BAGIAN 7

13.5K 930 4
                                    

Takdir tertulis untuk dijalani bukan dihindari. Dan sebaik-baiknya penolong, hanya Allah yang mampu menolong hamba-Nya.

* * *

MENDENGAR SEMUA

Syifa keluar dari kamarnya pagi-pagi sekali. Ia hanya berpamitan dengan Diva dan memilih tak berpamitan dengan Daniel.

Setelah apa yang ia lakukan semalam di hadapan Daniel, rasanya ia membutuhkan waktu dan jarak dari Abi-nya sendiri.

Syifa meminta sopir taksi berhenti di depan sebuah rumah. Setelah membayar ongkos, ia pun segera masuk ke halaman rumah itu.

Tok..., tok..., tok...!!!

"Assalamu'alaikum...," ujar Syifa.

Suara langkah kaki terdengar dari dalam.

"Wa'alaikum salam...," sahut Nilam.

Ia pun membukakan pintu dan tersenyum saat melihat Syifa berada di depan pintunya. Ia mengajaknya masuk dan duduk bersama di ruang tamu.

"Kamu mau minum apa sayang? Biar Bibi buatkan...," tanya Nilam.

"Nggak usah Bi..., aku agak buru-buru hari ini, karena ada beberapa rumah lagi yang harus aku datangi," jawab Syifa, jujur.

"Kenapa sampai buru-buru sih? Padahal ini pertama kalinya kamu datang ke rumah Bibi," ujar Nilam, agak kecewa.

Syifa tersenyum, ia sangat mengerti perasaan Nilam.

"Afwan Bi..., lain kali aku janji akan bertamu lebih lama dan bahkan menginap kalau perlu..., tapi hari ini aku benar-benar hanya punya sedikit waktu," jelas Syifa.

Nilam tersenyum dan duduk kembali di samping Syifa.

"Memangnya kamu ada perlu apa? Ayo beritahu Bibi."

Rasya keluar dari kamarnya seraya menggendong Aris. Ia pun segera bergabung dengan Nilam dan Syifa.

"Jadi begini..., kemarin aku pulang ke rumah, dan melihat kejadian buruk," ujar Syifa.

"Kejadian buruk apa?," tanya Rasya.

"Apa kalian masih ingat laki-laki kurang ajar yang membentak aku dan Akh Rahman di depan anak-anak yang sedang kami jaga?," tanya Syifa.

"Ya tentu, kami masih ingat dia dengan baik," jawab Nilam.

"Kemarin dia datang ke rumah Abi dan Ummi-ku. Dia mengkhitbahku untuk menjadi isterinya," ujar Syifa.

"Apa??? Astaghfirullah!!! Dia sudah tidak punya malu??? Lalu apa jawaban Abi dan Ummi-mu???," tanya Nilam, yang mendadak merasa kesal.

"Mereka menjawab bahwa mereka mungkin mereka tidak akan menerima khitbah tersebut, karena beberapa menit sebelumnya ada orang lain yang sudah mengkhitbahku lebih dulu," jawab Syifa.

"Siapa orang yang sudah mengkhitbahmu lebih dulu itu?," tanya Rasya, lagi.

Syifa menarik nafas sesaat.

"Akh Rahman."

Rasya dan Nilam pun saling bertatapan beberapa saat.

"Jadi, kemarin Paman Ardi, Bibi Risya, dan Ibu Marni datang membawa Rahman ke rumah Abi dan Ummi-ku untuk mengkhitbahku. Abi dan Ummi sudah menerima khitbah tersebut, hanya tinggal bagaimana jawabanku saja yang akan menentukannya. Tapi tak lama kemudian, orang itu datang dan mengkhitbahku juga. Dia membentak-bentak Ummi-ku dan mengatakan bahwa Ummi dan Abi-ku tidak adil jika aku tak diberi tahu tentang lamarannya. Aku emosi, dan akhirnya menjanjikan untuk memilih antara dia dan Akh Rahman hanya untuk membuatnya cepat pergi dari rumah kami."

Imam Pilihan Allah [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang