Mukanya mulus yakkk, ga ada somplak, bompal2 apa gitu bekas jerawat 😅😄 (maaf om David poto di lapakmu aku pake 😆)
Ben POV
Entah apa yang dikatakan Riri kepada Gita, padahal kemarin kami membicarakan soal bepergian bersama, baru hanya membicarakan lho bukannya merencanakan apalagi memutuskan ok, kita pergi besok.
Tidak.
Kami hanya membicarakan seandainya kami bepergian bersama.
Awalnya karena Riri melihatku sedang membuka lemari tempat aku menyimpan papan selancarku sebelum kami turun menuju taman.
Riri tampak antusias melihat papan-papan selancarku yang berderet rapi. Dia bertanya papan apakah itu, kenapa bentuknya panjang dan meruncing di bagian atasnya?
Caranya mengusap bagian rail dan deck papan membuatku takjub, Riri mengusapnya dengan pelan, matanya berbinar mengamati papan yang selalu licin aku beri wax dan selalu ku rawat.
Biasanya kalau ada orang lain yang menyentuh kekasih abadiku itu, aku langsung menjauhkan jarak sentuh orang tersebut dengan papan-papan selancarku.
Tetapi, melihatnya mengusap papan itu seperti usapan memuja.
Gen ku sudah pasti mengalir lebih banyak padanya.
Mulutku langsung berkata-kata tanpa henti, berpikiran apabila kami bisa bepergian dan melakukan hobi kami bersama-sama, pasti keren!
Aku memang berkata kepadanya kalau weekend depan jadwalnya aku pergi ke Bali untuk bersurfing.
Saat itu Riri menyimak setiap perkataanku dengan serius. Riri bertanya apakah semua orang bisa berlancar di atas ombak?
"Hanya orang-orang yang bernyali besar dan berbakat saja yang bisa menaklukkan ombak Ri" Jawabku sambil tersenyum dan mengusap puncak kepalanya.
Dan sekarang Riri duduk di sampingku di ruang TV, berkata kalau dia dan Gita mau ikut bersamaku ke Bali.
Jelas saja ini menjadi pertanyaan besar bagiku.
Gita?
Mau ikut ke Bali?
Melihatku bercengkrama dengan ombak?
Serius?
Atau Gita tidak mengijinkan aku untuk pergi hanya berdua saja dengan Riri?
Tapi, kemarin aku kan tidak mengajak Riri untuk ikut serta. Kenapa bisa tiba-tiba mereka mau ikut bersamaku?
Ini....
"Yah, jangan bengong, cepat pesan tiket pesawatnya, mama gak masalah kita pergi naik pesawat terakhir, ayah punya ktp mama gak buat pesan tiketnya?" Riri menarik-narik lenganku.
Aku yang masih bingung menoleh ke arahnya lalu kepalaku menggeleng.
"Ayah nih" Riri mencibirkan bibir bawahnya, tangannya meraih ranselnya yang tergeletak di atas karpet.
"Riri udah tau, ayah pasti gak punya ktp mama, nih Riri bawain kopiannya, cepetan yahhh, booking tiketnya" Riri kembali menarik-narik lenganku setelah tanganku mengambil kertas kopian berisikan tanda pengenal kepunyaan Gita.
Aku mengusap wajahku pelan.
Lalu berdiri, melangkah masuk ke dalam kamar untuk mengambil handphoneku.
Dalam diam aku berpikir, akhir-akhir ini kenapa aku bisa dengan mudahnya dikendalikan anak kecil ya?
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
back for good
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 13/5/18 - 7/7/18