Sementara itu, di kediaman Raden Kerta Kesuma.
Seorang pemuda bersama dua temannya melewati depan rumah megah itu. Mereka mempercepat langkahnya, tepat setelah salah satu diantaranya melihat seekor burung berwarna hitam hinggap di atap. Burung itu berkoak-koak, dan berputar-putar memgelilingi bagian atap depan rumah, ketiganya lari terbirit-birit setelah menyadari burung itu ialah gagak hitam.
Dari dalam terdengar teriakan.
"Aaaaargh... sakit sekali. Aaargh!!!" Seisi rumah dikagetkan oleh teriakan dari dalam kamar utama.
Dari kamar lainnya, sedang menemani dua putri kecilnya. Ajeng Kamaratih berlari menuju asal suara.
Di bilik para rewang pun sama. Mereka yang semula bersiap untuk tidur, terbangun dan sigap mencari tahu apa yang tengah terjadi.
"Kenapa Kang mas, ada apa ?" Ajeng kamaratih sudah terlebih dahulu tiba disana. Diikuti Basir dan seorang emban.
"Sakit sekali Diajeng, aku tidak kuat." Raden Kerta Kesuma memegangi kaki kirinya.
"Apa yang sakit kang mas ?"
"Kakiku, rasanya panas, seperti terbakar...dan tersayat. Panaaaas !"
Raden Kerta kesuma mengerang lagi."Basir, tolong ambilkan kain dan air dingin." Perintah Ajeng kamaratih.
"Baik ndoro putri." Basir berlari cepat.
Semua tampak baik-baik saja, tidak ada luka bakar atau cidera. Tetapi, entah kenapa Raden Kerta Kesuma terus menerus mengerang kesakitan.
Setibanya Basir, Ajeng kamaratih buru-buru mengompres kaki suaminya. Yang dipikirkan olehnya saat itu, hanyalah bagaimana caranya agar panas yang dirasakan Raden Kerta Kesuma menghilang.
Namun, usahanya itu tampak sia-sia. Jangankan sembuh, sang Raden justru semakin berteriak kencang."Aku sudah tidak sanggup Diajeng. Panas. Sakit !" Matanya memerah, tampak sekali wajahnya menahan rasa sakit sedemikian rupa.
"Ampun Ndoro putri, sebaiknya kita panggil orang pintar. Sepertinya sakitnya Raden Kerta Kesuma tidak wajar ndoro." Tiba-tiba Basir bersuara.
"Apa maksudmu paman ?"
"Ampun Ndoro, saya mendengar suara burung gagak sejak tadi. Burung itu burung pembawa kabar buruk Ndoro putri, sekali lagi mohon ampun Ndoro."
Ajeng Kamaratih tidak menjawab. Ia berusaha berpikir sebelum mengambil keputusan. Tapi, suara erangan itu...
"Sakiit. Panas, Panas !" Erangan suaminya memecah belah keheningan malam dan meleburkan semua usahanya untuk berpikir.
Ajeng kamaratih tidak memiliki banyak pilihan. Ia pun akhirnya menuruti saran Basir untuk mencari orang yang bisa mengobati suaminya.
Dipandanginya wajah penuh keringat yang semakin menegang, seolah ingin menangguhkan rasa sakitnya. Ia ingat, sesaat tadi, sebelum dirinya pergi ke kamar anak-anak dan menemani kedua putrinya, wajah itu masih segar, masih memancarkan aura khasnya dan bersimbur senyuman.
"Cobaan apa lagi ini ya Allah..." Hatinya turut menangis.
Beberapa saat kemudian datang seorang pria paruh baya bersama dengan Basir. Pria itu terkenal sebagai peracik obat. Ia biasa menyembuhkan orang sakit, digigit ular, orang yang tenggelam pun bisa ditemukan olehnya. Pekerjaan utamanya adalah pencari ikan di sungai. Karena keahliannya itu, banyak yang mengira pria itu adalah suami dari Dewi Ayu, pengunggu sungai.
"Siapa namamu paman ?" Tanya Ajeng Kamaratih.
"Saya Wiro Ndoro putri." Jawab lelaki berkulit hitam sehitam gagak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)
HorrorSebuah keluarga keturunan darah biru mulai mengalami masa-masa sulit. Ialah keluarga Raden Kerta Kesuma dan Ajeng Kamaratih. Kehidupannya yang bahagia, perlahan berubah menjadi duka dan nestapa. Orang-orang di sekelilingnya terkena bala yang tak jar...