Dekat | 18

1K 118 24
                                    

'Karenamu aku mengerti, bahwa senyuman adalah penanda bahagia.'

Pria itu tersenyum bersama handphone-nya. Duduk manis di depan teras rumah gadis mini sejak pukul enam tadi pagi. Sekarang sudah pukul setengah delapan.

Ceklek.

"Minnion lagi buka jendela." Gumaman itu terbit bersamaan dengan senyum yang mengembang.

"Selamat pagi, kebonya pak Salam." Suara riang itu membuat senyum Alta melebar.

"Suasana hatinya pasti lagi baik." Komentar pelan terucap dari pria yang seolah tau dengan apa yang terjadi di dalam rumah itu.

"Lagi siap-siap mandi," desisnya masih dengan senyum dan mata yang fokus pada gadget, "dan sekarang lagi mandi." Sambungnya, saat mendengar suara air mengalir.

Dengan riang gadis di dalam rumah bernyanyi dengan nada fals dan suara cempreng. Lagi, membuat Alta tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

Jam sembilan tepat. Pintu rumah itu akhirnya terbuka. Alta menoleh, mendapati gadis dengan cepolannya, masih bersenandung tak karuan.

Gadis itu belum menyadari keberadaannya. Alta berdiri dengan kedua tangan di saku celana. Melihat Christel yang sekarang tengah mengunci pintu.

Begini. Alta bukan sedang melihat, tapi dia sedang terpesona. Tidak ada polesan tebal di wajah itu, hanya bedak bayi dan liptint seadanya. Tapi mampu membuat pria kulkas ini ingin berubah menjadi pria romantis karena terlalu terpana.

"Selamat pagi, Minnion." Gadis itu menoleh dan sedikit meloncat karena terkejut. Memegang dadanya bersamaan dengan istighfar menenangkan hati.

"Demi kebonya pak Salam, ya. Lo selalu buat kaget. Dateng tiba-tiba kayak hantu gentayangan aja."

Alta hanya tertawa kecil seraya menunduk sekilas. Lagi, senyum itu membuat hati Christel berdesir.

"Sejak kapan di sini?" cepat-cepat Christel mengalihkan suasana, menetralkan jantungnya yang berdetak tidak seperti biasa.

"Jam enam. Gue takut terlambat jemput lo." Mulut Christel menganga mendengar ucapan Alta.

Gila kali nih bocah yak?

"Terus dari tadi lo di sini?" hanya anggukan yang Christel dapat. "Emang gak ada kuliah?"

"Ada."

"Jam berapa?"

Alta melirik jam di tangannya. "Jam delapan."

"Alta! Lo gila, ya? Gak mau telat jemput gue tapi sejam lebih ninggalin kelas pagi."

"Gue gak mau lo bingung nyari-nyari karena gue belum ada di sini, kan gue jadi kepikiran. Gimana dong?"

"Pakek ngegembel lagi!" Christel menendang kaki Alta yang meringis sekilas. "Ayok, buruan pergi. Dan lo harus langsung masuk kelas!" perintah Christel yang berjalan lebih dulu.

"Tapi gue ngegombalin lo, Minnion. Bukan ngegembel." Teriak Alta masih berdiri di tempat dengan senyum sumringah.

"Bodo!" balas Christel yang juga berteriak di balik kaca mobil.

***

Beberapa mahasiswa melihat ke arah Christel yang baru saja turun dari mobil Alta. Christel menatap mereka sekilas.

Sedang pria yang baru saja membukakan pintu untuknya nampak tidak peduli. Alta terlihat santai dan tersenyum manis tanpa dosa.

Christel tau bahwa dia menjadi topik utama para mahasiswa perempuan yang berbisik setelah melihat. Mereka pasti bergosip tentangnya. Juga tentang pria yang sekarang dengan santai memasukkan kedua tangannya di saku celana.

Je t'Aime [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang