Dia, Minnionku | 27

854 113 19
                                    

'Siapa yang lebih kuat dari Saras 008? Bagiku jelas, si Minnionku.'

Praktek lapangan bulan ini sudah hampir selesai. Akhir pekan menjadi penanda bahwa praktek lapangan juga berakhir.

Kinan, Kevin, christel dan Alta duduk menunggu pesanan mereka di kantin gedung televisi milik ayah Alta.

"Yey, dateng." Suara Kinan terdengar riang melihat meja mereka mulai penuh dengan makanan.

"Sabar, Kin. Doa dulu." Ingat Kevin.

Dengan cepat Kinan menutup mata dan mengadahkan tangan. Mulutnya komat-kamit menggumamkan do'a makan. Alta dan Christel hanya tersenyum menggeleng pelan.

"Selamat makan." Kinan langsung mengambil udang besar yang sudah tidak berkulit, mencocol ke saos dan langsung mengunyah.

"Sayang." Suara itu membuat semuanya mendongak.

Terlihatlah perempuan dengan dress super mini tanpa lengan. Dengan wajah full make-up dan rambut merah yang di-blow membahana.

Kinan menelan udangnya sebelum tersedak melihat perempuan yang berpenampilan terlalu terbuka di tempat umum seperti ini.

Tanpa disuruh, gadis itu langsung duduk di pangkuan Alta. Christel menganga dengan wajah me-merah marah. Alta yang menyadari perubahan air muka Christel langsung berdiri.

"Lo apaan sih, Mer?" Alta terlihat gagap, takut dengan Christel yang sekarang ikut berdiri.

"Kenapa sih, sayang? Aku cuman mau pangku sama kamu, lama gak ketemu kan kangen." Perempuan yang ternyata Merlin itu bergelayut memeluk Alta yang berusaha melepaskan.

"Mer, lepasin." Alta melirik Christel yang menutup rapat rahangnya guna menahan emosi.

"Heh! Mbak yang pake baju adeknya." Kevin dan Kinan kembali terkejut dengan suara Christel yang akhir-akhir ini menjadi nyaring.

Alta berkerut cemas. Takut jika Christel akan beradu mulut dengan Merlin dan akan kalah. Tapi baiknya sekarang, Merlin melepaskan pelukannya.

"What? Baju adek?"

"Iya. Kalo gak baju adek, itu baju pasti bakal nutupin semua badan cantik nan mulusnya mbak deh."

Merlin tersenyum sinis sambil menyilang kedua tangannya. Merlin jelas lebih besar dari Christel. Tapi dengan berani gadis mini itu maju dan berhadapan dengan Merlin.

Alta mendekati Kinan dan Kevin.

"Lo kok malah mundur sih, Al? Kalo Christel kenapa-kenapa gimana coba?" Kinan memukul lengan Alta yang mengaduh.

"Liat aja dulu, kak. Lo harusnya tau siapa Christel."

"Gue setuju sama Alta." Kinan hanya mendengus mendengar respon dari kedua pria itu.

"Eh, lo anak kecil. Gak usah ikutan deh, gue mau ketemu pacar gue."

Christel memutar matanya jengah. Anak kecil? Rasain nih mulut pedesnya anak kecil.

"Pacar?" Christel berbalik melihat Alta. Meminta pria itu menjelaskan.

"Sorry, Mer. Cewek yang lo katain anak kecil itu pacar gue sekarang."

Merlin membuka mulutnya, tak percaya. Melihat ke arah Christel yang kini tersenyum puas.

"Pasti lo yang keganjenan sama Alta, kan?"

"Sayang gue bukan lo yang dengan gak malunya duduk dipangkuan cowok yang udah jelas-jelas gak suka sama keberadaan lo."

"Mana bisa cewek kampungan kayak lo di pilih sama Alta. Dia itu cocoknya sama gue. Kaya sama kaya. Orang kota sama orang kota. Cewek dekil kayak lo kalo gak pake jampi juga gak bakal Alta mau." Merlin menunjuk wajah Christel yang terlihat santai.

Je t'Aime [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang