RE 27: Glare Heart et Another Memories

185 35 10
                                    

Erza mengerti saat semua cerita itu terkuak dari bibir Aya, itu memang menyesakkan. Atau, bisa juga disebut hambar karena lagi dan lagi, semua ini terlalu tiba-tiba. Ah, tarik pernyataan itu. Bahkan sudah sejak lama takdir ini ada. Hanya saja, mereka baru merasakannya lagi.

“Erza!”

Braaaak!

Aya tak tahu apa yang sebaiknya ia lakukan waktu itu, ia hanya berpikir kalau sesuatu yang berbahaya akan terjadi jika ia  tak melakukan hal tersebut. Tapi, begitu cahaya yang amat menyilaukan itu terlihat.

Semuanya sirna.

Dan, satu hal yang Aya tahu. Ia sudah terbangun dari tempat tidurnya di pagi hari karena mendengar suara mama yang membangunkannya. Lalu, dengan refleks ia menoleh ke samping sambil berkata. “Ayo bangun, ini sudah pa—”

Ia tercekat kala itu. Ada yang hilang, begitu batinnya berkata. Tapi ia tak tahu apa itu. Namun, setelah beberapa waktu. Ia tiba-tiba menangis, menangis karena ingatannya seolah disambar pusaran badai. Pusaran badai yang berisi tentang memorinya selama ini. Tepat kejadian semalam.

Ruri-nya, menghilang tanpa jejak.

“Ya, apa sebelumnya Ruri bilang sesuatu?” tanya Erza hati-hati.

Aya mengangguk lemah. Ya, ia tak mungkin melupakan hal itu. Juga, ia yakin kalau itu memanglah Ruri yang berkata. Suara yang bergema sampai lubuk hatinya itu, meamanglah Ruri.

Di sini hangat, Ruri mau tetap di sini.

Saat-saat Ruri lenyap dari pandangannya.

“Dia ... mau terus sama kita,” kata Aya lemah.

Erza terdiam. Ingin sekali menyalahkan diri sendiri. Tapi, itulah yang dipilih oleh Ruri. Atau, itulah yang harus dipilih oleh Ruri.

“Ruri bukan anak nakal yang pergi tanpa pamitan, Ya,” kata Erza sambil tersenyum. Senyuman yang tanpa sadar diiringi air mata.

Ia ... kehilangan sesuatu lagi.

***

“Ruri,” panggil seorang gadis yang masih terduduk di tepian Glare Heart. Ia mengusap lembut rambut bocah yang kini terlihat lemah itu. “Sampai kapan mau di sini?”

Bocah itu tak menjawan, hanya melamun memandangi tapak kaki yang ada di bawah sana. Tapak kaki yang amat ia kenali.

“Gak tau kenapa, Ruri gak mau Glare Heart punya papa hancur setelah ditinggal nanti,” kata bocah itu diirngi senyuman dari seorang gadis di sebelahnya. “Lagian, takdir kamu juga dimulai dari sini, kan?”

Gadis itu mau tak mau mengangguk.

“Tapi, tempat ini gak akan pernah hancur Ruri,” balasnya sambil terus mengusap punggung Ruri. “Kamu juga butuh pemulihan sebelum kembali ke sana. Kamu juga harus datang ke Glare Heart punyamu sendiri. Lalu, kamu gak boleh pergi gitu aja.”

“Ruri anak nakal, jadi gak apa kalau ngela—”

“Kamu mau ketemu mereka juga, kan?”

Pelan, Ruri mengangguk. “Hmm.... di sini dingin, papa udah ga bisa datang ke sini lagi. Lalu....”

“Erza memang ga akan datang ke sini lagi, tapi sosok-sosok memori yang ada di masa lalu Erza bakal datang ke sini perlahan-lahan. Tempat ini, akan jadi tempat yang dipenuhi memori. Menghangat seiring kehadiran mereka. Hanya saja....” Gadis itu tampak berpikir sejenak.

Ruri menunduk saat tahu apa kelanjutannya. Ruri tahu. Karena... “Sebenatar lagi, mereka akan menghilang dari ingatan papa yang sekarang. Karena papa, bukan lagi papa yang ada di masa itu.”

Love Life a Reincarnation Couple [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang