Elah Git, ga usah tanggung2 klo niat mo ngeracunin om Ben, nuangin wipol ke dlm tehnya banyakan lagi, biar makin semaput tahhh 😂😂
Ben POV
"Kamu nyuruh Riri biar aku menginap di sini?" Tanyaku ketika Gita mengulurkan lipatan kain sarung ke arahku.
Aku masih duduk berselonjor di atas karpet, sedang menonton bola. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Kepalanya menggeleng pelan.
"Nggak, tanya aja Riri" Jawabnya dengan kepala terangkat.
"Ya kalo gak mau nginap gak usah, jangan terpaksa" Katanya lagi, Gita tampak angkuh dengan tangan bersedekap berdiri di dekat sofa.
Bukan masalah tidak mau bermalam di sini, Gita tidak tahu apa kalau aku sedang mencoba meredakan emosiku, melihatnya berbicara dengan lawan jenis yang ternyata adalah anak boss nya membuatku meradang.
Waktu kemarin di Bali aku meradang karena tidak suka mata para lelaki melihat ke arahnya karena Gita memakai kain Bali yang melilit pinggulnya.
Saat itu, kami belum sepakat untuk kembali menjalin hubungan, dan sekarang? Seharusnya Gita menjaga perasaanku, siapa yang tidak kesal melihat kekasihnya, ok, ralat, Gita bukan sekedar kekasihku, tetapi dia adalah ibu dari anak perempuanku.
Kami pernah berbagi ranjang, pernah berbagi udara selama setahun, siapa yang tidak kesal melihat dia akrab dengan lawan jenis?
Apalagi terlihat akrab dengan anak kemarin sore yang umurnya mungkin jauh lebih muda dariku, bukannya aku takut bersaing dengan lelaki yang lebih muda.
Tapi ini masalah kepemilikan.
Seharusnya aku memberikan Gita stempel kalau dia itu milikku agar pria lain berpikir dua kali untuk sekedar mengajaknya mengobrol.
Aku melipat kedua kakiku menjadi duduk bersila. Tidak menjawab pertanyaan terakhir yang Gita berikan.
Dengan tenang, lebih tepatnya berusaha untuk terlihat tenang, aku meraih topless wadah tuppy berisikan cemilan kesukaan Riri.
Suara lesakan sofa di sampingku terdengar.
Aku melirik sekilas ke arah samping, Gita duduk dan menatapku tajam.
"Kamu kenapa sih? Tiba-tiba diam sejak sore, marah? Karena aku bikin kamu horny terus ninggalin begitu aja?" Tanyanya.
Aku kembali melonjorkan kakiku. Ngomongin soal horny, juniorku ngerti aja kalau lagi di omongin, tanganku bergerak mengusap pangkal pahaku yang berangsur keras.
Dengan cepat aku mengambil kain sarung yang tadi Gita berikan dan menutupi pangkal pahaku.
Tegang pada saat yang tidak tepat, padahal tidak ada sentuhan dari orang yang bersangkutan bisa tegang begini, apa radar juniorku kuat ya bisa mengetahui keberadaan perempuan yang biasa mengusapnya akhir-akhir ini.
"Ben" Panggilan Gita membuatku menghentikan gerakan usapan pelan di pangkal pahaku.
"Hmm..." Jawabku tak acuh.
"Kamu marah?" Ulangnya lagi.
Aku langsung menggeleng, berdiri dengan gerakan pelan dan meringis.
Juniorku yang sekeras batu bergesekan dengan kerasnya lipatan resleting celana pendekku, rasanya bikin tambah ngilu.
Salahku tadi melepas celana dalam dan mencucinya karena berencana untuk bermalam di sini, celana dalamku sudah terkena cairan precum, rasanya risih kalau memakai celana yang basah walaupun itu cairanku sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
back for good
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 13/5/18 - 7/7/18