Kejadian malam itu...Malam dimana Nyai Darmo mati, telah menciptakan ketakutan massal di lingkungan tempat tinggal Raden Kerta Kesuma.
Keesokan harinya, kediaman keluarganya ramai didatangi warga yang penasaran. Mobil polisi terparkir di pekarangan, garis-garis kuning terpasang dimana-mana. Sebilah arit, sepotong jari, satu lembar kain yang penuh bercak darah, telah di amankan pihak kepolisian, sebagai barang bukti. Beberapa petugas tampak mendekati jenazah, mereka adalah petugas khusus di bidang ilmu kedokteran yang bertugas memeriksa dan membantu mengungkap misteri dibalik kematian Nyai Darmo. Keahlian regu khusus ini sangat penting, karena dapat membantu proses peradilan nanti. Jika ada mayat atau suatu luka, seakan dibuat berbicara oleh mereka, seperti ; apa yang menyebabkan, kenapa, dan siapa pelakunya, bisa digambarkan dengan sangat gamblang.
Dan benar saja, tidak butuh waktu lama, kasus kematian Nyai Darmo terungkap, yang berwenang berasumsi bahwa Nyai Darmo meninggal dibunuh oleh suaminya sendiri.
Tidak ada yang mengira kejadian seperti ini akan menimpa wanita 55 tahun itu.
Nyai Darmo dikenal sebagai pribadi yang baik, dan lagi pula ia sudah mengabdi pada keluarga Rindayu sejak dirinya masih remaja. Keluarganya juga turun temurun telah menjadi abdi dalem di rumah Raden Kerta Kesuma.Setelah menikah dan mempunyai anak, Nyai Darmo memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai rewang di rumah Raden Kerta Kesuma. Ia tinggal bersama suami dan memiliki dua orang anak. Namun... setelah anak-anaknya menikah dan berkeluarga, akhirnya Nyai Darmo memutuskan untuk kembali bekerja. Ia tidak tahan dengan tingkah laku suaminya yang sering marah-marah dan meminta uang. Desas desus yang beredar, suami Nyai Darmo adalah seorang pemabuk dan penjudi.
Rupanya, gayung pun bersambut. Waktu itu, Ajeng Kamaratih baru saja melahirkan Raden Ajeng Rindayu. Sehingga, ia pun diterima bekerja. Tetapi kali ini bukan menjadi rewang melainkan emban untuk menjaga bayi mereka, ia setia dan merawat Raden Ajeng Rindayu hingga tujuh tahun lamanya. Ia bahkan sudah sangat sayang pada anak ndoro putrinya (ndoro = tuan/nyonya).Alasan kenapa Nyai Darmo dibunuh masih didalami pihak kepolisian. Simpang siur berita mengabarkan, suaminya bermaksud meminta uang. Namun kabar lain menyebutkan suaminya cemburu dan telah merencakan pembunuhan sadis itu.
Dari serangkaian kabar yang mewabah, satu yang paling santer berhembus bahkan menjabarkannya dengan sangat terperinci. Entah siapa yang mencetuskannya lebih dulu. Tahu-tahu, sudah menyebar dan menjangkiti desa. Penyakit orang kampung sejak dulu memang mudah menelan apa-apa saja yang disodorkan kepadanya tak perduli jika yang disuapkan itu berupa kabar burung semata.
Seolah warta itu hasil penelitian seorang ahli mengalahkan polisi. Seenaknya dan tanpa ragu mengatakan, kalau suami Nyai Darmo menerobos masuk ke rumah Raden Kerta Kesuma, diam-diam ia menyelinap ke kamar istrinya dengan maksud ingin meminta uang. Nyai Darmo yang malang, karena ia tidak mau memenuhi permintaan suaminya, ia pun harus menebusnya dengan kehilangan nyawa.***
Tujuh hari peringatan kematian Nyai Darmo, diperingati di rumah Raden Kerta Kesuma. Segenap warga, keluarga dan anak-anak Nyai Darmo turut hadir. Kedua anak Nyai Darmo, yakni Sri dan Sugeng turut serta dalam pengajian dan tahlilan. Sri adalah anak pertama Nyai Darmo, ia telah menikah dengan lelaki bernama Ahmad. Sedangkan Sugeng menikah dengan seorang wanita bernama Retno.
Di sudut ruangan, Sri yang berpakaian serba putih terduduk lemah, matanya masih merah dan sesekali basah oleh curahan air dari pelupuk matanya."Sri, jangan berlarut-larut dalam kesedihan, Allah tidak suka." Suara Ahmad, suaminya terdengar tenang dan menentramkan.
Setiap kali suaminya itu mengeluarkan nasihat, ia selalu merasa hangat... beruntung Sri dipersunting oleh lelaki soleh lulusan pondok pesantren itu. Ia banyak belajar agama darinya. Selama ini, bukan hanya hidupnya, tetapi keluarganya pun telah menemukan setitik cahaya semenjak kehadiran Ahmad.
"Aku sedih karena ibu, tetapi aku lebih sedih ketika memikirkan bapak mas." Suara isak tangis wanita berkerudung putih itu masih terdengar disela-sela kalimat yang diucapkannya. Sri kembali menyeka air matanya.
"Yakinlah akan keadilan Allah, kita tahu bapak tidak mungkin melakukan perbuatan sekeji itu. Tugas kita hanya memohon pertolongan dan perlindungan dariNya, serahkan semua pada yang Maha Memberi Petunjuk. Biar Allah yang menunjukkan kebenaran." Lagi, petuah dan nasehat Ahmad terdengar lembut dan mendamaikan.
***
Sementara itu, Rindayu termenung sendirian di dalam kamarnya. Ia masih belum pulih dari trauma. Siapa pun orangnya, tentu tidak mudah melupakan kejadian semacam itu, apalagi dirinya hanya seorang gadis kecil, dan yang lebih mengiris hati, ia harus menyaksikan orang kesayangannya mati mengenaskan.
Angin berhembus kencang malam ini, lampu-lampu yang bergantung tampak berayun-ayun menimbulkan suara berdecit.
Dedaunan dan ranting pohon ikut menari, sesekali terhempas lalu membentur kaca jendela kamar. Rindayu menoleh, merasa terganggu dengan bunyi-bunyian tadi, meski terganggu Rindayu masih setia di tempatnya semula.
Hawa dingin di luar pasti telah masuk menerobos kamarnya. Kulitnya terasa sejuk, anak kecil itu mengira ada yang menyentuh tangannya. Biasanya sentuhan tangan macam itu ialah milik romonya. Sepi.
Semenit kemudian terdengar suara seperti orang mendengkur, suaranya berasal dari balik jendela. Cukup keras, dan membuatnya tersentak. Jantungnya berdegup, lebih cepat dari biasanya. Ia menelan ludah, matanya memicing membuatnya tampak siaga.Suara dengkuran itu hilang, terbawa angin malam... Tetapi, kemudian datang lagi. Dengkuran itu milik seseorang, seperti... iya ! Nyai Darmo. Rindayu hafal suara itu karena sejak lama, ia sering tidur ditemani emban kesayangannya. Tubuhnya kini bangkit, ia pun berdiri. Matanya mulai memburu kesemua penjuru kamar, mencari sesuatu yang mungkin adalah sumber suara. Tetapi kamarnya kosong, ia hanya menemukan dirinya sendiri dengan sebuah pertanyaan yang ia simpan dalam hati "Suara apa tadi?".
Di dapur, beberapa rewang tengah sibuk menyiapkan jamuan untuk para tamu, tidak seperti biasanya Ajeng Kamaratih turut membantu pekerjaan rewangnya. Ia menuangkan teh ke dalam gelas dan menatanya di atas nampan.
Jamuan pengajian atau tahlilan tidak berlangsung lama, tidak seperti jamuan makan pada perhelatan hajatan. Setelah berkat atau bungkusan berisi makanan dibagikan kepada para undangan dan warga yang hadir, satu persatu orang-orang berpamitan dan menyalami Raden Kerta Kesuma juga keluarga Nyai Darmo.Ajeng Kamaratih, masih belum muncul. Ia mempersiapkan kue-kue lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik, untuk diberikan pada keluarga Nyai Darmo. Ia merasa perlu melakukannya, ia mengenang jasa embannya itu dengan baik. Bagaimana pun, Nyai Darmo telah merawat dan menjaga putrinya selama ini, jadi sudah sepantasnya anak-anak Nyai Darmo mendapatkan perhatian khusus darinya.
Ketika itu hanya tinggal satu orang rewang yang menemaninya. Ajeng kamaratih meminta tolong pada rewang itu untuk mengambil makanan yang ia letakkan di meja makan. Wanita yang diperintahnya bergegas meninggalkan dapur, lalu berjalan menuju meja makan di ruang keluarga.
Kini, di dapur Ajeng Kamaratih hanya sendirian. Tiba-tiba, ia merasa seperti ada yang memperhatikannya dari kejauhan. Dan seperti ada yang menuntunnya, ia pun menoleh ke salah satu sudut di ruangan. Sudut kosong yang letaknya berdampingan dengan kamar Nyai Darmo. Ia kaget bukan main karena sepasang bola matanya menangkap sosok wanita berkebaya di sana, wajahnya samar-samar menunduk. Ia pasti mengira kalau dirinya hanya sendirian, namun ia keliru. Ada seseorang yang bersama dengannya di ruangan itu, dan sekonyong-konyong aroma wangi seperti kembang, menusuk Indra penciumannya."Ini Ndoro putri, mau diletakkan dimana ?" Ajeng Kamaratih terkejut. Ia mengalihkan pandangan ke arah rewang yang membawa plastik besar berisi makanan.
"Letakkan disini saja." Jawabnya.
Ajeng Kamaratih kembali mengarahkan pandangan ke sudut dekat kamar Nyai Darmo. Tetapi, sosok wanita berkebaya tadi sudah tidak ada. Hanya ada satu pintu yang terbuka, ialah pintu yang rewangnya lewati tadi, pintu menuju ke ruang keluarga. Jadi, kemana perginya sosok itu ?
***
"Kami pamit pulang Raden, terimakasih banyak atas perhatian Raden pada keluarga kami."
Sugeng berterima kasih pada Raden Kerta Kesuma dan istrinya. Kemudian ia menyalami kedua pasutri itu diikuti oleh istrinya Retno, kakak perempuannya Sri dan iparnya Ahmad.
"Jangan sungkan, Nyai Darmo sudah kami anggap seperti keluarga." Ucap Raden Kerta Kesuma.
Dari kejauhan, sepasang mata diam-diam menatap tajam. Dibalik rerimbunan semak, sosok itu tersamarkan oleh gelapnya malam.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)
HorrorSebuah keluarga keturunan darah biru mulai mengalami masa-masa sulit. Ialah keluarga Raden Kerta Kesuma dan Ajeng Kamaratih. Kehidupannya yang bahagia, perlahan berubah menjadi duka dan nestapa. Orang-orang di sekelilingnya terkena bala yang tak jar...