Chapter 19 - Only Then

22.2K 1.9K 164
                                    

"Kau yakin, Jin Hyung? Kau yakin Tae melakukan itu?", Jimin bertanya bingung. Ia yakin ia mengenal Taehyung dengan sangat baik. Dan Taehyung bukan orang yang akan melakukan itu.

"Aku tidak tahu, Jimin-ah. Guk meneleponku dalam keadaan menangis. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku juga ragu Tae akan melakukan itu. Rasa cintanya pada Gukkie terlalu besar hingga ia tega melakukan itu.", Jin menghembuskan nafas panjang.

Jimin hanya bisa terdiam. Ia setuju dengan Jin, mereka sama-sama tahu sedalam apa cinta Taehyung untuk Jeongguk karena mereka berdua telah menyaksikan bagaimana Tae mencintai Guk dari masa lalu mereka sampai sekarang. Jadi, tidak mungkin Tae setega itu. Ini pasti kesalahpahaman.

Tapi Jeongguk...

Guk tidak ingat masa lalu mereka, jadi melihat Tae dengan wanita lain pasti pukulan menyakitkan untuknya.

"Kau sudah bicara dengan Guk, Hyung?"

"Ya, aku sudah menasehatinya, kalau mereka harus bicara. Guk harus mendengar penjelasan dari Tae langsung sebelum menarik kesimpulan. Guk berjanji akan menunggu Tae pulang malam ini untuk mengajaknya bicara."

"Oke, Hyung. Aku setuju. Aku akan memastikan Tae tidak pulang larut malam.






"Yeoboseyo, Hyung?", Jeongguk bertanya lemah, suaranya parau. Sesampainya di rumah, ia langsung berlari ke toilet. Memuntahkan isi perutnya sampai tidak ada sisa, dan mual itu masih terasa sampai seharian bahkan setelah perutnya kosong. Ahjumma Choi dengan sigap memegangi rambutnya dan mengusap punggungnya, ketika ia muntah-muntah.

Guk begitu lemah sampai untuk ke kamar saja ia harus dipapah oleh Ahjumma dan Yeri. Ahjumma memberikannya chamomile tea untuk membantu rasa mual. Jeongguk berterimakasih dan meminumnya sedikit. Mereka berdua baru meninggalkan Jeongguk sendiri saat Jeongguk berkali-kali meyakinkan mereka kalau ia sudah baik-baik saja dan ingin menelepon suaminya.

"Nae, Jeongguk.", suara Taehyung di ujung telepon begitu berbeda dengan suara Tae yang dulu. Tidak ada Gukkie lagi sekarang, hanya Jeongguk. Hatinya mencelos menyakitkan karenanya.

"Hyung.. apa bisa malam ini pulang lebih awal?"

"Jeongguk, suaramu... apa kau sakit? Kau mau Hoseokie hyung untuk memeriksamu?"

Mendengar rasa khawatir di suara Tae seperti mendapat obat untuk luka di hatinya. Hatinya berdebar menyenangkan dan seulas senyuman kecil muncul di bibirnya yang pucat.

"Ani..hyung. Hanya mual sedikit.", Jeongguk berbohong.

"Oh.. Aku akan usahakan untum pulang-", tapi suara Taehyung terputus oleh suara wanita yang berbicara di belakang Taehyung. Kemudian, mereka seperti berdebat sesuatu sampai akhirnya Taehyung menghembuskan nafas panjang dan menyetujui apapun itu argumen mereka.

"Maafkan aku, Jeongguk. Aku tidak bisa."

"Ah....G-gwenchana, Hyung. Aku akan menunggumu."

"Baiklah jika itu yang kau inginkan. Kita akan bicara malam ini.", Taehyung menyetujui. Entah mengapa ada nada yang berat saat Tae mengatakan itu. Kemudian, Tae pamit dan menutup telepon.

'Apa melihatku dan bicara denganku saja kau sudah tidak mau, Hyung?'







Taehyung dalam perjalanan menuju rumah setelah akhirnya meeting merger dengan perusahaan akuisisi terbarunya deal. Urusan birokrasi dan administratif ia serahkan semua pada Jisoo, manager marketing barunya yang seharian ini ada di ruangannya bersama Namjoon.

Ia melonggarkan dasi, dan melepas beberapa kancing teratas kemejanya. Ia begitu lelah sampai rasanya ia bisa tertidur sambil berdiri. Tae memutuskan untuk membuka beberapa pesan dan mailbox di ponselnya saat laju mobil menurun sampai mereka berhenti. Ia menengok kedepan, antrian mobil sudah mengular di depannya.

Arranged Marriage? Hell No!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang