Chapter 6

20K 2.1K 98
                                    

Setelah kejadian itu, selama beberapa minggu ke depan, keduanya hampir tidak pernah berbicara. Jeongguk menghindari Taehyung sebisa mungkin. Ia selalu berangkat ke kampus sebelum Taehyung bangun dan selalu pulang saat suaminya sudah tertidur.
Jeongguk berpikir lebih baik seperti ini, karena jika seperti ini tidak akan ada lagi perasaan yang tidak bisa ia kontrol untuk suami sahnya itu.
Perasaan yang tidak boleh ia miliki.
Tapi bagaimana jika setiap hari selama ia perlakukan suaminya dengan dingin, tidak pernah sekalipun suaminya tidak meninggalkan bunga di depan kamarnya.
Bagaimana jika setiap hari tidak pernah sekalipun Taehyung lupa untuk menempel post it di lemari es yang berisi pesan sederhana:
'Pakai pakaian yang lebih hangat, Ggukie. Hari semakin dingin. Brr.'
'Dakgalbi buatan Choi Ahjumma no. 1 paling enak, kau harus mencobanya. PS: Wadah dengan tutup merah besar untukmu. ^^'
'Hari yang melelahkan di kantor. Aku harap harimu penuh kebahagiaan, Ggukie..'
'Aku berpikir untuk memelihara anjing. Jimin adopsi anjing hari ini. Dan dia sangat lucu!'
'Namjoonie hyung senyam senyum sendiri saat main hape. Hmm, aku penasaran dia chatting dengan siapa. Fighting hari ini, Ggukie!'
Ia bahkan tidak tau siapa Jimin dan Namjoonie hyung, tapi perlahan post it berisi pesan sederhana itu selalu meninggalkannya tersenyum sendirian saat membacanya.
Jeongguk menggeram frustrasi. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang harus ia lakukan.
Suara keras musik di Butterfly Bar malam itu tidak mampu meredam pikirannya yang kalut. Orang-orang berhambur di tengah bar, menari dan bercumbu tanpa malu. Bahkan di tengah kerumunan orang, bising dan gemerlapnya kehidupan malam di bar, dia masih merasa kesepian. Ia ingin suaminya.
"Persetan dengan semuanya! Persetan denganmu Kim Taehyung!", Jeongguk menggeram. Ia melampiaskan kekesalannya pada pria ketiga yang datang menggodanya. Ia akan melupakan sejenak perasaan dan pikirannya malam ini.
Tidak ada yang bisa menghentikannya.


Taehyung kembali pulang dalam keadaan rumah yang kosong, hanya Choi Ahjumma dan beberapa asisten rumah tangga.
Ia tersenyum lemah pada Choi Ahjumma yang menyiapkan makanan untuknya.
"Ah... lelah sekali...aku segera ingin tidur saja."
"Mandi dan makanlah dulu, supaya badanmu lebih segar.", Choi Ahjumma tidak pernah bertanya mengapa sang istri dari tuan rumahnya selalu pulang larut malam dan berangkat di pagi buta. Ia tau, sekalipun Taehyung selalu memasang wajah yang ceria dan bertingkah seperti orang yang tidak terjadi apa-apa, semua ini tetap mempengaruhinya. Hari demi hari, cahaya yang selalu terpancar di wajahnya semakin redup, digantikan oleh senyuman palsu yang dipaksakan.
Tubuhnya terlihat mengurus, berat badannya turun karena ia hampir jarang terlihat makan dan semakin hari semakin tenggelam dengan pekerjaannya.
Hanya usapan lembut atau pelukan hangat yang Choi Ahjumma bisa berikan pada anak yang sudah seperti anaknya sendiri itu.
"Ah nae, terimakasih Ahjumma. Aku akan makan nanti.", Tae tersenyum, ia memeluk orang yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri itu.
"Taehyung-ah..jika semua terlalu berat, selalu ada pilihan kedua. Ingat itu, Nak.", semakin lama ia melihat semakin sakit, dan Taehyung selalu melarangnya untuk bercerita pada Mama Kim (ibu kandung Tae) dan Papa Kim (ayah kandung Tae). Taehyung tidak ingin hal ini sampai pada keluarga Jeon dan menimbulkan masalah untuk istrinya.
"Gwenchana, Ahjumma.", Tae mengeratkan pelukannya sebelum melepas pelukan itu. Kemudian, ia berbalik dan naik ke kamarnya.


Keesokan paginya, Taehyung bergegas untuk ke kantor. Ada masalah di perusahaan cabangnya di Jeju yang mengharuskannya untuk mengadakan telekonferensi secepatnya.
Saat ia turun ke ruang makan, ia heran gelas susu Jeongguk masih utuh. Istrinya itu selalu menghabiskan susunya meskipun ia selalu berangkat lebih dulu. Alisnya berkerut. Itu artinya istrinya tidak pulang semalam. Rahangnya mengeras.
'Ini sudah keterlaluan.', pikir Taehyung. Ia akan berbicara dengan istrinya itu malam ini.
"Kita perlu bicara malam ini.", Tae menulis di post it dan menempelnya seperti biasa.


Jeongguk memutuskan pulang sebelum tengah malam hari itu. Ia sedikit merasa bersalah karena tidak pulang malam sebelumnya.
Ia tidak ingat apa yang terjadi semalam, ingatannya berakhir saat ia diajak ke hotel oleh pria bernama Kang yang parfumnya sangat mirip dengan suaminya. Bahkan disaat Jeongguk ingin melupakan Taehyung, ia malah meladeni orang yang punya kesamaan dengan suaminya itu.

Saat ia pulang ke rumah malam itu, ia sadar mobil Tae belum terparkir di tempat biasanya. Itu artinya suaminya belum pulang.
Selama Jeongguk menghindarinya beberapa minggu ini, Taehyung tidak pernah pulang selarut ini. Jeongguk menuju ke kamarnya, dan tidak ada bunga disana, hanya ada post it yang berisi pesan untuknya.
'Kau saja belum pulang, bicara apanya.', Jeongguk bergumam. Dia masuk ke kamar, dan meletakkan post it itu di laci kamar bersama semua post it dan bunga yang diberikan oleh Taehyung.
Tidak ada yang tahu ia meletakkan semua pemberian suaminya disana. Laci itu terkunci rapat. Ia menarik nafas, keheningan malam itu membuatnya mengantuk. Tidak lama ia pun terlelap.

Jeongguk terbangun dengan suara pintu yang dibanting terbuka. Ia membuka matanya dan melihat Taehyung bersandar di ambang pintu. Rambutnya yang selalu tertata rapi berantakan menutup matanya, dasinya tidak terpasang rapi dan beberapa kancing kemejanya terbuka.
Saat Taehyung masuk dan menghampiri Jeongguk barulah ia sadar mata itu menatapnya sendu, mata Taehyung merah dengan kantung mata yang jelas kalau suaminya kurang tidur.
"Kenapa kau tidak pulang semalam?", Taehyung bertanya pelan.
"Bukan urusanmu."
Taehyung tertawa tapi tidak ada nada humor di tawanya. Tawa itu kosong, tidak seperti tawa saat pertama kali Jeongguk mendengarnya saat pernikahan mereka. Taehyung menarik rambutnya ke belakang, tubuhnya lunglai ia tidak punya tenaga lagi.
"Tidakkah aku mendapat hak sebagai suamimu? Aku berhak tahu kau kemana dan tidur dimana!", mata Jeongguk melebar saat Taehyung semakin mendekat ke arahnya. Suaminya itu jelas-jelas mabuk, jalan lurus saja ia tidak bisa.
"Jangan mendekat!", Jeongguk duduk di tepi kasur, jelas Taehyung tidak dalam akal sehatnya saat ini.
Jeongguk kembali terbelalak saat, Taehyung malah berlutut di lantai di hadapannya.
Tangan kanan Taehyung terulur ingin menggapai pipinya, tapi Jeongguk menghindar saat tangan itu belum menyentuhnya.
Tindakan ini malah semakin membuat Tae geram, ia menarik paksa tengkuk kepala Jeongguk dan menengadahkan kepalanya, dalam sekejap Jeongguk merasakan bibir lembut Taehyung menempel di bibirnya.
Kedua tangan Jeongguk mendorong sekuat tenaga pundak suaminya, tapi Taehyung lebih kuat. Taehyung terus memaksakan ciuman itu di bibir Jeongguk. Air mata berlinang di kedua mata Jeongguk.
"Tolong, hentikan.", Jeongguk berkata lemah.
Seperti tertampar, Taehyung terhuyung ke belakang. Matanya terbelalak nanar, seolah tidak sadar apa yang sudah ia lakukan.
"Ggukie, maaf aku.. a-", Taehyung pun tidak sadar kalau air matanya sudah mengaliri pipinya. Memandang istrinya yang menangis di hadapannya dengan bibir yang memerah, Taehyung tidak sanggup lagi.
Ia berlari keluar dari kamar itu, meninggalkan Jeongguk yang masih menangis.

Jeongguk menyentuh bibirnya, ciuman Taehyung yang kasar membuatnya ingin menangis lebih keras. Tapi pada saat yang sama, ia tidak bisa berbohong kalau ia membayangkan bagaimana jika bibir itu menyentuhnya dengan lembut, dengan ciuman yang halus, penuh perhatian dan lembut. Ia tidak bisa berbohong kalau ia ingin suaminya menyentuhnya bahkan lebih dekat dengannya lagi.

tbc

Note: agak panjang 1101 words.

Arranged Marriage? Hell No!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang