Part 2

8.6K 333 16
                                    

Kehadiran seorang anak dalam sebuah pernikahan adalah anugerah tersendiri, terutama bagi Raden Kerta Kesuma dan Ajeng Kamaratih, yang telah sabar menanti selama dua tahun. Belum habis rasa syukur mereka akan karunia sang Pencipta, tepat dua tahun setelah kelahiran putri pertamanya, keduanya kembali dianugerahi seorang pewaris dan penerus keturunan.

"Kau sudah jadi ibu dua orang putri sekarang." Raden Kerta Kesuma membelai lembut kening istrinya.

"Dan kau, juga bapak dua orang anak, Jadi... ".

"Jadi apa ?"

"Jadi, kakang sudah tua." Celetuk wanita berwajah elok itu disertai derai tawa.

Kini, rumah mereka tidak hanya ramai, tapi lebih hidup dan bersinar. Seiring berjalannya waktu, Rindayu tumbuh menjadi gadis jelita. Saat ini usianya sudah genap 5 tahun. Di balik paras rupawan, ternyata ia merupakan seorang gadis kecil pemberontak, Rindayu tidak suka diatur atau didandani oleh siapapun termasuk ibunya. Selain romonya, ia hanya manut dan mau mendengarkan ucapan Nyai Darmo, seorang emban yang sejak dulu telah bekerja dan mengabdi pada keluarganya.

Berbeda dengan adiknya, Kartika. Gadis kecil ini mempunyai sikap yang sangat manis, gerak geriknya lemah gemulai khas putri keraton. Nada bicaranya lembut, ia pun sangat penurut dan tidak suka membantah.

Bagi ibu dan romonya, kedua putrinya sama cantik. Mereka tidak membedakan kasih sayang antara satu dan lainnya. Namun, tidak sedikit yang mengatakan Raden Ajeng Rindayu lebih cantik dibandingkan adiknya Raden Ajeng Kartika.

Jika menyangkut kecerdasan, Raden Ajeng Rindayu jauh lebih unggul dibandingkan adiknya. Sejak masih berusia 9 bulan, ia telah pandai berjalan dan belum genap 2 tahun, ia juga sudah fasih berbicara.
Namun sayang, kesehatan raganya terbilang lemah. Rindayu sering sakit-sakitan.
Ketika usianya baru dua minggu, ia terserang penyakit tetanus. Pusarnya membengkak, badannya demam tak kunjung reda. Tengah malam, ibu dan ayahnya membawa putri mereka ke rumah sakit. Selama lima belas hari Rindayu kecil disuntik tidur, terbaring lemas di dalam ruang khusus yang diberi penerangan cukup, untuk membuat bayi selalu dalam keadaan hangat.

***
Waktu berlalu sangat cepat, putri-putri kecil itu sudah bukan bayi lagi, Rindayu sudah masuk sekolah dasar, letak sekolahnya ada di dekat balai desa. Sedangkan adiknya yang baru berusia 5 tahun sudah pandai bergaul dan memiliki teman.

"Kau yakin, pengaruh jahat itu sudah pergi ?" Tanya Raden Kerta Kesuma.

"Sudah. Kenapa, apa kau takut ?" Balas Sigit dengan balik bertanya.

"Tidak, aku hanya khawatir akan keselamatan Rindayu. Tapi, sekarang aku lega mendengar penjelasan darimu."

"Jangan takut Raden, yang perlu kau lakukan adalah rutin melaksanakan ritual ruwatan tiap malam jum'at, untuk membersihkan sial dan menolak bala." Sigit menepuk pundak temannya.

"Lalu... Kapan kau akan kembali ?" Raden masih belum puas bertanya.

"Aku belum tahu... Mungkin 2-3 tahun lagi." Sigit menjawab ringan, namun terasa berat di telinga sang Raden.

"Terimakasih atas pertolonganmu selama ini. Kau sudah banyak membantu." Genangan air yang tertahan di pelupuk mata itu membentuk serpihan kaca. Raden harus melepas kepergian sahabatnya.

Semilir angin datang menyapa, sesekali membuat merinding bulu roma. Dua sahabat itu berbincang sampai malam. Rumah megah dengan nuansa keraton itu masih sama. Lampu terasnya redup berwarna kuning kemerahan. Di halaman depan, godong blarak menjuntai dari pohonnya yang buahnya sudah siap panen. Sayup-sayup terdengar bunyi gamelan bertautan dari dalam rumah. Wajah Sigit tersenyum seolah menyambut kedatangan seseorang. Raden Kerta Kesuma tahu kalau temannya sedang melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh nya.
Sigit memandang lurus kedepan, ke arah dua buah pohon kelapa. Mungkinkah sosok yang sama seperti beberapa tahun lalu, si cantik.

Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang