Setibanya di rumah, Taehyung menggendong Jeongguk yang sudah ketiduran di mobil dengan bridal style. Ia membaringkan Jeongguk dengan hati-hati di ranjang, membuka sepatunya dan menyelimutinya. Kemudian, ia duduk di tepi ranjang Guk dan menatap istrinya yang tertidur. Melihat Jeongguk menderita sendirian karena kesulitan bernafas adalah sesuatu yang tidak mungkin ia lupakan.
Hatinya kembali sakit membayangkan kejadian seperti apa yang terjadi selama Jeongguk hilang sampai menimbulkan trauma sedalam ini.
Tae mengalihkan pandangannya dari Guk saat ponselnya bergetar dan pesan reminder dari Namjoon muncul di notifikasinya. Ia hampir melupakan janji telekonferensi dengan cabang Kim Ent. di Hongkong malam ini. Untuk sesaat Tae ingin menelepon Namjoon untuk membatalkan janjinya itu, ia tidak tega meninggalkan Jeongguk sendiri. Tetapi janji telekonferensi itu telah ia buat dari beberapa minggu yang lalu dan urgensinya semakin besar jika ia semakin menundanya.
Dengan enggan ia berdiri, lalu mengecup kening Jeongguk yang masih terlelap kelelahan, mengusap pipi dan bibirnya yang masih pucat lalu pergi menuju ruang belajarnya.
"Yeri-sshi, tolong pantau keadaan istriku. Jika ada apa-apa, segera temui aku di ruang belajarku. Oh iya, aku mau segelas air di samping meja tidur. Aku mau makan malam disiapkan, karena ia belum makan. ", Tae berpesan pada salah satu maid sebelum ia masuk ke ruang officenya.
"Nae, Tuan Kim."
Diskusi mereka dengan salah satu kepala cabang masih menemui jalan buntu saat ketukan singkat terdengar. Tae segera bangkit berdiri saat kepala Yeri baru menyembul dari balik pintunya, dengan anggukan singkat ke arah Namjoon yang segera mengerti kalau itu adalah isyarat untuknya untuk mengambil alih meeting, Tae berlari keluar ruangan.
"Tuan Kim, aku mendengar teriakan dan tangisan dari kamar Jeongguk-sshi."
"Terimakasih, Yeri. Kau boleh kembali mengerjakan pekerjaanmu.", Tae berkata di depan pintu kamar.
"Nae, Tuan.", Yeri mengangguk kemudian pamit.
Tae bergegas masuk, Jeongguk masih memejamkan matanya tapi ekspresinya tersiksa. Bibirnya bergumam dan ketika Tae duduk di sebelah Jeongguk baru ia paham apa gumaman itu.
"Eomma... Eomma. Kajima. Eomma... Nan museowo...Jebal.", Jeongguk terisak, suaranya serak, tangannya menggapai tapi Tae tahu itu hanya ada dalam mimpinya.
Saat sedekat ini, baru Tae melihat pipi Jeongguk sudah basah oleh air mata, rambut menempel di keningnya, basah oleh keringat. Nafasnya tersengal, seperti ada yang mencekiknya di dalam mimpinya.
Dengan perlahan, Tae meraih lengan Guk, dan menyibak rambutnya yang sudah basah oleh keringat.
"Gukkie.. sayang, bangunlah. Itu semua mimpi. Ayo bangun, sayang.", Tae mengguncang tubuh Jeongguk perlahan.
Setelah beberapa saat, mata Jeongguk terhentak terbuka dan untuk sesaat Tae dapat melihat kekosongan di dalam mata bulat sehitam arang itu. Perlahan matanya berfokus pada wajah Taehyung yang memandangnya khawatir.
"H-hyung...", Jeongguk berkata serak.
"Gukkie.."
Tae mendudukkan Jeongguk dan mengambilkan segelas air minum. Ia membantu Guk untuk minum karena tangan dan tubuh Guk yang masih gemetaran hebat karena mimpi buruknya.
"H-hyung.. m-maafkan aku."
"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kau tidak bersalah apa-apa, sayang.", Tae meyakinkan, hatinya kembali sakit saat melihat Jeongguk yang sangat terlihat kecil dan rapuh sekarang. Wajah pucat pasi, keringat membasahi kening dan tangan yang masih gemetaran. Berbeda dengan Jeongguk yang penuh percaya diri yang selalu ia lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage? Hell No!
Fanfiction[COMPLETED] "Kau boleh memiliki tubuhku tapi aku tidak akan pernah memberikan hatiku padamu. Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu, Kim Taehyung.", Jeongguk berkata di malam pernikahan mereka. "Belum. Kau belum jatuh cinta padaku, Jeonggukie. Tap...