Merlin | 23

858 113 14
                                    

'Tidak tahukah kamu? Dia mengatakan aku ini miliknya. Lalu, apa aku salah jika menganggapnya milikku juga?'

Hampir dua bulan.

Alta pergi lebih lama dari biasanya. Christel benar-benar tidak mendapat kabar darinya. Tapi Rana malah sering mengajak pergi untuk berbelanja atau menemani ke gedung PH-nya.

Kinan benar. Bukan Alta yang menghilang, tapi dirinyalah yang kehilangan. Christel berusaha menyibukkan diri untuk menghilangkan rasa khawatirnya.

Meskipun berusaha untuk berpikir bahwa Alta baik-baik saja dan sedang berlibur, rasa khawatir itu justru semakin kuat. Christel juga tidak tau apa penyebabnya, tapi itulah yang dia rasakan sekarang.

"Entar malem jadi dong ke pasar malam?" tanya Kinan berbinar.

"Harus jadilah. Jarang-jarang kan ya ada pasar malem." Jawab Kevin tak kalah heboh.

"Lo ikut kan, Tel?" Christel hanya menaikkan alisnya dan tersenyum tak bermakna.

"Kalo pun lo bilang gak, gue sama Kinan bakal tetep jemput lo!" Kinan mengangguk setuju dengan Kevin.

"Gitu nanya, coba. Sendirinya maksa." Christel tertawa mengejek, membuat Kevin dan Kinan nyengir malu.

Untung ada kedua temannya. Mereka yang selalu berhasil membuat Christel tersenyum. Mereka yang dengan setia menemani kapanpun. Apa yang lebih di syukuri oleh Christel di luar hal lain? Jelas Kevin dan Kinan.

Tanpa mereka, mungkin akan sulit untuk keluar dari pikiran tentang Alta.

***

Dengan senyum ceria, mereka memasuki gerbang pasar malam yang sudah ramai. Jarang ada event seperti ini di Jakarta. Sehingga banyak orang yang datang untuk menghibur diri menghilangkan penat karna seharian bekerja.

Christel yang awalnya sedikit ogah-ogahan ikut, malah menjadi paling semangat.

Banyak wahana yang mereka coba. Rollercoster mini, bianglala mini, mobil listrik, lempar gelang (permainan dengan beberapa gelang yang dilempar ke arah tiang, jumlah gelang yang masuk akan mendapat hadiah), tembak koin, dan banyak lagi.

Seperti anak yang masa kecilnya kurang bahagia, ketiga manusia setengah dewasa itu menikmati malam mereka seperti balita. Semua yang ada mereka cicipi.

Popcorn, bakso bakar, jagung bakar, dan satu lagi makanan khas yang selalu ada di setiap pasar malam, harum manis atau yang lebih dikenal dengan permen bantal.

Entah karena mereka yang terlalu banyak gerak, sehingga semua makanan itu masuk tanpa sisa ke perut mereka. Atau memang mereka itu sebenarnya doyan makan. Entahlah.

"Capek." Mereka akhirnya duduk. Kevin merentangkan kedua tangannya di sandaran kursi dengan Christel dan Kinan di sampingnya. Kepalanya bersandar ke belakang.

"Gue pengen martabak deh." Christel dan Kevin menoleh serempak ke arah Kinan dengan wajah tidak percaya

"Kin, kita udah makan banyak banget ni malem. Lo gila kali, ya?" Kevin menatapnya lelah.

"Kan lo diet, Kin." Protes Christel yang juga tampak lelah.

Kinan menatap para teman yang mendesah sambil berpaling. Kevin memijit pelipis dan Christel hanya mampu memutar matanya malas.

Tatapan yang Kinan tampilkan membuat Kevin dan Christel mengerti yang akan terjadi selanjutnya.

"Lo berdua tega, ya. Tega liat temen kalian ini kepunan sama martabak terus kenapa-kenapa gegara mikirin tuh martabak." Inilah yang mereka kira. Jelas saja benar terjadi.

Je t'Aime [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang