Kedekatan Pertama | 4

1.4K 168 43
                                    

'Cinta pada pandangan pertama? Heh, ilusi!'

Setelah beberapa kali menolak untuk diantar, akhirnya Alta duduk di mobil ini. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Alta benar-benar mengabulkan permintaan sang ibu.

"Mama cuman nggak mau kamu kehujanan. Nggak papa, ya, dianter sama pak Albert aja?"

"Ma, kan aku juga punya mobil sendiri. Ngapain juga harus dianterin?"

"Alta. Inikan hari pertama kamu ke kampus. Kamu pasti belum hapal deh sama jalan, mana sekarang lagi ujan. Jadi biar nggak nyasar."

Alta mendesah, menatap wanita paruh baya yang masih sangat cantik ini. Wajah timur mamanya membuat banyak orang akan terkecoh dengan usia yang sebenarnya. Bahkan tak jarang, orang-orang akan menyangka bahwa Alta membawa kekasihnya jika dia berjalan dengan mamanya itu.

"Sekali aja turutin maunya mama, bisa kan?"

Dan percakapan pagi ini dimenangkan ibunya. Dengan kaos abu-abu berbalut jaket denim dan celana hitam serta sepatu sneaker senada, Alta duduk di bangku penumpang dengan santai bersama gadget-nya. Sesekali, dilirik tetesan hujan yang belum berniat untuk berhenti jatuh.

"Pak, lambatin mobilnya, deh." Sesuatu terlihat oleh Alta dibalik hujan yang masih deras.

"Kenapa, den?" tanya Pak Albert, supir di rumahnya, yang meskipun tidak tahu apa-apa segera melambatkan mobil. Daripada harus mendengar bentakan dari aden-nya ini.

"Gue turun di sini aja." Alta meraih tasnya.

"Tapi den..."

"Bilang aja sama mama kalo gue sampe ke tujuan dalam keadaan sehat walafiat tanpa kekurangan suatu apa pun."

"Tapi saya nggak bisa bohong sama ibu, den." Alta mengusap wajahnya kasar. Jika bukan pak Albert, mungkin dia sudah menendangnya. "Serah lo deh, pak."

Tanpa mendengarkan keluhan supirnya, Alta turun. Berlari dengan tangan menghalangi hujan. Dan seseorang dibuat terkejut dengan kedatangan Alta yang tiba-tiba. Tanpa senyum, tapi dengan santai memayungi tubuh dipayungnya.

"Elo!" Suara gadis itu terdengar nyaring, takut tidak terdengar karena hujan.

"Nggak usah teriak. Gue nggak budeg."

"Ngapain?"

"Bisa nggak, pertanyaan ngapain lo itu diilangin? Bosen dengernya." Ketus Alta

Gadis itu mendengus. Meninggikan posisi payungnya karena Alta yang jelas lebih tinggi darinya. "Gue ikut lo ke kampus. Ujan. Gue nggak bawa payung."

"Lo pikir gue 'kang payung?"

Alta menarik payung gadis itu dan memegang untuknya. "Brisik! Jalan aja."

Dan gadis itu tertegun sesaat Alta melingkarkan lengan merangkul tubuhnya. "Nggak usah norak deh. Sok kaget gitu. Baru sekali dirangkul cowok ganteng kayak gue, Delana Christel?"

Christel memutar bola matanya kesal. Dan mencoba memberontak dengan akhir badannya terkena hujan. Tapi tangan itu segera meraihnya kembali dinaungan payung.

Cerita klise. Mereka saling tatap beberapa detik.

Cantik.

Alta mengalihkan padangan untuk mengurangi sesakkan didada kirinya dan meminimalisir tubuhnya yang tiba-tiba menghangat. Tidak lucu kalo dia berkeringat saat tetesan hujan bahkan masih berburu untuk turun, kan?

"Jangan banyak gerak, lo itu kecil. Payung ini juga kecil, tapi kita berdua. Jadi jangan salah paham, gue cuman nggak mau lo kebasahan."

Christel mengerjap. Membiarkan Alta tetap merangkulnya dan berjalan bersama menuju kampus.

***

"Lo kenapa sih, Tel? Dari tadi diem aja."

Christel menoleh ke arah Kinan yang kembali menyuap bakso. Haruskah dia bercerita pada Kinan soal pria yang berjalan bersamanya dalam satu payung tadi pagi? Christel bahkan tidak tahu siapa dia.

Ya. Christel tidak mengenali anak itu. Christel hanya ingat bahwa dia adalah anak yang kabur saat acara PKK berlangsung.

Tunggu dulu. Terus, dari mana dia tahu nama gue?

Christel baru sadar bahwa anak itu sempat menyebut namanya.

"Tuh kan, diem lagi." Kinan nampak semakin bingung dengan diamnya Christel. Tidak biasanya gadis itu bersikap terlalu pasif seperti sekarang.

"Kin, gue mau tanya deh."

"Paan?"

"Lo ingetkan gue pernah cerita soal mahasiswa baru yang kepergok kabur dari acara PKK?" Kinan hanya mengangguk menanggapi ucapan Chritel. "Lo tahu nggak siapa tuh bocah?"

"Ampun deh, Christel. Lo nggak tahu siapa dia? Kurang piknik banget lo, ya."

"Emang siapa? Anak rektor, ya?"

"Alta Prasiarkana putra dari Bapak Gian Prasiarkana pemilik kampus ini." Mulut Christel membuka lebar. "Mampus gue. Lo kenapa nggak bilang, sih?"

"Ya gue kira lo udah tahu tuh bocah siapa. Eh tapi nggak papa sih,Tel. Jarang-jarang ada yang berani sama anak pemilik kampus. Nggak ada malah kecuali lo." Kinan terkekeh.

"Harus nggak gue jambak lo sekarang?" Tawa Kinan semakin menjadi.

***

"Lo buka socmed segitu amat. Tumbenan."

Segera Alta menutup handphone-nya. Menoleh ke arah gadis yang sekarang duduk di kursi dengan secangkir kopi.

"Di rumah lo, Bu Sut?"

Gadis itu hanya mengangguk, menyesap kopi hangatnya. Rana Putri Prasiarkana. Kakak beradik itu duduk di kursi pinggir kolam renang.

"Lo yang tumben di rumah."

"Lagi males keluar." Alta merebahkan kepalanya disandaran kursi 'malas'. Menutup matanya rapat. Udara sedikit dingin karena hujan tadi pagi.

"Ngaku deh. Lo lagi jatuh cinta, kan?"

"Paan sih, kak? Suka ngarang cerita deh. Mentang-mentang sutradara lo." Senyum tipis itu muncul di sudut bibir Alta, hal yang jarang sekali terjadi.

"Terus tuh cewek siapa?" Alta menoleh ke arah Rana yang tersenyum jahil. "Yang lo kepoin instagramnya." Rana meyakinkan Alta yang semakin terlihat salah tingkah. Alta berdehem, membenarkan posisi duduknya.

"Emang, lo percaya sama cinta pada pandangan pertama?"

Rana memutar bola matanya, berpikir. "Tergantung. Kalo lo emang udah ngerasa aneh di deket tuh cewek, ya berarti lo emang jatuh cinta sama dia. Kalo gue pribadi sih, percaya banget. Gue sering kok ketemu sama aktor-aktor ganteng. Tapi gue deg-degannya pas deket sama Dokter Abid. Makanya gue selalu ikut lo check up."

Alta mendengus mendengar kalimat terakhir Rana, gadis itu hanya tertawa kecil melihat perubahan air muka adik semata wayangnya ini.

"Kalo suka di deketin. Jangan sampe lo nyesel dia diambil sama orang."

Alta tidak benar-benar jatuh cinta pada gadis mini pengganggu itu kan? Dia bahkan tidak percaya hal semacam itu.

☺☺☺

Kalo udah di kampung halaman itu perjuangan banget ya buat nulis dan update. Ada aja halangan.😥


Baru mau nulis, si ponakan dateng. Ga jadi.

Pas mau upload, malah mati lampu 😫. Maafkeun ya readers, sebenernya mo upload tadi pagi, tapi apalah daya. (jadi curhat)

Anyway, enjoy the story.🤗 Don't forget to comment and vote.😇

Uti, pemula yang baru bangun tidur.👻

Je t'Aime [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang