Hingga adzan maghrib berkumandang, Sri belum juga pulang. Ahmad segera menutup semua pintu dan jendela, lalu memanjatkan do'a, kemudian membaca surah al-falaq sebagai permohonan perlindungan dari segala macam bentuk kejahatan malam.
Setelah mengambil wudhu di sumur, Ahmad bergegas pergi meninggalkan rumahnya. Ia berjalan kaki ke musholla. Dirinya masih berpikir bahwa Sri, mungkin hanya pergi sebentar ke rumah Sugeng adiknya, rumah mereka memang tidak terlalu jauh.
Selesai melaksanakan ibadah sholat maghrib, Ahmad tidak langsung pulang, sehari-hari ia mengajar anak-anak di kampung untuk mengaji. Kegiatan itu rutin dilakukannya hampir tiap malam.
Jumlah murid di sana cukup banyak. Ahmad akan selesai mengajar hingga masuk waktu sholat isya'.Waktu berlalu begitu cepat, sudah saatnya Ahmad pulang. Usai sholat isya' berjamaah, ia pun bergegas.
Ahmad mengucapkan salam sebelum masuk ke rumah. Ia tidak mendengar jawaban dari dalam. "Apa mungkin Sri belum pulang?" Tanyanya dalam hati.Tangannya menjulur hendak membuka pintu. Sebelum berangkat, Ahmad sengaja tidak menguncinya. Ia berjaga-jaga kalau-kalau Sri pulang, lagi pula di rumahnya itu, tidak ada benda berharga atau barang mewah.
Ketika pintu terbuka, Ahmad mendengar bunyi dentingan sendok yang beradu dengan benda pecah belah. Suaranya berasal dari arah dapur. Lekas ia berjalan kesana. Baru saja Ahmad tiba di ambang pintu yang menghubungkan antara dapur dan ruang tengah, ia dikagetkan dengan sosok wanita yang berdiri di depan tungku. Aroma telur dadar mengudara, membuat perutnya lapar.
"Kapan kamu pulang, mas pulang sejak sore, tapi kau tidak ada di rumah." Ahmad senang istrinya sudah tiba di rumah.
Wanita itu masih berdiri menghadap tungku. Tiba-tiba..."Assalammu'alaikum..."
Suara itu, bukankah itu Sri ? Ahmad mendengar seseorang mengucapkan salam dari arah depan rumah.
"Mas, maaf aku terlambat pulang, tadi istrinya pak Dasim melahirkan, aku pergi ke rumahnya dan baru pulang sekarang." Wanita itu mendekat dan meraih tangan Ahmad yang tampak berkeringat, lalu menciumnya.
Itu benar Sri. Lantas, siapa wanita tadi. Mata Ahmad tampak mendelik. Ia tak percaya, namun kejadian itu nyata baru saja menimpanya. Sosok wanita di depan tungku menghilang. Aroma telur goreng pun sirna.
Pikirannya masih berusaha mencari tahu kebenaran.
Iya yakin, kalau tadi ada seseorang di sini, di dapur ini. Bahkan ada bau masakan yang tercium olehnya.
Perasaannya semakin tak menentu. Namun Ahmad enggan berterus terang pada istrinya."Aku buatkan telur dadar kesukaanmu ya mas. Kamu pasti sudah lapar." Sri pergi ke sumur dan mencuci tangan.
Ahmad melihatnya tanpa berkedip. Ia mencoba mencerna kalimat "telur dadar" yang baru saja diucapkan istrinya. Ia takut kalau wanita di depannya akan menghilang untuk yang kedua kalinya setelah menggoreng telur.
***
Ayam pejantan berkokok panjang. Nyaring dan melengking, menandakan hari telah berganti. Namun demikian, semburat kekuningan di ufuk timur belum naik ke atas.
Sebulan lalu, tepat di hari dan weton yang sama, sabtu kliwon. Sepagi ini, seorang petani menemukan jasad lelaki tergeletak di area perkebunan bambu. Sejak kematian dokter Syarifudin, susana di kampung itu telah berubah. Bukan hanya ketegangan dan ketakutan akan pembunuh berdarah dingin yang membunuh sang dokter. Tetapi juga khawatir pada masa depan desa. Dalam hal ini menyangkut kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Pasalnya, sejak dokter Syarifudin mati, praktis tidak ada lagi tenaga ahli pengobatan di desa itu.
Jika ada orang kampung sakit parah, keluarganya akan membawanya ke Puskesmas di kecamatan. Jika ditempuh melalui darat, jaraknya sangat jauh... melewati empat desa, perjalanan itu memakan waktu hampir dua jam dengan sepeda atau becak, dulu belum banyak yang memilik kendaraan bermotor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)
HorrorSebuah keluarga keturunan darah biru mulai mengalami masa-masa sulit. Ialah keluarga Raden Kerta Kesuma dan Ajeng Kamaratih. Kehidupannya yang bahagia, perlahan berubah menjadi duka dan nestapa. Orang-orang di sekelilingnya terkena bala yang tak jar...