur.

Mira akhirnya pasrah saja ketika Tio tak ingin dibantah. Tio melanjutkan masakannya yang tertunda sementara Mira terus memperhatikannya dengan seksama.

Tio begitu lincah ketika memasak makan malam yang akan mereka santap. Mira mengakui dalam hati, bahwa dirinya mungkin tak bisa menandingi apa yang Tio lakukan saat ini.

"Jangan dilihatin terus..., nanti masakan Abi nggak akan matang gara-gara malu dilihat sama Ummi...," sindir Tio.

Mira meringis seketika dan segera menutupi wajahnya sambil berlari keluar dari dapur. Tio tertawa melihat bagaimana Mira merasa malu karena ketahuan sedang memperhatikannya.

Wanita itu memang unik, terlalu pemalu dan tak bisa diubah begitu saja. Tapi Tio tetap suka. Dia akan selalu suka.

'Allah sungguh adil, dia mengirim dirimu ke dalam hidupku dan melengkapi hatiku yang selama ini kosong karena derita. Jadi, tetaplah berada di sisiku.'

* * *

Imam Pilihan Allah [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang