Chapter 4

21.4K 2.2K 46
                                    

Ouch! Ahjumma, kenapa memukulku?", Tae mengerucutkan bibirnya sambil mengusap tengkuk kepalanya yang dipukul lembut Ahjumma.
"Kau ini memang tidak peka. Kau tidak akan mengantar istrimu? Tidak khawatir pengantin barumu itu diapa-apain orang?", Choi Ahjumma memarahinya, tangannya bertolak di pinggang sambil menggelengkan kepalanya.
Taehyung hanya bisa tertunduk. Bukan dia tidak mau, melihat wajahnya saja Jeongguk enggan apalagi diantar olehnya.
"Apa lagi yang kaupikirkan? Dasar anak ini. Ayo kejar istrimu", Ahjumma menjewer kuping Taehyung sampai ia berdiri kesakitan dan mendorongnya ke arah pintu depan.
Taehyung mengangguk dan membungkuk untuk pamit.
"Aku pergi dulu.", kemudian berlari keluar.
"Jeonggukie! Tunggu!", dia berseru saat Jeongguk hendak menghentikan taxi.
Mobil terakhir miliknya disita oleh ayahnya karena skandalnya yang terakhir sebagai hukuman.
Lelaki yang lebih tinggi darinya sedikit itu berlari kecil ke arahnya.
"Biar aku mengantarmu."
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri.", kemudian dia berbalik memunggungi Tae dan beranjak pergi. Tae menghentikannya dengan memegang lengannya.
"Choi Ahjumma akan sangat senang kalau kau membiarkanku mengantarmu. Aku tidak ingin mengecewakannya. Kumohon."
Wanita paruh baya itu sudah meninggalkan kesan yang sangat berarti untuk Jeongguk yang telah lama ditinggal oleh seorang ibu. Walaupun pertemuan mereka baru sebentar, dia bisa merasakan ketulusan wanita itu. Sedingin apapun sikapnya, Jeongguk tidak tega membuat wanita itu sedih.
Jeongguk mengangguk lambat dan sekali lagi dia melihat mata suaminya berbinar dengan senyuman yang lebar
"Tunggu disini."
Suaminya berlari ke dalam dan beberapa menit kemudian sebuah mobil sport Maserati Granturismo merah keluar dari garasi besar rumah megah itu.
Jeongguk masuk ke mobil sport itu, sedikit takjub dengan koleksi mobil sport milik suaminya itu. Taehyung berada di belakang kemudi, dia memakai kacamata hitam, bibirnya masih menyunggingkan senyuman khasnya.
Jeongguk membuang muka dari memandangi suaminya yang makin tampan dengan kacamata hitam itu. Ia tidak ingin tertangkap lagi sedang memandangi pria itu tanpa izin.
Ada miniatur singa kecil menghiasi mobil sport milik Taehyung, dan Jeongguk memilih memfokuskan pandangannya pada jalanan di depannya. Walaupun sesekali ia melihat suaminya dari ujung matanya.
Bagaimana mungkin seseorang bisa terlihat begitu tampan dengan hanya menyetir? Tae memiliki rahang yang tegas, tulang pipi yang tinggi dan hidung yang sempurna. Dan bibir itu, bibir yang terlihat lembut, Jeongguk berangan-angan akan seperti apa rasanya jika dicium dengan bibir itu.
'Apa-apaan ini? Apa yang salah denganku?'

Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang ada. Sesekali Tae memulai percakapan tapi karena Jeongguk menjawab seadanya, tidak ada yang bisa ia lanjutkan.
"Jadi, kau juga mengambil jurusan bisnis?"
Jeongguk tidak menjawab, hanya terdiam melihat jalanan di luar.
"Kau tidak terlihat seperti seseorang yang menyukai bisnis.", Tae berkata sambil lalu.
Jeongguk menengok tajam ke arah suaminya. Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin suaminya bisa membacanya semudah ini?
Jeongguk memang tidak suka jurusan bisnis. Dia bahkan membencinya. Matematika saja dia selalu remedial, bagaimana mungkin dia mau mengambil jurusan bisnis atas keinginannya?
"Apa maksudmu?"
"Sorry, Ggukie. Ini hanya tebakanku semata. Pada awalnya aku pun tidak mengambil jurusan bisnis. Bahkan aku menghindarinya jauh-jauh. Aku tidak suka."
Mata bulat Jeongguk membesar.
Ia tidak pernah membayangkan seorang Kim Taehyung pada awalnya tidak suka bisnis. Dan sekarang lihat dia, belasan award sebagai pengusaha sukses termuda.

"Aku mengambil jurusan musik. Appa membebaskanku memilih jurusan. Waktu itu aku sangat terobsesi dengan saxophone, dan tanpa pikir panjang aku daftar di jurusan musik. Hanya dua semester aku bertahan dan aku pindah ke filosofi. Namjoonie hyung mengambil dobel degree di filosofi dan bisnis, karena itulah aku tertarik. Tapi pelajaran statistika membuatku ingin menangis dan pada akhirnya karena aku sering membantu Namjoonie hyung di kantor, aku mulai tertarik dengan bisnis. Dan yah, kau tau berikutnya seperti apa.", seukir senyuman nostalgia tersungging di bibir Taehyung saat dia membelokkan mobilnya ke pelataran kampus.

Kerumunan mahasiswa berdiri ternganga melihat mobil sport mewah itu masuk ke kampus. Ada yang sampai mengeluarkan handphone untuk merekam atau memfoto mobil Maserati merah itu.

Tapi Jeongguk terlalu takjub mendengar cerita suaminya ini untuk memedulikan keramaian di luar karena kedatangan mereka.

'Wow.', itulah yang ingin Jeongguk katakan tapi dia menyimpannya dalam hati.
"Yah walaupun, aku harus ditertawai oleh teman-teman seangkatanku karena berpindah-pindah, aku senang mengambil semua keputusan itu. Tidak ada yang mengenali apa yang kau inginkan selain dirimu bukan?", Tae bertanya sambil tertawa ringan.
Namun Jeongguk merasa pertanyaan itu dan semua yang diceritakan Tae ini adalah untuknya. Seolah Tae tau, kalau Jeongguk membenci jurusan kuliahnya sekarang. Jika bukan karena ayahnya yang memaksanya, ia sudah drop out sejak semester satu.
"Kita sampai, Ggukie. Masuklah."

Jeongguk mengangguk dan membuka sabuk pengamannya.
"Tunggu. Ini, aku ingin kau memilikinya. Akan sangat mudah jika kau ada di kondisi terdesak.", Tae mengeluarkan kartu kredit gold dan memberikannya pada Jeongguk. Jeongguk sadar Tae memberikannya uang saku yang sangat banyak.
"Tidak. Aku tidak butuh uang sebanyak itu."
"Jeongguk, kau istriku. Kumohon terimalah.", Taehyung memohon.
Jeongguk menghembuskan nafas kesal. "Baiklah. Tapi aku tidak akan memakainya."
"Fine. Kau ingin aku-"
Belum selesai Tae bicara, Jeongguk sudah keluar dan berjalan cepat ke arah mata kuliah pertamanya.
"...jemput"
'Semoga setelah ini kau lebih berani untuk menentukan jurusan kuliah yang benar-benar kau suka, Ggukie. Kau hebat karena kau Ggukie-ku."

Arranged Marriage? Hell No!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang