Dion Bersama Merlin | 30

759 103 5
                                    

'Jangan samakan dengan mereka. Jika perasaan cinta hanya seperti kertas yang mudah robek, tentu bukan dengan perasaanku.'

Satu bulan.

Christel melihat kalender. Desahan keluar dari mulut gadis mini itu.

Satu bulan Alta pergi dan seperti biasa, tanpa kabar. Christel membersihkan seluruh apartemen untuk menghilangkan kerinduan dari Alta.

Kinan dan Kevin juga terlihat semakin dekat, dan akhir-akhir ini mereka jadi punya banyak urusan berdua. Christel berpikir untuk tidak mengganggu mereka yang sepertinya sedang dalam masa pendekatan.

Jadilah dia semakin kesepian. Hampir tiap malam Christel menelpon ibunya. Meski tidak selalu di angkat, karena ibu juga harus mengurus nenek.

Christel tidak mau menjadi lemah hanya karna Alta tidak ada. Alta selalu ingin dia kuat. Dan Christel harus mewujudkan itu.

Sore ini, Christel berjalan sendirian menuju halte. Menunggu angkot atau bus yang biasa lewat.

Sebuah mobil berhenti di depannya. Christel sempat tidak peduli sampai orang di dalam mobil itu keluar. Gadis itu langsung berdiri.

"Bang Dion."

Dion tersenyum tak wajar ke arahnya. Sedang rasa kaget Christel belum reda, cewek berbaju mini itu menambah keterkejutannya.

"Merlin."

Dion bersama Merlin? Christel tidak mengerti dengan keadaan sekarang. Merlin mendekatinya dengan tatapan sinis.

"Masih idup? Gue kira ikut kebakar sama rumah lo." Senyum itu membuat Christel jijik.

"Jadi elo yang ngebakar rumah gue?" emosi Christel tiba-tiba meluap. "Bangsat lo." Tanpa terkontrol, Christel menampar Merlin kuat.

"Lo apa-apaan sih?!" Dion menarik tangan Christel kasar.

"Jangan deket-deket sama dia, bang. Cewek ini gak bener!"

"Lo yang gak bener! Jangan seenaknya nampar sepupu gue!"

Christel semakin tidak percaya dengan keadaan sekarang. Merlin membakar rumahnya. Dan sekarang dia sepupunya Dion?

Setelah saat ini, Christel benar-benar menyesal sudah pernah menyukai orang sebrengsek Dion.

"Lo itu yang gak bener. Cewek sok yang seenaknya ngatur-ngatur. Mentang-mentang deket sama Alta."

"Ternyata lo sepengecut ini ya, bang. Wajar deh kalo kalian sodaraan. Sama-sama busuk!"

Plaaakkkk!!!!!!

Christel merasakan panas dipipinya. Tangan Dion dengan tidak tau malunya menampar keras.

"Ikut!" Merlin menjambak rambut Christel yang berusaha memberontak, sampai membuat handphone terlepas dari tangan Christel.

"Bangsat lo! Lepasin!" teriakkan Christel seakan tidak berarti karena halte benar-benar sepi dan tidak ada siapa-siapa.

***

"Gue mau nelpon Christel, ah." Kinan mencari ponselnya.

"Emang ada apa?" Kevin yang duduk di sebelahnya nampak bingung.

"Perasaan gue gak enak."

"Lo lama-lama kayak dukun deh, Kin. Perasaan lo gak enak mulu."

Kinan menatap sebal. "Jangan sampe gue mukul lo di rumah sakit, ya."

Kevin hanya berdehem tidak setuju. Pria itu mengalihkan pandangan ke suster dan pasien yang berlalu-lalang.

"Terakhir kali liat kak Rana di sini, gue yakin ada apa-apa. Dan terbuktikan? Lo juga liat sendiri keadaan Alta."

Kevin mendesah. "Iya, Kin. Alta bener-bener hebat nutupin dari Christel."

"Mungkin awalnya dia gak mau nutupin. Karna waktu itu juga kan mereka belum deket. Alta yang suka duluan sama Christel. Gue sempet bingung pas Alta tiba-tiba ilang tanpa kabar. Tapi gue juga jadi sadar, kalo Christel mulai suka sama Alta."

Kevin menatap Kinan yang masih memegang ponselnya, namun belum menghubungi Christel.

"Kita bakal rahasiain ini juga dari Christel?" Kinan hanya mengangguk. "Kalo dia tau gimana? Dia pasti bakal kecewa banget sama kita."

Kinan mendesah. "Seengaknya, kita harus lindungin dia selama Alta gak ada. Soal kebakaran itu, gue sama Alta yakin kalo dia orangnya."

"Ya udah, telpon aja dulu si Christelnya."

Kinan meletakkan handphone di telinganya. Beberapa kali bunyi sambungan telpon terdengar.

"Halo."

Kinan mengernyit. "Ini siapa?" dilihatnya Kevin yang jadi ikut tegang karna suara Kinan yang terlihat kaget.

***

Kevin merangkul erat bahu Kinan yang kini berguncang. Airmata gadis itu tak lagi bisa dibendung.

"Al, bangun. Lo harus cepet bangun, Al. Gue mohon, demi Christel."

Tanpa sadar Kevin memeluk Kinan yang menutup mulutnya dengan kedua tangan untuk menahan suara tangis yang hendak pecah. Kevin mengusap punggung Kinan sambil menatap Alta yang masih menutup matanya rapat dengan banyak alat di tubuhnya.

(Setelah percakapan di telpon. Kinan dan Kevin menemui seseorang yang mengangkat telpon dari Kinan di handphone Christel).

"Awalnya, waktu saya mulung di sini, saya liat kakak yang punya handphone ini sendirian. Terus dua orang cowok-cewek dateng. Kayaknya mereka berantem gitu. Karna takut nanti dikira nguping, saya pergi deh mulung ke tempat lain. Pas saya balik lagi, kakak handphone udah gak ada lagi. Cuman handphone-nya yang kegeletak di sini."

Anak berumur sekitar 10 tahun itu menjelaskan. Anak kecil yang kurang beruntung dan harus bekerja sebagai pemulung. Tapi jangan lupa, bahwa dia punya etika dan moral dengan berani menemui Kinan dan tidak membawa lari handphone Christel.

Kinan menyenderkan badannya di kursi halte. Tubuhnya tiba-tiba lemas.

"Makasih banyak ya, dek. Ini di buat jajan." Anak itu menerima dua lembar uang 50 ribuan. "Besok sore ke sini lagi, ya? Ada hadiah buat adek."

"Makasih, bang." Dengan riang anak itu pergi.

Kevin melihat Kinan yang berusaha menghubungi seseorang. Didekati Kinan yang mukanya sudah me-merah hendak menangis.

"Shit!!" Kinan mencengkram handphone-nya kuat.

"Ada apa, Kin?"

Kinan menatap Kevin yang kebingungan. "Gue yakin ini ulah Merlin sama Dion. Entah apa hubungan mereka, tapi Dion gak bisa gue hubungin."

Kevin masih memeluk Kinan yang terisak.

Lo harus bangun, Al.

☺☺☺

Udah 30 part😱😱

Gela gela gelaaaaaa, mbak Uti amazed sendiri bisa nulis sampe 30 part😵

Siapa yang belum baca hayooo?😌

Hayuk atuh baca-baca, sekalian nambah pahala dengan mem-vote dan komen cerita mbak Uti yang masih pemula ini hehehehehe😅😅

See ya🙋

Je t'Aime [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang