Desa Paciran, Lamongan, Jawa Timur berada 40 Km ke arah barat laut dari Surabaya di pantai utara pulau Jawa dan 30 Km arah timur dari kota Tuban serta 30 Km utara dari kota Lamongan. Terdapat satu pondok pesantren. Jika di tempuh dengan bus memakan waktu 2 hari dua malam dari kampung Ahmad yang ada di Jawa Tengah. Akan tetapi, Pak Mahfud memilih menggunakan jasa kereta api untuk sampai lebih cepat.
Hari ini rencananya Ahmad dan pak Mahfud akan berangkat menuju ke pesantren. Semua perlengkapan sudah dipersiapkan matang-matang.
Dari rumah, Ahmad naik sepeda ke rumah pak Mahfud, lalu keduanya menumpang cikar atau dokar yang melintas menuju pasar. Dokar-dokar ini lewat, untuk menjemput ibu-ibu yang hendak ke pasar. Di desa pak Mahfud, cikar mudah ditemukan sampai kau bisa memangilnya dari dalam rumah. Karena desa pak Mahfud lebih dekat dengan jalanan yang diaspal.Baik pak Mahfud maupun Ahmad sudah lama tidak berkunjung ke pesantren. Ada rasa rindu yang menggelegak ditimpa rasa khawatir dan cemas. Tujuan mereka jelas, bukan sekedar silaturrahmi atau kunjungan mengaji. Mereka ke sana untuk meminta saran, meminta pertolongan.
Ahmad memang tidak dekat bahkan tidak pernah belajar langsung dengan kyai Hasan. Murid-murid yang beruntung mendapat ilmu dari Pak Kyai adalah murid tingkat akhir, yakni satu tingkat di atas dirinya. Waktu itu, Ahmad terpaksa mundur ketika dirinya akan naik tingkatan. Pertama tentu karena urusan biaya. Kedua dan seterusnya memang selalu karena itu. Pada masa itu ekonomi keluarganya tidak bagus. Ia mungkin bisa meminta keringanan pada pengurus pondok untuk melanjutkan satu tingkat lagi. Tetapi, nasib kedua orang tuanya yang sudah sakit-sakitan memadamkan semangat belajarnya, namun mengobarkan semangat yang lain. Semangat berbakti dan mengerjakan perbuatan yang paling Allah cintai. Yakni, memuliakan orang tua dan menyenangkan hatinya. Meski pada kenyataannya, hati orang tua mana pun pasti tidak akan senang melihat anaknya putus belajar.
Pak Mahfud lebih lama belajar di pesantren, beliau mencapai tingkatan paling atas dan langsung dididik oleh sang Kyai. Bahkan sempat juga pak Mahfud berguru pada bapaknya kyai Hasan, walaupun hanya sebentar. Tidak lama setelah pak Mahfud naik tingkatan pada tingkat teratas, tonggak kepemimpinan pesantren diserahkan kepada anak pertama dari pimpinan pondok yakni kyai Hasan Azhari.
"Mas pergi dulu, kau jaga diri baik-baik." Pesan Ahmad sangat menyentuh hati istrinya. Membuat bulir-bulir basah menetes deras dari pelupuk matanya.
Sri selalu begini, setidaknya akhir-akhir ini. Ia merasa takut kalau Ahmad akan pergi jauh dan tak kan kembali.Sri mulai menghitung tiap detik keberangkatan suaminya. Waktu terasa sangat lambat. Ingin rasanya ia menikam detik-detik itu dengan sebilah belati sehingga waktu yang menjenuhkan bungkam. Tetapi ia tidak bisa melakukannya sendirian, juga tidak dengan berdiam diri saja. Maka, ia pun memutuskan untuk pergi ke luar menemui saudaranya dan bermain-main bersama keponakannya yang lucu, sampai sang waktu menyerah lalu akhirnya mempercepat lajunya agar ia bisa segera melewati kesepian yang belum apa-apa dirasa hampir-hampir membunuhnya.
Sepertinya ia lupa tentang pelajaran cinta pada makhluk yang pernah Ahmad ajarkan.
"Jangan benci pada makhluk juga jangan cinta pada makhluk secara berlebihan. Sebab Allah tidak suka."
Begitu bunyi nasihat Ahmad pada suatu malam menjelang tidur.***
Di tempat lain...Sayup-sayup suara itu terdengar lagi. Suara anak kecil memanggil namanya. Mereka bermain berkejaran, suaranya merdu membelai ingatan.
Ia kenal tetapi lupa siapa."Raden, Raden." Suara itu diiringi gelak yang terdengar renyah. Di dalam mimpinya, raden selalu riang.
Apa mungkin mimpinya ini wujud dari rindunya yang terpendam. Tapi rindu pada siapa ? Setiap kali bangun matanya selalu basah. Begitu juga hatinya. Ia tidak mengira akan mengalami mimpi serupa dua kali.
Jika ini hanya kembang tidur, ia berharap kembangnya segera layu dan mati. Supaya tidak datang lagi dan mengusik hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)
HorrorSebuah keluarga keturunan darah biru mulai mengalami masa-masa sulit. Ialah keluarga Raden Kerta Kesuma dan Ajeng Kamaratih. Kehidupannya yang bahagia, perlahan berubah menjadi duka dan nestapa. Orang-orang di sekelilingnya terkena bala yang tak jar...