19 | Sayang

2.7K 208 11
                                    

Alice menggeram kesal melihat Cia yang menangis di pelukan Aldri akibat orang-orang yang tidak berperikemanusiaan itu. Tanpa berpikir dua kali, dia langsung mengambil kunci mobil Aldri dan pergi tanpa izin.

Dia tidak mau kembarannya yang menjadi korban. Jika kedua orang itu membencinya, silakan sakiti dia, jangan kembarannya. Senyuman tipis terukir di bibirnya ketika mobil Aldri telah terparkir di depan rumah Elle.

Dia memencet bel dengan tidak sabaran, tetapi tidak ada yang meresponsnya. "Pengecut. Beraninya main terror. Sini hadapi gue."

Teriakan Alice yang menggema itu membuat Elle tidak terima. Gadis itu langsung keluar dari rumahnya menemui Alice.

"Giliran dihujat baru keluar. Dari dulu sampai sekarang lo enggak pernah berubah. Lo pengecut," sinis Alice.

Elle tertawa renyah sebelum mendorong tubuh Alice pelan. "Gue enggak pengecut. Kembaran lo yang pengecut, buktinya gue nerror dia, yang datang ke sini lo bukan dia."

Alice sontak menjambak rambut Elle keras hingga gadis itu meringis kesakitan. "Mau lo itu apa, sih? Berhenti mengganggu kembaran gue. Kalau kalian emang benci sama gue, silakan lawan gue. Enggak usah ganggu kembaran gue."

Elle berhasil menyikut lengan Alice. Dia mengembuskan napas lega akhirnya rambutnya terbebas dari jambakan nenek sihir itu.

"Gue enggak bakalan ganggu kalian kalau kalian enggak jahat duluan ke kita. Lo berhasil bikin Eluned nangis karena lo ngerebut David dari dia. Dan sekarang adik lo itu ngerebut Preston dari gue."

"Gue enggak pernah ngerebut David dari siapa pun dan Cia enggak suka Preston. Apanya yang dia rebut dari lo?!"

"Munafik dia bilang dia enggak suka sama Preston. Jelas-jelas dia selalu nempel sama Preston," ucap Elle.

Alice menghela napas. Rasanya percuma terus adu mulut dengan Elle—gadis cabe—karena sampai kapan pun di mata gadis cabe itu dia dan Cia akan selalu salah.

"Terus mau lo apa?"

Elle tersenyum sembari berucap, "Gue sama kembaran gue cuma mau mengajak kalian bermain."

***

Aldri mengusap puncak kepala Cia berulang kali. "Udah jangan nangis. Nanti kamu makin jelek, lho. Kita semua di sini jagain kamu."

Cia mengerucutkan bibirnya sebal dihina jelek oleh Aldri. Hal itu membuat Aldri mencubit kedua pipinya gemas.

"Enggak mau makin jelek, 'kan? Makanya berhenti nangisnya. Jangan terlalu mikirin suara tembakan itu, nanti kepala kamu meledak." Aldri berucap seraya terkekeh.

Lerdo mengembuskan napas sebelum melirik David yang terdiam. Kedua alisnya bertautan ketika menyadari tidak ada Alice di kamar Cia.

"Alice ke mana?" tanya Lerdo membuat ketiga orang itu menatapnya.

"Oh iya, gue dari tadi enggak lihat dia. Dia ke mana?" ucap David menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Aldri melepaskan pelukannya dengan Cia sebelum berucap, "Pergi cari udara kali. Dia udah pernah tinggal di Jakarta dua tahun, gue yakin dia enggak bakalan nyasar."

Walaupun Aldri berucap seperti itu, perasaan Cia tetap tidak enak. Ia takut Alice menghampiri orang yang menerrornya dan berakhir buruk. Ia menghela napas sebelum meminta Aldri mengambil ponselnya.

Alicia Fernita
Lo di mana?

Alicia Fernita
Perasaan gue enggak enak, cepetan balik

Alicia 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang