BAGIAN 8

13.6K 971 25
                                    

Perasaan yang paling lapang adalah ketika Allah menunjukkan sebuah kebahagiaan sebagai jawaban atas do'amu.

* * *

PERTEMUAN

Ardi mengemudikan mobilnya malam itu bersama Rasya yang duduk di bagian depan. Di belakang, Nilam duduk bersama Risya dan Marni. Rahman berada paling belakang bersama Aris dan Zulfa.

Daniel menelepon sore tadi dan meminta mereka sekeluarga untuk datang ke rumahnya. Firman pun menghubungi Rasya dan mengatakan bahwa ia dan Salwa sudah berada di sana bersama Salman dan Kiana.

Marni berulang-ulang kali melihat ke belakang untuk mengecek apakah Zulfa dan Aris baik-baik saja dalam pangkuan Rahman. Nyatanya, kedua bayi mungil nan montok itu lebih tenang saat bersama Rahman ketimbang bersama Ibu mereka masing-masing.

Halaman parkir rumah Daniel sudah di penuhi oleh beberapa mobil milik Salman dan juga Firman. Ardi memarkirkan mobilnya di dekat mobil milik Salman, sehingga agak tersembunyi.

"Assalamu'alaikum... ."

"Wa'alaikum salam... ."

Mereka di sambut dengan wajah-wajah penuh kebahagiaan.

"Silahkan masuk, kita akan berkumpul di dalam," ujar Daniel, seraya merangkul Ardi.

Diva menyambut, Marni, Nilam, dan Risya. Kiana menyajikan minuman serta makanan untuk para tamu.

"Di mana si kembar?," tanya Diva, pada Nilam dan Risya.

"Digendong oleh Rahman..., mereka lebih tenang jika Rahman yang menggendong," jawab Nilam.

Diva tertawa.

"Sama seperti Syarif ya..., dia cuma tenang kalau Syifa yang menggendongnya," ujar Nilam.

"Ya..., itu benar sekali," balas Risya.

Salwa sedang membantu Syifa memakai pakaiannya. Gamis panjang berwarna hijau tosca dipadukan dengan hijab panjang berwarna salem dan niqob yang sesuai dengan warna gamisnya.

"Wah..., kamu ternyata sudah besar ya. Sudah jadi wanita dewasa yang shalehah dan sebentar lagi akan membina keluarga sendiri. Rasanya baru kemarin Bibi melihatmu memakai seragam MTs," ujar Salwa, mengenang.

Syifa tersenyum, ia menatap Salwa lalu memeluknya dengan hangat.

"Bibi..., aku sudah menentukan pilihanku, tapi entah mengapa perasaanku sangat tidak baik. Seakan-akan ada sesuatu yang akan terjadi," ungkap Syifa.

Kiana yang baru saja masuk ke dalam kamar itu pun mendengar apa yang Syifa katakan. Ia mendekat.

"Apakah kamu merasa tidak nyaman, seperti sesuatu mengganjal dalam hatimu?," tanya Kiana.

"Iya Bi..., aku merasa begitu," jawab Syifa.

"Apa kamu terus kepikiran dengan orang yang kamu akan kamu pilih?," tanya Kiana lagi.

Syifa mengangguk. Kiana menatap Salwa.

"Ini firasat tidak baik. Percayalah, saya pernah mengalaminya saat akan menikah dengan Abi-nya Lia," ujar Kiana.

Salwa segera merangkul Syifa agar tenang.

"Begini sayang..., kita hanya manusia biasa, kita hanya bisa berencana, dan Allah lah yang memutuskan. Tapi..., jangan pernah lupa akan kekuatan dari sebuah do'a, karena do'a-do'a orang beriman selalu diijabah oleh Allah," Salwa mengingatkan.

Syifa mengangguk.

"Insya Allah Bi, aku akan terus berdo'a malam ini untuk orang yang aku pilih," balas Syifa.

Imam Pilihan Allah [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang