Rindayu jatuh di bumi beralaskan rumput yang berembun. Badannya lembab oleh udara sejuk pagi hari. Ia masih sadarkan diri, tubuhnya hanya terasa lemah sekali. Kedua tangannya mengusap-usap wajahnya yang kotor.
Bola matanya tampak sayu, ia melemparkan pandang ke arah selatan. Siluet hidup yang berjalan mendaki gunung Slamet sudah hilang, raib bersama gerombolan kabut.Langit tampak tak sehitam tadi, warnanya mulai terang. Bunyi air pun bergemiricik mulai terdengar. Rindayu bangkit. Ia berdiri dan melangkah pergi seolah tak terjadi apa-apa tadi.
Ditengah jalan ia bertemu beberapa orang petani yang hendak pergi ke ladang. Orang-orang terkejut melihatnya berjalan sendirian. Mereka memastikan bahwa gadis kecil yang dilihatnya adalah Raden Ajeng Rindayu. Anak orang terkaya di kampung. Setelah jarak antara Rindayu dan para petani benar-benar dekat, salah seorang diantara petani bertanya."Den ayu, Raden Ajeng Rindayu. Dari mana den Ayu, Den Ayu sama siapa ?" Pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan petani paruh baya yang kebingungan.
Seorang lainnya ikut menimpali.
"Raden habis jalan pagi ya, mana romo Den Ayu. Den Ayu cantik kesini sama siapa ?" Sekarang giliran ibu berkerudung biru lusuh yang bertanya. Usianya sekitar 45 tahunan. Kerudungnya ia lilit sedemikian rupa agar nyaman dan tidak mudah jatuh saat nanti bekerja. Sebuah topi caping diapit di sela lengannya. Ia menyentuh pundak Rindayu dan mengusap rambutnya, membersihkan sisa rumput yang menempel.
"Den Ayu habis jatuh ya ?" Sambung ibu berkerudung biru lusuh.
Rindayu menggeleng. Ia tidak suka menatap tepat ke arah mata saat berbicara dengan orang lain. Ia tertunduk lesu. Tapi kemudian, matanya menilik seorang petani yang berdiri paling belakang. Bapak tua petani itu menenteng sebuah teko. Persis dengan yang dibawa siluet petani. Tapi, teko yang ini lebih kecil. Sangat kecil. Rindayu ingat, petani yang naik ke puncak gunung Slamet membawa teko yang sangat besar.
Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika seorang petani mengusulkan untuk mengantar Rindayu pulang. Dengan kesepakatan bersama, akhirnya dua orang bertugas mengantar Rindayu.
Ibu berkerudung biru lusuh dan seorang petani lelaki.
Sisanya tetap melanjutkan perjalanan ke sawah.Setibanya di rumah Raden Kerta kesuma. Dua orang petani itu bertemu rewang yang tengah membersihkan halaman depan. Terkejut, sama seperti dua petani tadi saat menemukan Rindayu berjalan tanpa alas kaki di pematang sawah, rewang itu pun terus melemparkan pertanyaan. Rindayu diam tak menjawab.
Kedua petani itu saling berpandangan, mereka bermaksud ingin pamit. Rewang tadi hanya mengangguk pelan dan tak sempat mengucapkan terimakasih. Demi melihat kondisi anak tuannya, ia menggendongnya dan segera membawanya masuk ke dalam.Rewang itu menuju dapur dan memberitahu keadaan sebenarnya pada seorang emban. Mereka bergantian menatap Rindayu dengan curiga dan sedikit belas kasihan. Keduanya setuju untuk tidak melapor pada Raden Kerta kesuma atau Ajeng Kamaratih, toh romo dan ibunya itu tidak tahu kalau anak sulungnya kabur dari rumah pagi-pagi buta.
Selesai dibersihkan, Rindayu dimandikan. Ia didandani dan dilayani. Sepiring nasi liwet, ayam kampung goreng dan teh manis hangat tersaji di atas meja. Rindayu sudah duduk di depannya. Tidak seperti biasanya, kali ini ia menyantap makanan dengan lahap. Emban yang berada di dekatnya menggelengkan kepala menyaksikan tingkah anak kecil di hadapannya. Ia ragu untuk bertanya, sebab, ia tahu perangai Rindayu, maka ia urungkan.
***
Hari ini bertepatan dengan malam satu suro. Seluruh abdi dalem, yakni rewang dan emban tengah disibukkan oleh persiapan acara adat.
Di dalam ruangan khusus berukuran sangat luas, berdiri dua buah lemari kayu jati dengan ukiran berbentuk daun trubusan. Lemari itu menyimpan benda-benda pusaka warisan leluhur anggota keluarga. Tidak sembarang orang boleh memegang barang-barang yang sarat nilai mistis nan keramat.
Acara akan dimulai dari ritual ngumbah keris, kemudian mandi ruwatan dan terakhir kungkum.
Biasanya, keseluruhan ritual akan diikuti semua anggota keluarga. Khusus ritual kungkum hanya akan dilakukan oleh Raden Kerta kesuma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)
HorrorSebuah keluarga keturunan darah biru mulai mengalami masa-masa sulit. Ialah keluarga Raden Kerta Kesuma dan Ajeng Kamaratih. Kehidupannya yang bahagia, perlahan berubah menjadi duka dan nestapa. Orang-orang di sekelilingnya terkena bala yang tak jar...