23 | Reekar

2.3K 185 14
                                    

Aldri berdeham sebelum berucap, "Kayaknya ini pembicaraan anak muda, deh. Mendingan gue sama Kak Lerdo ke kamar aja."

Lerdo mengangguk. Setelah mengecup puncak kepala Cia, mereka berdua pun meninggalkan keempat orang itu di ruang tengah.

"Sebenarnya, gue di sini enggak tahu apa-apa, sih. Apa gue juga ke kamar aja, ya?" tanya Alice yang langsung dibalas gelengan Cia.

Cia tidak mau terjebak sendirian di tengah dua laki-laki itu. Ia melirik David yang diam. Ia yakin laki-laki itu menganggap candaan Vero sebagai serius, padahal ia yakin sekali Vero sudah berpindah hati.

Ia menyenggol lengan Vero meminta laki-laki itu berbicara yang jujur, tetapi laki-laki itu malah memeletkan lidah. Dengan sengaja Vero menyenderkan kepala di pundak Cia membuat hati David semakin terbakar.

Cia berusaha menjauhkan pundaknya dari Vero, tetapi laki-laki itu tetap bersikeras untuk bersandar di pundaknya. Akhirnya ia membiarkan kepala laki-laki itu menempel pada pundaknya.

Vero mendekatkan bibirnya pada telinga Cia sebelum berbisik, "Lo ikuti aja gue mau ngapain. Niatan gue baik."

David langsung melemparkan tisu bekas ke Vero. "Lo ngapain nempel-nempel sama Cia?"

"Kenapa memangnya? Kok lo marah gitu? Iri, ya, karena lo enggak bisa gini?" ledek Vero semakin memanasi David.

Alice menggelengkan kepala melihat tingkah kedua laki-laki itu yang merebutkan kembarannya. Ada rasa iri di hatinya karena Cia bisa dengan mudah membuat semua orang jatuh hati pada gadis itu, sedangkan dia tidak bisa. Tetapi, rasa iri itu kini sudah tertutupi oleh rasa sayangnya.

Dulu dia tidak bisa mengalahkan rasa irinya, tapi sekarang dia sudah bisa. Dia tidak mau menyesal untuk kesekian kalinya karena menyakiti kembarannya.

"Ci," panggil Vero.

"Kenapa?"

"Kok kayaknya di sini panas banget, ya? Lo kepanasan, enggak?" tanya Vero.

Tawa Alice pecah begitu saja mendengar pertanyaan Vero. "Kocak lo, asem. Kasihan David, woi."

David mencebikkan bibir sebal sebelum memutuskan untuk kembali ke kamarnya daripada di sini dia hanya makan hati melihat kedekatan Vero dengan Cia. Kecemburuannya membuat dia lupa akan sebuah fakta. Fakta bahwa di mana Vero dan Cia tidak akan pernah bisa bersatu karena ada benang merah yang terhubung.

Cia langsung mendorong kepala Vero begitu David pergi. "Lo ngapain, sih? Dia marah, tuh."

"Gue? Gue cuma lihat aja sebenarnya dia masih sayang lo atau malah sayang ke kembaran lo."

"Ver, dia udah enggak sayang gue. Lo harus percaya itu. Waktu itu, semua salah gue. Gue yang bikin dia labil akan perasaannya," jelas Alice.

Vero menaikturunkan kedua alisnya sembari berucap, "Yang kasih lo ngomong siapa, Curut? Gue masih enggak suka sama lo, ya. Jangan mentang-mentang lo di sini, lo pikir gue suka sama lo."

Cia memukul kepala Vero kesal melihat perlakuan laki-laki itu. "Lo mesti suka sama kehadiran Alice karena dia juga sepupu lo. Kalau enggak, gue enggak mau lihat lo lagi."

"Ci, dia enggak suka gue itu wajar. Gue tahu, kok, sikap gue ke lo dulu kayak gimana." Alice berucap seraya tertawa hambar.

Seusai mengucapkan itu, Alice pun berpamitan masuk ke dalam kamar tidak mau mengganggu kedua orang itu membuat Cia kesal bukan main dengan Vero.

Alicia 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang