"Sham tenang lah, aku akan menceritakan dan menjelaskan semuanya. Tapi aku mohon tenangkan dulu dirimu," ujar Jems yang terlihat tidak dapat membantah Sham lagi,
"kamu benar, kamu memang harus tahu kebenaran surat wasiat itu karena kamu terlibat di dalamnya," kata Jems sambil menghela napasnya dalam dan menghembuskannya pelan.
"Aku mohon jangan ada lagi yang ditutup-tutupi," mohon Sham yang sudah mulai tenang.
"Bim tolong ambilkan surat wasiat itu di kantor," pinta Jems kepada Bima.
Baru saja Bima akan berdiri, Sham sudah menyela terlebih dahulu, "lebih baik aku dan kalian ke kantor.""Baiklah," setuju Jems.
Sedangkan Bima sedang memutar otaknya mencari jalan keluar, pasalnya beberapa waktu lalu Bima mendapat kabar dari Galih bahwa kondisi kantor sedang ramai oleh wartawan. Berita ternyata sudah melebar luas, posisi Jems sebagai direktur utama di firma hukum pastilah sedang di ujung tanduk.
"Sebaiknya aku saja yang mengambil surat wasiat itu, kalian kan belum makan siang," cegah Bima saat melihat Jems dan Sham berdiri dan akan segera pergi.
"Kita bisa makan nanti Bim, aku tidak ingin menuggu lebih lama lagi," ujar Sham dengan nada suaranya yang tegas dan tidak dapat lagi dibantah.
"Aden tenang saja, saya akan bawakan makanan untuk dimakan di kantor. Saya sudah selesai masak kok," tiba-tiba Bibi Irma muncul dan menyela obrolan mereka.
Bima justru terlihat semakin bingung, dia belum memberitahu Jems tentang apa yang sekarang sedang beredar. "Ada apa Bim?" tanya Jems yang curiga dengan air muka Bima yang terlihat tegang.
"Bisa kalian duduk dulu? Aku akan jelaskan semuanya," Bima meminta Jems dan Sham untuk kembali duduk. Kini mereka semua saling berhadapan, Bima sendiri mencoba bersikap tenang agar Jems juga dapat tenang.
Bima sengaja membuka siaran televisi dan mencari acara yang menyiarkan tentang gosip May dan Jems. Ketiganya hanya diam saja menonton berita tersebut, isinya sama tentang gosip hubungan Jems dan May lalu ditambah bumbu ocehan kekecewaan orangtua yang anaknya menjadi korban pembunuhan. Keadaan semakin runyam saja saat berita terbaru tentang tertangkapnya Jems di bandara Paris beberapa waktu lalu.
"Kondisi di kantor penuh dengan awak media," jelas Bima sambil kembali mematikan televisi.
"Tolong perintahkan semua Tim A untuk rapat sekarang!" perintah Jems kepada Bima. "Sham, apa kamu tetap ingin ikut ke kantor?" tanya Jems kepada Sham yang sejak menonton berita itu hanya diam saja.
"Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Sham menatap Jems dengan tatapan yang tidak dapat diartikan oleh Jems.
"Tentu aku akan rapat terlebih dahulu terkait kasus pembunuhan anak dibawah umur itu, setelahnya aku akan menjelaskan semuanya kepada media," jelas Jems.
"Sepertinya masalah ini tidak akan selesai hanya karena hal ini, posisimu sebagai pemimpin utama pasti terancam. Para pemegang modal pasti akan segera mengeluarkanmu dari kepengurusan Jems," ujar Bima.
"Aku tahu, sekarang ini posisiku bukanlah hal yang penting. Nyawa Sham itu adalah prioritasku Bim," kata Jems dengan raut wajah yang datar-datar saja.
"Jems! Karier-mu akan hancur, lisensi pengacara milikmu akan segera dicabut jika para orangtua itu memperkarakannya," Bima terlihat mulai terbawa emosi denga sikap santai dan biasa-biasanya Jems.
"Mereka orang kongloerat Jems! Mereka bisa melakukan apa saja dengan uang!" lanjut Bima lagi.
"Aku tetap akan masih hidup tanpa lisensi itu! Tapi jika tanpa Sham? Aku akan mati Bima!" seru Jems dengan lantang dan terdengar jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warning Love [M-PREG]
Teen FictionKarena sebuah perjanjian dalam surat wasiat dan harta warisan, Jems harus menikahi seorang pria yang bernama Sham, yang telah menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Angela-Teman Sebelah kamar kosannya. "Sebagai imbalannya, Anda harus bersedia men...