Chapter 2

25.9K 2.5K 88
                                    


"Gguk-ah, untuk yang terakhir kalinya, Hyung tidak ingin kau menikah hanya untuk menyelamatkan bisnis Appa. Ini masih belum terlambat untuk mundur. Pernikahan bukan sesuatu permainan, Gguk.", Jin memohon pada adiknya yang hanya terduduk di ranjang.
"Tidak Hyung, aku tidak melakukan ini demi Appa."
'Aku melakukan ini untukmu.'

Jeongguk masih ingat saat Eomma nya meninggalkannya saat dia masih umur 7 tahun. Jin dan Jeongguk hanyalah saudara tiri dari ibu yang berbeda. Appa mereka menikah dengan ibunya Jin lebih dulu kemudian bercerai lalu menikah dengan ibunya Jeongguk.
Ibu dari Jeongguk dianggap perusak rumah tangga keluarga Jeon yang sangat harmonis. Saat Jin masih berumur 9 tahun, ayahnya membawa pulang seorang gadis yang mengandung. Setelah itu ayah dan ibunya Jin bercerai, ibu dari Jin meninggal tak lama karena sakit. Hak asuh atas Jin jatuh ke ayahnya.
Saat Jeongguk masih umur 7 tahun, ibu kandungnya pergi menghilang dengan membawa kabur mobil dan uang. Tidak ada yang tahu keberadaannya saat ini.
Jin yang seharusnya menjadi satu-satunya orang yang paling membenci Jeongguk karena perbuatan ibu kandungnya, justru menjadi satu-satunya orang yang memberinya kasih sayamg. Bagaikan pengganti ibu kandungnya yang tidak peduli akan anaknya, Jin secara tidak langsung membesarkan Jeongguk sebagai figur seorang Hyung sekaligus seorang ibu yang sangat dibutuhkan Jeongguk kecil.
'Ini semua untukmu, Hyung.', Jeongguk berkata dalam hati.
"Aku menginginkan pernikahan ini, Hyung. Siapa yang tidak kenal Kim Taehyung. Pria paling diinginkan oleh pria maupun wanita di seantero Seoul ini.",

Jeongguk tersenyum berusaha meyakinkan. Ia tahu aktingnya tidak buruk.
'Aku berjanji akan menghancurkannya setelah perusahaan kita lepas dari masalah. Tidak ada yang bisa merampas kebebasan dari Jeon Jeongguk. Tidak seorang Kim Taehyung sekalipun.'




"Kau boleh memiliki tubuhku tapi aku tidak akan pernah memberikan hatiku padamu. Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu, Kim Taehyung.", Jeongguk berkata di malam pernikahan mereka. Saat lampu-lampu pesta sudah dipadamkan, saat deretan baris kursi kosong, saat kemewahan dan kemeriahan mereka hanya sekeping memori yang sangat jauh di ingatan Taehyung.
Taehyung mengerti.
Dia mengerti dialah yang memaksakan pernikahan ini untuk terjadi. Dialah yang memaksakan Jeongguk untuk menjadi miliknya. Dialah yang memaksakan untuk mengikat pria dengan wajah bak malaikat di hadapannya ini dalam ikatan pernikahan.
Dan dia mengerti, tidak semua dapat berjalan mulus seperti apa yang ia inginkan.
"Belum."
Jeongguk menatapnya heran, mata bulatnya yang sebelumnya menatapnya penuh kebencian kini penuh kebingungan.
"Apa?"
"Belum. Kau belum jatuh cinta padaku, Jeonggukie. Tapi saat itu akan tiba, dan aku akan berjuang sampai saat itu tiba.", dan tanpa menyisakan gurat sedih yang ia tunjukan saat Jeongguk berkata penuh kebencian, wajah tampan itu kini berpendar dengan senyuman yang mampu mengalahkan matahari.
Jeongguk yang baru kali ini melihat senyuman Taehyung selain senyuman formal saat pesta yang ditujukan untuk tamu, kehabisan kata-kata.
Senyuman ini berbeda, ia merasakan itu. Senyuman ini ditujukan hanya untuknya dengan begitu tulusnya. Ia tidak tau apa yang terjadi padanya sampai rasanya kata-kata pedas yang siap ia lontarkan, padam oleh senyuman Taehyung.

"Lihat? Belum apa-apa kau sudah menatapku seperti itu.", sekarang senyuman itu berubah menjadi seringaian bercanda mengejeknya.
Jeongguk ingin memukul dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia membiarkan dirinya menatap seperti itu?

"Penuhilah otakmu dengan angan-angan, Taehyung. Pada akhirnya aku hanya menikah denganmu untuk uang.", Jeongguk berbalik dan menuju kamar tamu di rumah 3 lantai milik Taehyung yang sangat megah. Ada 13 kamar dan tidak sulit baginya untuk menjadikan salah satu kamar di rumah itu menjadi miliknya.

"Mimpi indah, istriku! Good night!", Taehyung berseru gembira, tangannya melambai pada isitrinya yang berlalu tanpa sekalipun berbalik memandangnya.
Saat Jeongguk menghilang dari pandangannya, lambaian tangan itu turun perlahan lalu terkulai lesu di samping tubuhnya. Senyuman gembira itu memudar digantikan senyum tipis penuh kesedihan.
"Kau tidak mengenaliku huh, Ggukie? Aku rindu. Sangat rindu.", ia berbisik. Setetes air mata jatuh dari mata bulatnya.
Kemudian ia buru-buru menghapusnya.
"Ayolah Tae, masa kau cengeng. Bagaimana kau membuat Ggukie mu jatuh cinta padamu lagi kalau kau secengeng ini?", ia berusaha menyemangati dirinya sendiri.
"TaeTae Hwaiting!!", ia berseru mengepalkan kedua tangannya dan mengulangnya 3x.
"Lihat aku, Ggukie. Aku tidak akan menyerah semudah itu.", kemudian dia berbalik dan masuk ke kamar utama.

Arranged Marriage? Hell No!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang