Bukankah menangis dalam tenang lebih menyakitkan dari pada menangis sesegukan? Jika iya, itulah yang sedang kurasakan
_JinggaBroviJalanan sudah sangat ramai hari ini, padahal hari masih pagi dan menunjukkan pukul 06.12 WIB, namun jalan sudah padat oleh pedagang, berbagai teriakan terdengar menyoraki dagangan nya, juga banyak anak sekolah yang menunggu angkutan umum, dan juga banyak anak sekolah yang berboncengan dengan lawan jenisnya ataupun sahabat nya menuju ke sekolah.
Jingga berjalan tergesa-gesa di trotoar, melihat kiri dan kanan dimana angkutan umum yang bisa mengantarnya ke sekolah, tadinya ia akan pergi dengan Samudra, namun diperjalanan ke rumah Jingga ban motor Samudra malah kempes membuat Jingga harus naik angkutan umum, Gerry tidur di rumah January semalam dan Bromo sedang buru-buru karena ada meeting di kantornya.
Bruumm bruummm ttiiiitttt
Jingga tergelak melihat seseorang seenaknya memberhentikan Jingga di jalanan dengan motor besar miliknya.
"Awas oi gue mau--" Jingga memberhentikan ucapan nya melihat seorang cowok yang sudah membuka helm dan tersenyum ke Jingga.
"Kenceng banget jalan nya."
Jingga ternganga, jika saja ada lalar maka akan mampir dulu ke dalam mulutnya. "Kaaa...k Aldoo." Gugup Jingga.
Aldo meletakkan helm nya di stang motor. "Lo jalan?" Tanya Aldo memperhatikan Jingga dari atas sampai bawah.
Jingga mengangguk pelan. "Cowok lo mana?" Tanya Aldo lagi, Jingga mengerutkan dahinya.
"Samudra maksud kakak?" Aldo mengangguk dan tersenyum miring.
"Kak Aldo gue duluan ya? Hm, minggir kak." Bukannya meminggirkan motornya Aldo malah menarik lengan Jingga. "Lo sama gue aja pergi sekolah, itung-itung minta maaf."
Jingga tambah tidak mengerti, apa maksud Aldo meminta maaf? Apa selama ini Aldo ada salah ke Jingga? Sepertinya tidak. "Maaf kenapa?"
Aldo tidak menjawab malah memberikan helm kepada Jingga, melihat Jingga masih terdiam dan tidak memakai helm yang diberikan nya, Aldo angkat suara. "Nanti kalau lo udah naik gue ceritain." Jingga mengangguk lalu naik ke jok motor Aldo. Aldo menghidupkan mesin motornya lalu membawa Jingga membelah jalanan ke sekolah.
"Gue bilang minta maaf karena gue udah gak tanggung jawab atas kehilangan lo di bazar waktu itu."
Jingga menghela nafas berat. "Yasudah lah kak, gue gak permasalahin lagi kok." Aldo mengangguk.
"Lo beneran pacaran sama Samudra Ga?" Tanya Aldo yang seperti nya masih yakin Jingga tidak pacaran dengan lelaki itu. "Lo dipaksa Samudra ya?" Jingga tertawa mendengarkan penuturan Aldo yang tidak masuk akal menurutnya.
"Kok lo ketawa Ga?" Tanya Aldo lagi tampak murung, namun berharap jika Jingga menjawab ia tidak pacaran dengan Samudra.
"Lo aneh, kalau gue kepaksa gue bakal ngerasa teraniaya kak." Jingga terkikik geli lagi.
"Tapi wajah lo kayak teraniaya gitu." Jingga mencubiti perut Aldo, lalu tertawa lagi.
"Gue gak teraniaya, tapi wajah gue aja yang jelek." Akui Jingga, Aldo tersenyum lalu membalas lagi dengan sedikit ngotot. "Siapa bilang lo jelek, cowok mana yang gak suka sama lo." Entah mengapa Jingga bahagia saja. Tak lama Jingga dan Aldo sampai di sebuah gedung yang di desain sangat mewah. Banyak omongan dan teriakan dari orang tentang Jingga.
"KEMARIN SAMA SAMUDRA, SEKARANG SAMA ALDO."
"BIASA, YANG MURAH EMANG BANYAK YANG MINATI."
"GAK CUMA YANG MINATI TAPI JUGA YANG MENIKMATI JUGA BANYAK."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga di Samudra [Completed]
Roman d'amour{tamat} [dalam tahap revisi] Cinta? Aku pernah mendengar kata itu. Namun bagaimana jika mencintai dia yang juga mencintaiku namun kami tidak bisa bersama karena banyak hambatan? Aku menjauhi nya disaat aku takut, dan setelah rasa takutku menghilang...