'Lalu untuk apa aku di sini? Jelas untukmu bisa bersandar.'
"Kenapa bisa sih, Alta milih anak broadcaster yang jauh lebih tua?"
"Cantik juga gak. Si Alta buta kali. Cantikan gue ke mana-mana lah."
"Cewek yang lebih pendek dari samsak aja belagu. Mentang-mentang udah ada dekengannya. Alta beneran udah gila milih tuh cewek boncel."
"Liat dari mana sih si Alta milih cewek kuntet yang tua kayak gitu? Mending gue jauh kali."
Alta membalik melihat sekerumunan mahasiswa yang berbicara keras, seolah memang sengaja agar terdengar telinga Christel yang berjalan berdampingan dengannya. Taman itu tiba-tiba menjadi sangat ramai oleh mahasiswa yang berbisik-bisik dengan wajah beragam.
Dagu Alta meninggi, menahan emosi yang diredakan oleh tangan yang ada di genggamannya.
"Siapa yang gak suka gue pacaran sama Christel?"
Alta mengedarkan pandangan. Melihat mahasiswa yang berkumpul menjadi satu di taman itu.
"Ngomong depan gue sini. Gue pengen liat muka yang gak suka Christel jadi pacar gue."
Christel memegang lengan Alta. mencoba menarik pria itu dari keramaian di sana. Tapi Christel tau akhirnya akan tidak berhasil.
Mahasiswa perempuan yang memandangnya sinis, pun dengan mahasiswa laki-laki yang cenderung seperti perempuan dengan casing macho tapi mulut bak belati. Dunia terbalik, laki-laki lebih julid dari pada perempuan.
Tapi jelas tidak sama dengan lelakinya ini. Alta yang sekarang sedang memperjuangkan harga dirinya di depan semua orang.
"Alta, udah. Kita pergi aja."
"Gak!" Alta menggenggam kuat tangan Christel untuk tetap berdiri di tempatnya.
"Siapa yang julid di belakang gue tadi? Yang ngata-ngatain pacar gue tua, kuntet, gak pantes buat gue? Pengen tau aja, cewek yang bentukkannya kayak gimana yang lebih pantes buat gue?"
Tak ada yang berani maju. Semua hanya berbisik melihat ke arah Christel dengan tatapan sinis.
"Cewek yang sekarang sama gue emang gak cantik kayak lo pada. Karena dia emang gak suka malsuin muka pakek make-up yang kelewatan kayak kalian. Dia emang pendek, tapi gue suka karna dia bisa pas dipelukkan gue. Dan soal usia, ini tahun 2018 dan lo pada masih mikirin soal muda sama tua?"
Alta berdecih. Membuat orang-orang di depannya diam.
"Urusin aja kuliah kalian yang gak bener itu. Mau buat bapak gue makin kaya sama uang kuliah kalian? Heh, gak perlu keluarga gue gak bakal miskin. Seenggaknya biar pun bego, jangan buat nama kampus bapak gue tercemar sama manusia yang kurang kualitas kayak kalian lah."
Tidak ada yang membalas ucapan Alta. Semua terdiam dengan wajah malu.
"Masuk kelas sana. Kuliahin juga tuh mulut. Jangan cuman pinter ngatain orang doang! Sampe ada yang berani gangguin Christel, kalian berhadapan sama gue."
Alta melihat Christel setelah memastikan bahwa para mahasiswa itu kembali ke kegiatan mereka.
Dengan cepat Christel menyeka airmata dan langsung tersenyum ke arah Alta.
"Makasih, ya." Alta menangkup wajahnya.
"Maaf gue teriak-teriak depan lo." Christel menggeleng. Tak bisa menahan bulir bening yang menerobos begitu saja dari pinggir matanya.
Alta merengkuh tubuh yang sekarang berguncang. Isakkan kecil terdengar. Dengan wajah bersalah, Alta mengusap kepala belakang Christel.
"Gue gak tau bakal separah ini yang harus gue tahan untuk jadi pacar lo. Dan gue sadar, harus jadi sekuat apa denger cibiran mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Je t'Aime [Sudah Terbit]
Fiksi Umum(Tersedia di shopee dan playstore) Warning !! Sebelum baca Je t'Aime Aussi, disarankan buat baca cerita ini dulu. Biar gak bingung. Tengkiyu Hidup gadis itu berubah setelah bertemu dengan Alta Prasiarkana. Lelaki yang beberapa tahun lebih muda darin...