2 | Mantan

5.5K 300 65
                                    

Cia menghela napas pelan sebelum merebahkan dirinya di atas kasur. Ia memutar bola matanya malas ketika masih bisa mendengar suara Nevan dari lantai bawah. Kenapa pamannya itu belum pergi juga dari rumah?

Bukannya ia tidak suka akan kehadiran pamannya, tetapi sosok pamannya itu selalu mengingatkan dirinya dengan Alden. Alden yang selalu membawelinya, memerhatikannya, melindunginya.

Ia memejamkan mata perlahan membiarkan cairan bening itu turun membasahi pipinya. Ia rindu, tapi tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain menangis dan mendoakan yang terbaik untuk orang tuanya yang sudah bahagia di atas sana.

"Aku kangen," lirih Cia.

Cia kecil berlari menghampiri orang tua dan ketiga kakaknya yang sudah mulai memanggang ayam di taman rumahnya. Cia menarik ujung kaus Alden sebelum mengerjapkan bola matanya lucu. "Kok Cia ketiduran, enggak ada yang bangunin?"

Alden terkekeh sebelum menggendong putrinya itu menjauh dari panggangan karena dia tidak mau anaknya menghirup banyak asap. Dia menjawil hidung Cia gemas seraya berucap, "Karena kamu tidurnya nyenyak banget."

Cia mengerucutkan bibirnya sebal membuat Alden semakin gemas dengan dirinya. Alden mengusap lembut puncak kepalanya. "Cia mau bantu panggang?"

Cia sontak menganggukkan kepalanya dengan semangat. Alden menurunkan Cia dari gendongannya.

"Okay, kalau gitu sekarang kamu nyamperin kakak-kakak kamu, ya."

Cia mengerutkan keningnya. "Terus Dad ke mana? Dad enggak mau ikutan?"

Alden berjongkok agar tubuhnya yang tinggi itu sejajar dengan putrinya. "Dad mau ke toilet. Cia mau ikut?

"Iya, mau ikut. Cia enggak mau sendirian," jawab Cia mengerjapkan matanya berulang kali membuat Alden terkekeh.

Dia mengecup kening Cia pelan sebelum berucap, "Kamu cewek, Sayang. Masa iya ikutan Dad ke toilet? Kamu enggak sendirian, Cia. Di sini kan ada Mom sama kakak-kakak kamu juga. Kamu takut apa?"

"Intinya, Cia enggak mau sendirian. Dad enggak boleh pergi," ujar Cia sebelum memeluk Alden erat membuat Alden tersenyum tipis.

Cairan bening itu semakin mengalir deras ke pipinya. Ia membuka matanya sebelum mengusap pipinya. "Dad, aku kangen. Dad di mana?"

Cia mengeratkan pelukannya pada guling seakan ia sedang memeluk Alden. Ia menarik napas dalam sebelum mengembuskannya perlahan.

"Maaf, Cia nangis lagi. Cia cengeng banget, ya," lirih Cia membuat Aldri yang berdiri di ujung pintu menyeka air matanya di ujung mata.

Aldri tersenyum tipis sebelum berjalan menghampiri adiknya.

"Hey, need hug?" tanya Aldri begitu mendudukkan dirinya di samping Cia membuat Cia langsung melepas guling dan memeluknya erat.

"Kakak...."

Tangis Cia pecah begitu saja ketika tubuhnya didekap erat oleh kakaknya. Ia takut akan ditinggalkan lagi.

"Kakak ... enggak bakalan ikutan ninggalin aku, kan?" tanya Cia di sela tangisannya membuat hati Aldri berdenyut.

Aldri menempelkan dagunya pada puncak kepala Cia sebelum berujar, "Selama kakak masih diberikan kesempatan buat hidup, kakak enggak bakalan pernah meninggalkan kamu sendiri, karena kakak sayang kamu."

Alicia 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang