Part 5

5.2K 223 15
                                    

"Rindayu anakku, bangun nak"

Tubuh Rindayu terbaring di kasur. Romonya pertama kali menemukan putri kecilnya tergeletak di depan pintu kamar dan segera memindahkannya ke dalam. Teriakan suaminya membuat Ajeng Kamaratih terbangun. Wanita dua anak itu terkejut melihat putrinya tak sadarkan diri.

"Apa yang terjadi Kang Mas, kenapa dengan Rindayu ?" Suara Ajeng Kamaratih terdengar serak. Pita suaranya belum pulih benar, hal itu biasa terjadi pada orang yang baru terbangun dari tidurnya.

"Aku sendiri tidak tahu Diajeng, aku menemukannya sudah tergeletak di lantai."

Raden Kerta Kesuma menepuk pipi putrinya pelan, lalu meraba tangan mungilnya dan memeriksa seluruh tubuhnya.
Namun, lelaki itu tidak menemukan luka apapun di sana.

Ajeng Kamaratih turut mencoba mencari tahu keadaan anaknya. Ia menaruh pungung tangannya dikening dan wajah putrinya. Sejurus kemudian, bibirnya mulai bergetar, air matanya berjatuhan, ia mendapati suhu tubuh Rindayu sangat tinggi.

Dengan langkah tergesa-gesa ia pergi ke luar kamar, bermaksud ingin mengambil sesuatu untuk meredakan demam yang menyerang putrinya.
Tidak lama kemudian, Ajeng Kamaratih kembali dan langsung meletakkan saputangan yang telah dicelupkan kedalam baskom berisi air hangat di kening Rindayu, sesekali ia menciumi tangan anaknya itu dan memanggil manggil namanya.

"Rindayu... anakku, Rindayu."

Dua orang rewang, kini ikut terjaga. Mereka mendengar suara tangisan ndoro putrinya, dan kegaduhan dari kamar Raden Ajeng Rindayu.
Tidak berselang lama, si kecil Raden Ajeng Kartika pun ikut terbangun dan mulai menangis ketakutan, menambah suasana di dalam menjadi semakin tegang. Lekas Ajeng Kamaratih menggendong putri bungsunya, air muka wanita lembut itu tampak begitu gelisah dan kebingungan.

Di luar sana, suara angin terdengar bergemuruh. Jam dinding menunjukkan pukul 23.01.
Rindayu belum juga tersadar. Raden Kerta Kesuma tak pernah sedetik pun beranjak dari sampingnya.

Demi melihat keadaan putrinya yang tak kunjung membaik, Raden Kerta Kesuma tiba-tiba berdiri. Ia mengatakan sesuatu.

"Aku akan pergi ke rumah dokter Syarifuddin, kalian berjaga disini." Perintah Raden Kerta Kesuma pada dua orang rewang tadi.

Sebelum berangkat, ia mencengkram pundak istrinya, seolah ingin menyalurkan separuh tenaganya dan memberi kekuatan pada wanita yang sangat dicintainya.

"Hati-hati Kang mas." Pinta istrinya sebelum melepas kepergian suaminya.

***

Satu jam telah berlalu. Ajeng Kamaratih berjalan mengelilingi setengah ruangan. Ia mondar mandir tak karuan. Pikiran dan hatinya bergelut. Cemas dan takut bergumul dalam desir darahnya. Meski masih satu desa, jarak antara rumahnya dengan rumah dokter Syarifuddin memang terbilang jauh. Tapi juga tidak mungkin perjalanan itu ditempuh dalam waktu hampir satu jam. Apalagi suaminya berangkat mengendarai sepeda motor. Pikirnya.

Tidak lama kemudian, Raden Kerta Kesuma datang bersama seorang lelaki. Ialah satu-satunya dokter yang ada di desa itu. Seorang dokter lelaki berperawakan sedang, tidak lebih tinggi dari Raden Kerta Kesuma.

Lelaki berkaca mata yang terlihat sangat berpendidikan itu langsung memeriksa keadaan Rindayu. Beberapa menit kemudian, lelaki bergelar dokter itu menjelaskan alasan, kenapa suhu tubuh Rindayu naik.

"Ini hal yang wajar, ketika seorang anak demam. Pertanda tubuhnya sedang melawan infeksi. Jangan terlalu khawatir Raden, besok demamnya akan berangsur turun." Terang sang dokter.

Raden Kerta kesuma tak kuasa membendung kekhawatirannya. Dokter Syarifudin segera menangkap gejalanya dari raut muka sang Raden.
Dokter itu lalu menyampaikan, bahwa apa yang dilakukan Ajeng Kamaratih sudah benar. Begitu anak demam, langsung dikompres menggunakan kain dan air hangat. Dokter Syarifudin mengatakannya tanpa kuasa menutupi rasa takjubnya, melihat seorang wanita desa mengerti cara merawat anak demam sesuai dengan apa yang diajarkan di sekolahnya dulu. Dan tentu, dokter Syarifudin akan lebih takjub lagi, jika ia tahu, dari mendiang Nyai Darmolah Ajeng Kamaratih mengetahui perihal kain dan air hangat itu.

Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang