'If I say something about love, is it too fast? I won't going banana cause of you.'
Alta meringis, mendapati sinar matahari yang menerpa wajahnya. Pria kulkas itu melihat ke sekeliling. Sprei kuning dan merah bergambar pikachu, wallpaper kamar yang dominan berwarna biru langit, dengan sudut-sudut kamar yang dipenuhi dengan buku-buku sekolah dan novel yang berserakan di atas rak dan meja belajar. Beberapa foto berdiri manis di atas nakas.
Gantungan di belakang pintu dipenuhi baju, celana, tank top, dan... astaga. Alta langsung berpaling. Harusnya dia tidak meletakan 'kacamata' pribadinya di situ.
Kalo gak perempuan absurd kayak ni cewek mini, gak bakal seberantakan ini kamar seorang cewek.
Alta meraih jaketnya dan bergegas keluar dari kamar itu. Dan lagi-lagi, penampakan di depannya membuat Alta kembali berpaling.
Gadis itu tidur dilantai beralas ambal dengan satu kaki di atas sofa. Untung Christel memakai baju tidur dengan celana pendek. Kedua tangannya menjulur ke atas dengan mulut terbuka lebar.
Alta mengusap wajahnya dan meringis. Lupa jika wajahnya penuh dengan luka. Benar. Dia datang dengan wajah berantakan
Christel pasti ketakutan tadi malam.
Alta mendekati Christel setelah meletakkan kembali jaketnya. Menurunkan pelan kaki cewek itu. Menata rapi tangan yang sangat tidak bagus untuk dilihat dari seorang cewek. Disentuhnya dagu Christel dan mencoba menutup mulut gadis itu.
Berhasil.
Alta menyelipkan tangannya di bawah lutut gadis yang masih dengan nyamannya tertidur. Diletakkan pelan tubuh Christel, yang mulai menggeliat, di atas sofa.
"Lo gak papa?" Alta bergeming menatap Christel yang membuka mata kecil. Tangan gadis itu dengan lancang menyentuh wajahnya. Christel fokus pada setiap sudut wajah Alta yang terluka, dan melupakan jika sentuhannya membuat desiran halus didada pria itu.
"Minggir. Badan lo berat."
Suara dingin itu membuat Christel sepenuhnya bangun. Alta sudah berdiri sempurna, melihat Christel yang sekarang sejajar dengannya karena berdiri di atas sofa.
"Ternyata gini rasanya jadi orang tinggi kayak lo." Senyum cerah menghiasi wajah gadis mini itu.
Alta hanya menggeleng. "Gue pergi." Christel mengikuti Alta yang sekarang duduk memasang sepatu.
"Mandi. Jorok banget jadi cewek." Alta berdiri menatap gadis yang terlihat masih berantakan. "Beresin kamar lo. Jangan sampe ada cowok lain yang ngeliat 'kacamata' lo selain gue." Sekilas Alta melirik kebagian bawah tubuh cewek itu.
Christel membelalak, menyilangkan tangan di depan dadanya. "Lo ngeliat daleman gue?"
"Gak usah teriak. Salah lo sendiri sembarangan narok." Dengan santai Alta memakai jaketnya dan berbalik hendak pergi, sampai tangannya tertahan dan memaksa untuk kembali menoleh.
"Apa?" Christel hanya mengigit bibir bawahnya. Tidak tau harus memulai dari mana. Banyak pertanyaan yang ingin diajukan. Tapi menatap pria itupun dia tidak bisa.
"Ya udah kalo gak mau ngomong." Langkah Alta kembali terhenti. Sudut jaketnya tertarik. Pria kulkas itu menutup matanya rapat seraya mendengus.
"Apa sih?" dengan kesal Alta kembali menoleh. Gadis mini itu menunduk, menatapnya sekilas.
"Lo gak papa, kan?" Cicitan itu membuat sudut bibir Alta terangkat.
"Lo khawatir?" Semakin lebar senyum pria kulkas itu. Christel tertegun sesaat merasakan sebuah tangan mengusap lembut ujung kepalanya.
"Maaf, ya. Lo pasti ketakutan tadi malam." Christel mendongak, sempat melihat sisa senyum cowok di depannya.
"Kenapa lo babak belur? Berantem sama siapa? Terus kenapa langsung ke rumah gue?" Alta mendesah, sudah mengira bahwa cewek itu bisa diam hanya dalam waktu kurang dari lima menit.
"Cerewet. Udah ah, gue pergi."
"Alta!" Teriakkan cewek itu membuat Alta menoleh kesal. "Apa?!"
"Jawab dulu, gue nanya juga!"
Alta mendekati cewek yang berdiri dengan baju tidurnya. Menangkup wajah mungil yang kini melihatnya dengan mata membulat.
"Gue gak papa. Jadi lo juga harus baik-baik aja. Gue bakal kenapa-kenapa kalo lo sampe terluka. Makasih, gue seneng liat lo yang ngerawat gue tadi malam."
Christel masih terpaku. Kali ini membiarkan cowok itu pergi tanpa mengganggu lagi. Menyadari pria itu semakin jauh, Christel membuka mulutnya yang tidak kuasa mengeluarkan sepatahpun.
Wajah gadis itu memanas. Disentuh pipinya yang mungkin sudah terlihat seperti jambu air. Christel tidak bisa menahan debaran jantungnya.
Dia sadar. Dia tau gue yang ngerawat dia tadi malem.
☺☺☺
Part ini pendek aja ya hehehe😅
Diusahain part selanjutnya bakal panjang kok.😉
Buat ke depannya mbak Uti bakal usahain apdet dua part sekaligus. Biar cepet selesai dan enak dipromosiin.😄
Jadi mohon dukungannya ya readers 🙏. Vote dan komen dari readers sangat-sangat menyemangati mbak Uti biar apdetnya bisa cepet.💪
Makasih buat yang udah baca😍😍😘😘😘 Cinta deh sama kalian
See ya🙋
🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
Je t'Aime [Sudah Terbit]
General Fiction(Tersedia di shopee dan playstore) Warning !! Sebelum baca Je t'Aime Aussi, disarankan buat baca cerita ini dulu. Biar gak bingung. Tengkiyu Hidup gadis itu berubah setelah bertemu dengan Alta Prasiarkana. Lelaki yang beberapa tahun lebih muda darin...