3 | Bando

4.8K 277 48
                                    

Cia tersenyum tipis melihat bingkai foto yang berada dalam genggamannya. Ia menarik napas dalam sebelum menaruh bingkai tersebut dalam laci.

"Mantan? Lo punya mantan? Kok gue enggak tahu? Kenapa bisa putus? Terus, sekarang mantan lo di mana?" celoteh Preston membuat Cia mendengkus sebal.

"Ton, lo enggak mesti tahu segalanya tentang gue."

Preston tersenyum singkat sebelum berujar, "Maaf, gue lupa kalau gue bukan siapa-siapa lo."

"Bukan gitu, gue udah anggap lo kayak kakak gue, Ton. Gue cuma belum bisa menjelaskannya, kasih gue waktu. Gue bakalan kasih tahu lo," ucap Cia.

"Kenapa? Karena lo masih say—"

"Cia," panggil Aldri dari luar pintu membuat keduanya menoleh.

"Kenapa, Kak?" tanya Cia seraya berjalan mendekati kakaknya. Ia bersyukur kakaknya datang di waktu yang tepat.

"Ada teman kamu di bawah, katanya dia udah bilang ke kamu mau ke sini main," jawab Aldri.

Cia mengernyitkan keningnya bingung. Ia tidak memiliki teman selain Preston di sini. Lalu, siapa yang dimaksud oleh kakaknya?

"Cowok?" tanya Preston yang dibalas anggukan Aldri.

Preston menaikkan sebelah alisnya menatap Cia. "Jangan-jangan itu mantan lo yang datang."

Setelah mengucapkan hal itu, Preston langsung berjalan keluar kamar Cia karena dia penasaran dengan laki-laki yang dimaksud oleh Aldri. Dia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan di salah satu anak tangga. Dia tidak mau kelihatan seperti anak berandalan di depan mantan calon gebetannya.

Cia menghela napas panjang ketika Aldri menatapnya meminta penjelasan. "Aku belum cerita apa-apa ke dia. Dia tadi lihat foto aku sama David di dinding, aku lupa copotin. Ya udah, dia kepo. Tapi, aku cuma bilang kalau itu mantan aku."

"Mantan, ya, Dik," ledek Aldri menaikturunkan kedua alisnya menggoda Cia membuat gadis itu menonjok pelan lengannya.

Cia berjalan keluar kamar dengan menghentakkan kakinya ngambek dengan Aldri. Langkahnya berhenti di salah satu anak tangga ketika mengetahui siapa yang datang ke rumahnya. Laki-laki itu bahkan tidak memiliki kontaknya, bagaimana bisa dia berkata ke kakaknya bahwa dia telah memberitahu tentang kedatangannya?

"Ezra?" panggil Cia ketika kakinya telah menginjak di lantai dasar.

"Hai, Cia! Gue ganggu waktu lo berdua sama Toton, ya?" sapa Ezra dengan muka tidak bersalah membuat Preston mengumpat dalam hati.

"Enggak."

"Iya."

Cia terkekeh kecil sebelum mencubit lengan Preston. "Enggak usah sok terganggu gitu, lagipula kita enggak lagi ngapain."

Preston memutar bola matanya malas.

"Lo ngapain, sih, ke sini? Tahu rumah Cia dari mana coba?"

Ezra menaikkan sebelah alisnya sembari berucap, "Tadi di sekolah lo kenalin Cia sebagai tetangga lo, berarti rumah Cia, ya, di sebelah rumah lo."

Jawaban Ezra yang polos itu membuat tawa Cia meledak. Berbeda dengan Cia, Preston kesal bukan main akan kehadiran Ezra.

"Ya udah, lo duduk dulu, Ez. Mau minum apa? Biar gue minta mbak gue buatin," ucap Cia.

"Es jeruk," sahut Preston yang dibalas dengkusan Cia.

"Gue nanya Ezra bukan lo, Ton."

"Gue apa aja, deh," ucap Ezra tidak enak hati karena mesti merepotkan asisten rumah tangga Cia.

Alicia 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang