7. percuma

10.9K 1.5K 448
                                        

Elah banggg seluncurnya bisa ga di hati adek aja bangggg 😆😆😅

Gita POV

Aku memandangi sebuah photo mantan suamiku yang masih tersisa, itu pun aku menemukannya terselip menjadi book mark di satu novel yang tidak sengaja aku baca ulang malam tadi.

Herannya kenapa masih ada photonya yang tersisa, sehingga lolos aku bakar.

Aku yang mengambil photo ini, tubuhnya sedang berlari sambil menenteng surfboardnya.

Benjamin Lee.

Pria yang dulu membuatku terkesima, melihatnya menaklukkan ombak di lautan, tubuhnya yang hanya memakai boardshort memperlihatkan otot-otot perutnya yang menonjol dengan rambut ikalnya yang basah terkena air laut membuatnya terlihat bersinar dari peselancar-peselancar yang bermain dengan ombak.

Yeah, Ben memang semempesona itu. Aku yang mabuk kepayang langsung jatuh hati, usiaku dulu baru 20 tahun ketika kami memutuskan untuk menikah.

Pernikahan yang sia-sia, pernikahan yang terlalu terburu-buru, pernikahan yang hanya di landasi nafsu gejolak darah muda.

Pernikahan di mana kami yang tidak mengenal karakter masing-masing secara dalam.

Dan akhirnya memutuskan bercerai di tahun pertama pernikahan kami, saat itu aku belum menyadari kalau aku sedang mengandung buah percintaan kami.

Riri lahir tanpa sepengetahuan Ben.

Aku mengusap wajahku pelan.

Ben.

Apakah dia pria yang sama yang memberi Riri topi dan skateboard?

Ciri-cirinya sih sama, Riri mendeskripsikan pria yang bernama Ben itu sesuai dengan ciri-ciri ayahnya.

Kenapa bisa bertemu dengannya lagi? Setahuku setelah kami bercerai, Ben pindah ke Wollongong bersama ayahnya membuka sekolah surfing.

Sejak kapan Ben pindah kembali ke Jakarta?

"Ma"

Kepala Riri muncul di balik pintu kamarku. Dengan cepat aku menyembunyikan photo Ben yang sedari tadi aku pegang.

"Kenapa nak?" Tanyaku setelah meletakkan novel dengan photo Ben di dalamnya di atas nakas.

"Riri mau ke taman dulu" Katanya pelan.

Aku langsung berdiri dan berjalan ke arahnya.

"Mau ngapain? Mau ketemu sama om 'itu' lagi?" Aku sengaja tidak menyebutkan nama Ben karena terlalu sakit mengucapkannya.

Lagipula aku tidak ingin Ben sampai tahu kalau Riri adalah anaknya.

"Ya mau kembaliin skateboardnya itu, mama kan dari kemarin marahin Riri terus" Kepalanya menunduk.

Aku menarik nafas lewat mulut.

Bagaimana ini?

Aku tidak ingin mereka bertemu lagi. Tidak ingin Ben tahu Riri anaknya, tidak ingin Riri tahu Ben ayahnya.

Aku tidak ingin Ben tahu aku mengandung anaknya.

Aku bersedekap menatap Riri dengan menggigit-gigit pelan bibir bawahku.

"Gak usah ke sana lagi, kamu main skateboardnya jangan di taman itu lagi ya Ri" Kataku akhirnya setelah beberapa saat berpikir.

Riri mendongak menatapku bingung.

"Terus Riri main di mana ma? Taman itu doang yang nyediain arena buat main skateboard" Protesnya tidak setuju.

"Terserah mau main di mana aja, asal jangan di taman itu, titik" Jawabku final.

back for goodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang